Transmigrasi salah satunya dengan mengirim orang-orang Jawa yang piawai dalam bertani keluar Jawa disediakan lahan untuk dikelola. Sehingga pada masa itu swasembada pangan terwujud nyata.
Kemajuan teknologi dan pembangunan modern tidak diiringi dengan peningkatan teknologi modern dibidang pertanian yang menjadi salah satu sebab warga khususnya para anak muda enggan bertani.
Beda dengan negara-negara maju bertani justeru sebuah profesi yang menjanjikan. Kegagalan panen, hama, dan harga yang fluktuatif cenderung turun saat panen serta harga pupuk mahal juga faktor utama petani untuk kapok bertani.
Dalam artikel terdahulu saya pernah mengatakan bertani adalah solusi terakhir bagi warga Indonesia dalam memenuhi kebutuhannya. Saat PNS, TNI POLRI sudah pensiun, buruh pabrik yang usia tak layak lagi endingnya mereka kembali kesawah untuk bertani.
Kurang maksimalnya dalam mengelola lahan pertanian di Indonesia sebab utama pemerintah masih import kebutuhan pangan untuk warganya. Amat disayangkan negeri yang subur ditentukan sebagai negeri agraris musti harus import.
77 tahun Indonnesia merdeka mustinya sadar alasan penjajah menduduki Indonesia karena pertanian menjadikan tolok ukur menentukan fokus pembangunan bangsa ini.
Sehingga muncul kesadaran membangun bangsa melalui pertanian yang lebih modern sesuai perkembangan zaman. Hal ini akan terwujud jika ada kebijakan yang realistis dalam melindungi petani seperti membatasi import, mendukung teknologi pertanian dan memprokteksi lahan subur pertanian dari pesatnya inndustri dan perumahan.