BUMDES atau yang saat ini lebih dikenal dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) adalah sebuah lembaga yang didirikan didesa, dimiliki desa dan untuk kepentingan meningkatkan ekonomi desa. BUMDesa merupakan bentuk badan usaha milik desa yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi desa dengan bergerak diberbagai bidang usaha yang tentu saja untuk memperoleh keuntungan dan dari keuuntungan tersebut terdapat prosentase disetor ke P-ADES (Pendapatan Asli Desa).
Potensi-potensi yang ada didesa digali dan dikelola oleh BUMDesa agar dapat membuka lapangan pekerjaan bagi warga desa setempat yang membutuhkan pekerjaan. Banyak bidang usaha yang diciptakan dari potensi-potensi yang ada disetiap desa tersebut. Ada usaha Pariwisata, peternakan, pertanian, perkebunan dan usaha jasa lainnya.
Pemerintah pusat hingga kepemerintah daerah menganjurkan agar setiap desa mempunyai BUMDES. Berbagai bantuan pelatihan dn permodalan untuk BUMDES juga dikucurkan guna meningkatkan kinerja dan pendapatan BUMDES.
Sudah ribuan BUMDES berdiri diberbagai desa diseluruh Indonesia, dari beberapa BUMDES tersebut sudah maju hingga mendapatkan keuntungan yang luar biasa dari unit-unit usaha yang mereka kelola. Dari pnegamatan saya BUMDES yang sukses tersebut kebanyakan bergerak dibidang Usaha Pariwisata dikarenakan potensi wisata desa mereka miliki.
Letak geografis yang strategis dibidang wisata, ada pantai, ada gunung, ada danau, ada air terjun dan lain-lain.
Bagaimana dengan BUMDES yang letak geografis jauh dari lokasi-lokasi yang indah ?
BUMDES dengan kondisi semacam ini dipaksa untuk bekerja keras menciptakan dan menggali potensi yang ada untuk dikelola. Sehingga usaha-usaha yang dikelola berkutat dalam hal-hal tertentu yang membutuhkan modal lebih besar dengan pendapatan yang tidak bisa dipastikan.
Usaha simpan pinjam, usaha peternakan, usaha jasa pengelolaan sampah, usaha jasa pembayaran, gedung serbaguna, penyediaan air bersih,kerajinan, kuliner, internet dan sedikit usaha pertanian. Dikarenakan kondisi geografis yang tidak mempunyai potensi wisata maupun sumber daya alam. Usaha-usaha semacam ini yang banyak kita jumpai dikelola BUMDES yang letak geografis didaerah dataran rendah jauh dari pegunungan dan pantai.
Tantangan BUMDES dilingkungan ini sangat berat dan penuh dilema terlebih semakin pesatnya industriliasasi dan pengembangan perumahan yang berdampak semakin berkurangnya lahan pertanian yang merupakan salah satu mata pencaharian utama warga desa dan peluang BUMDES untuk memberikan layanan jasa peralatan pertanian bagi petani tersebut.
Teringat betul pesan Presiden Jokowi saat Rakornas BUMDES dan penyerahan sertifikat badan hukum BUMDES tingkat nasional secara online/zoom pada bulan Desember 2021 beliau mewanti-wanti " Industriliasasi harus memberikan manfaat bagi BUMDES" memberikan manfaat bisa berupa CSR, rekanan kerja yang dikelola BUMDES.
Mungkin pembangunan industri akan memberikan timbal balik bagi warga desa, warga desa yang kehilangan lahan sawah yang selama ini mereka kelola untuk bercocok tanam mereka dapat pekerjaan baru di industri tersebut atau jadi partner pekerjaan dari industri tersebut walaupun saat ini belum ada perlindungan dan kepastian hitam diatas putih.
Hilangnya lahan sawah untuk industri akan berdampak signifikan bagi ekonomi warga desa dalam jangka panjang, walaupun jangka pendek mereka mendapatkan ganti rugi atas lahan mereka.
Bagaimana jika pembangunan perumahan menghilangkan lahan sawah petani ?
Selain perkembangan industri perkembangan perumahan semakin marak ditengah populasi penduduk yang semakin meningkat dan kebutuhan warga atas hunian yang layak. Tak ayal pengusaha perumahan membaca peluang ini untuk memperoleh keuntungan dari usahanya, dan yang jadi korban adalah lahan sawah milik para petani.
Kegagalan panen dan kurangnya generasi muda terjun kepertanian serta iming-iming ganti rugi tanah yang menggiurkan mereka tidak dapat berfikir panjang kedepan sehingga rela melepaskan lahan sawah mereka kepengembang yang sebelumnya kadang melalui proses makelar tanah, yang terkadang uang yang didapat para oknum lebih besar dari pemilik lahan tersebut. Terlebih jika pemimpin didesa tersebut berambisi untuk mendapatkan keuntungan untuk kembalikan modal pilkades serta memperkaya diri.
Kegagalan panen yang seharusnya dibina agar memperoleh hasil panen yang bagus malah diindahkan dan dibuat minder menjadi petani. Kalau berfikir jernih bertani adalah mata pencaharian terakhir bagi warga desa saat usia mereka sudah tidak kompeten di lembaga pemerintahan maupun di industri. Banyak kita jumpai para pensiunan TNI, Guru, PNS beralih sebagai peternak, berkebun, bertani begitu halnya para korban PHK idustri karena usia juga terjun kembali kesawah untuk memperoleh penghasilan demi kebutuhan sehari-hari.
Kalau lahan sawah dijadikan industri mungkin ada bergaining timbal balik bagi warga petani yang kehilangan lahannya bisa berupa anak-anak mereka yang bekerja disana ataupun rekanan kerja dengan industri yang dikelola BUMDES. Apa yang didapat petani dan BUMDES kala lahan sawah mereka berubah jadi perumahan ? jawabnya tidak ada. Para petani akan kehilangan mata pencaharian selamanya, sedangkan BUMDES yang selama ini mengelola usaha jasa alat pertanian akan terancam mati usaha pertaniannya.
BUMDES yang didirikan untuk membangun ekonomi desa mengalami dilema, jika pemimpin didesa tersebut kurang memperhatikan nasib warganya dan hanya mementingkan dirinya sendiri.
Perkembangan industri dan perumahan tidak bisa dipungkiri akan tetapi dibutuhkan kebijakan yang memproteksi warga desa dan BUMDES khususnya agar dalam membangun desa berjalan lancar dan aman sinergi dengan pembangunan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H