Mungkin sekarang kita masih melihat cara dakwah beberapa ulama melalui puisi seperti KH. Mustofa Bisri atau disebut Gus Mus, Cak Nun atau Emha Ainun Najib yang berdakwah melalui syair-syair lagunya.
Pada masa dahulu ada sosok Tokoh Islam, Ulama yang berjuang dengan karya sastranya, beliau adalah HAMKA. Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah gelar Datuk Indomo, yang lahir di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, 17 Februari 1908.
Dengan kemampuan berbahasa Arab dan keahliannya dalam menulis beliau menerbitkan majalah Pedoman Masyarakat. Diantara karya satranya yang membuat namanya mencuat dan populer sebagai seorang sastrawan yaitu : "Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck,"
Sebagai ulama, wartawan dan sastrawan HAMKA tak luput dalam perjuangan politik membawa aspirasi rakyat walaupun resiko hukum diterimanya. Karena kritiknya pada pemerintahan dimasa itu maka majalah terbitannya Pedoman Masyarakat dibredel.
Dalam memperjuangkan demokrasi, HAMKA melalui tulisannya "Demokrasi Kita" berdampak pada tuduhan melakukan gerakan subversif membuat Hamka diciduk dari rumahnya ke tahanan Sukabumi pada tahun 1964. Namun demikian beliau tetap berjuang melalui karyanya dalam tahanan merampungkan Tafsir Al-Azhar yang terkenal hingga sekarang dan banyak kita jumpai ditoko-toko buku. (disadur dari : wikipedia.org)
Sebagai seorang kompasianer kita dapat mengilhami dan mencontoh perjuangan beliau dalam menegakkan kebenaran tanpa harus memakai kekuatan otot namun dengan kekuatan pena melalui tulisan-tulisannya.
Kita dapat berdakwa, membagi ilmu dan menyebarkan kebaikan melalui artikel-artikel dikompasiana sebagaimana HAMKA sang ulama yang satrawan. Keteguhan memegang prinsip , keberanian melawan ketidakadilan dan tanggung jawab menerima resiko dari karya tulisnya seorang HAMKA memotivasi kita untuk melakukan hal yang sama.
Hikmah dari mengenang sosok Tokoh HAMKA Ulama Sastrawan, untuk menegakkan kebenaran bisa dilakukan dengan mudah dengan menggoreskan tinta-tinta pena diatas kertas putih untuk dibaca publik. Kalau era jaman sekarang menekan keyboard dengan ujung jari jemari kita kedalam komputer untuk hasilkan karya tulis yang bermanfaat bagi pembacanya.
Kalau HAMKA bisa menjadi seorang Ulama sekaligus Sastrawan, maka kita sebagai penulis bisa menjadi Kompasianer Ulama sekaligus Sastrawan sebab ada tanggung jawab sebagai seorang muslim untuk "sampaikan walau satu ayat".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H