Covid datang ekonomi ambyar, itu mungkin ungkapan yang tepat saat ini, dimana kondisi ekonomi diberbagai negara didunia mengalami kemerosotan hingga resesi. Ada beberapa negara yang tak seberapa terdampak karena memang pondasi ekonomi mereka sudah kokoh sejak awal, dan ada pula yang pandai melihat celah bisnis guna menambah pendapatan negaranya disaat pendemi Covid 19 datang, baik yang bergerak dibidang industri masker, hand sanitizer, sabun cair, alat test covid hingga produsen vaksin covid 19.
Indonesia tak terkecuali terdampak oleh pandemi covid 19 ini, berbagai industri banyak yang mengalami kemunduran produksi, industri pariwisata yang sempat kolap ditandai dengan tutupnya beberapa penginapan, restoran dan sarana wisata lainnya, industri angkutan begitu pula ikut terdampak, beberapa ritail yang ada juga kolap dan adapula yang berubah bisnis mereka.
Kolapnya berbagai macam industri tersebut tak pelak menciptakan pengangguran akibat PHK. Entah berapa jumlah pengangguran saat ini di Indonesia baik pengganguran lulusan baru ataupun pengangguran akibat PHK. Proyek-proyek infrastruktur pemerintah yang meliputi banyak bidang ternyata tidak mampu menampung para pencari kerja.
Upaya pemerintah dalam mendorong bangkitnya ekonomi rakyat diberikan berbagai macam bantuan dari mulai KUR tanpa jaminan hingga bantuan modal dengan label BPUM. BPUM modal kerja yang telah digelontorkan sejak tahun lalu dengan nominal 2,4 juta rupiah setiap pemilik UMKM yang saat ini tahun ini nominl menjadi 1,2 juta rupiah karena banyaknya peminat/pemohon bantuan modal kerja tersebut.
Seberapa besar bantuan modal kerja 1,2 juta rupiah tersebut mendorong geliat ekonomi UMKM ?
Sebuah pertanyaan yang perlu diapresiasi, sebab selama ini BPUM digelontorkan tanpa disertai dengan validasi atau pemantauan bahwa bantuan modal kerja tersebut memang digunakan untuk memodali usahanya atau untuk kebutuhan lainnya. Selain itu tak ada bantuan skill pada penerima BPUM agar usahanya eksis ditengah pandemi Covid 19.
Kondisi krisis ekonomi tahun 1998 akibat gejolak politik berbeda dengan kondisi ekonomi saat ini yang dilanda pandemi Covid 19, sebab tak ada kejelasan bagaimana Covid 19 kedepan mereda atau semakin mengerikan. Fakta dilapangan muatsi virus covid 19 malah mematikan.
Tantangan lain UMKM adalah maraknya onlinestore, sementara mereka belum mampu dan tidak mengerti agar bisa ikut terjun dalam kancah perdagangan online tersebut. Banyak toko-toko baju dipedesaan yang berdiri dan menjual berbagai macam baju hasil jahitan mereka sendiri, akan tetapi kompetisi dan kurangnya pemahaman bisnis online sehingga usaha toko baju mereka cenderung stagnan atau bahkan bangkrut.
Dengan bermunculan banyaknya usaha yang sama disuatu lingkungan otomatis akan mengurangi konsumen, sebab dengan jumlah konsumen tertentu diperebutkan banyak pewira usaha.