Mohon tunggu...
Pekik Aulia Rochman
Pekik Aulia Rochman Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Alhamdulillah, Hopefully I am better than yesterday

Seorang opinimaker pemula yang belajar mencurahkan isi hatinya. Semakin kamu banyak menulis, semakin giat kamu membaca dan semakin lebar jendela dunia yang kau buka. Never stop and keep swing.....^_^

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Badan Bank Tanah: Menata Ulang Kepemilikan untuk Keadilan Sosial

31 Desember 2024   13:35 Diperbarui: 31 Desember 2024   13:35 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badan Bank Tanah hadir sebagai instrumen kebijakan yang dirancang untuk mengatasi ketimpangan ini. Dengan redistribusi lahan yang dikelola secara adil, pemerintah memiliki peluang besar untuk meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat kecil. Misalnya, redistribusi lahan untuk petani kecil dapat mendorong peningkatan produktivitas sektor agraria, yang selama ini menjadi tumpuan hidup sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain itu, alokasi lahan untuk pembangunan infrastruktur dan perumahan rakyat juga diharapkan dapat mempercepat pembangunan ekonomi yang inklusif.

Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari separuh petani kecil di Indonesia tidak memiliki lahan produktif sendiri. Redistribusi lahan melalui Badan Bank Tanah berpotensi mengurangi ketergantungan petani pada lahan sewa, sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional. Dengan pengelolaan yang transparan dan akuntabel, kebijakan ini dapat menjadi titik awal untuk memperbaiki struktur ekonomi dan sosial yang timpang.

Kantor Badan Bank Tanah. Dokpri
Kantor Badan Bank Tanah. Dokpri

Dinamika di Lapangan: Tantangan dan Hambatan

Meskipun Badan Bank Tanah membawa visi besar untuk menciptakan keadilan sosial melalui redistribusi lahan, implementasinya di lapangan tidak terlepas dari berbagai tantangan. Salah satu isu utama yang dihadapi adalah transparansi dalam pengelolaan tanah. Pengelolaan lahan dalam skala besar membuka peluang terhadap praktik korupsi, kolusi, atau penyalahgunaan wewenang. Tanpa pengawasan yang ketat, program ini berisiko kehilangan legitimasi di mata masyarakat.

Selain itu, resistensi sosial juga menjadi hambatan signifikan. Beberapa kelompok masyarakat, terutama petani kecil, mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini lebih menguntungkan investor besar daripada mereka. Contohnya, petani transmigrasi di Konawe, Sulawesi Tenggara, menyuarakan keresahan bahwa lahan yang telah mereka kelola selama bertahun-tahun dapat dialihkan menjadi aset Bank Tanah. "Dengan Bank Tanah, makin sulit, makin akan terhempaskan. Pemerintah sekarang, para penguasa, hanya nol koma sekian persen memikirkan rakyat untuk sejahtera," keluh seorang petani transmigrasi (BBC Indonesia).

Kekhawatiran semacam ini menunjukkan perlunya komunikasi intensif dari pemerintah untuk memastikan masyarakat memahami tujuan dan manfaat program ini. Sosialisasi yang minim dapat memicu kesalahpahaman yang justru memperburuk resistensi. Selain itu, pemerintah perlu menunjukkan komitmen kuat bahwa redistribusi lahan akan berpihak pada masyarakat kecil, bukan hanya pada kepentingan korporasi besar.

Langkah lain yang krusial adalah membangun mekanisme pengawasan yang melibatkan lembaga independen dan organisasi masyarakat sipil. Pengawasan ini tidak hanya akan meningkatkan akuntabilitas, tetapi juga membantu menciptakan kepercayaan publik terhadap kebijakan Badan Bank Tanah.

Mengelola Ekspektasi: Harapan Publik terhadap Bank Tanah

Badan Bank Tanah tidak hanya dianggap sebagai instrumen administratif untuk mengelola tanah, tetapi juga sebagai simbol harapan masyarakat terhadap terciptanya keadilan sosial yang nyata. Masyarakat berharap lembaga ini mampu menghadirkan perubahan dengan mengutamakan transparansi dalam setiap prosesnya, terutama dalam redistribusi lahan yang berpihak kepada masyarakat kecil.

Salah satu harapan utama masyarakat adalah keterlibatan mereka sebagai penerima manfaat. Petani kecil, yang selama ini berada dalam lingkaran kemiskinan akibat minimnya akses terhadap lahan produktif, menginginkan redistribusi lahan yang benar-benar memberikan mereka peluang untuk berkembang. Dalam pandangan masyarakat, transparansi dalam pengelolaan dan pendistribusian lahan adalah hal yang paling penting. Mereka ingin memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, seperti korporasi besar atau investor asing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun