Mohon tunggu...
Id.Djoen
Id.Djoen Mohon Tunggu... Wiraswasta - ”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran”

Anak Bangsa Yang Ikut Peduli Pada Ibu Pertiwi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kurang Maksimal Implementasi Perpres No. 59 Tahun 2019

12 September 2022   19:01 Diperbarui: 12 September 2022   19:16 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak ayal seorang kepala desa berupaya mengumpulkan modal untuk memenangkan proses pilkades. Yang amat disayangkan didesa-desa tertentu seorang calon kepala desa dibiayai oleh pengembang perumahan dengan bergaining jika menang maka kepala desa tersebut harus membalas dengan mempermudah mengalihkan lahan sawah milik warga menjadi perumahan.

Meskipun seorang kepala desa tidak mempunyai hak milik lahan sawah gogol milik petani akan tetapi kadang dengan segala cara, terlebih dengan memanfaatkan jabatannya agar warga terpaksa menjual lahan sawahnya. Apalagi jika seorang kepala desa berprofesi juga sebagai makelar tanah, tak ayal awal terpilih dan menjabat kepala desa niat utamanya menjual lahan sawah.

Praktek dan perilaku semacam ini terjadi dimana-mana karena tidak ada dalam diri seorang kepala desa untuk membangun desa dibidang pertanian demi ketahanan pangan sebagaimana perpres no. 59 tahun 2019.

Program Perlindungan Lahan Sawah Berkelanjutan dengan dasar hukum Perpres no. 59 tersebut tidak akan mumpuni jikalau tidak disertai kebijakan mengikat agar semua kepala desa yang desanya lahan sawah kategori subur untuk menerapkannya. Sebagai warga Jawa Timur, khususnya Sidoarjo bagian Barat saya melihat dengan kasat mata banyak lahan sawah yang subur telah beralih fungsi.

Iming-iming uang ganti rugi diiringi sering gagalnya panen atau harga hasil panen yang murah menjadi pertimbangan para petani melepas lahannya dengan harga murah, tidak memikirkan pekerjaan dimasa mendatang saat mereka kehilangan lahan tempat mereka bekerja selama ini.

Kurangnya sosialisasi Perpres no.59 tersebut menyebabkan para petani tidak mengetahui dasar hukum tentang lahan sawah dalam program ketahanan pangan nasional. 

Jikalau para petani mengetahui niscaya mereka tidak akan mudah termakan rayuan untuk melepas lahan sawahnya, karena pastilah pemerintah akan memberikan penyuluhan, bantuan kepada para petani dalam bertani agar tidak mengalami kerugian. Sebab salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan dan menjaga ketahanan pangan disertai pula peningkatan hasil panen para petani.

Ditengah ancaman krisis ekonomi ketahanan pangan merupakan benteng utama agar rakyat tidak terpukul. Ketahanan pangan tetap terjaga jika kebijakan Pengendalian Alih Lahan Sawah disertai kebijakan Perlingdungan Lahan Sawah yang mengikat dan wajib dilaksanakan oleh pemerintah desa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun