Mohon tunggu...
Rohman Aje
Rohman Aje Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Alhamdulillah, Hopefully I am better than yesterday

Seorang opinimaker pemula yang belajar mencurahkan isi hatinya. Semakin kamu banyak menulis, semakin giat kamu membaca dan semakin lebar jendela dunia yang kau buka. Never stop and keep swing.....^_^

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Tak Ada Uang, Tenaga & Pikiran Pun Jadi

26 Desember 2015   11:48 Diperbarui: 26 Desember 2015   11:48 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tinggal di suatu lingkungan yang aman adalah salah satu idaman warga pemilik perumahan. Perasaan was-was atau khawatir sedikitpun tak terbenak, baik ketika berada di rumah atau sedang dalam bepergian, karena lingkungan di tempat tinggalnya sudah aman dan terbebas dari kemalingan atau perampokan. Membuat kehidupan di perumahan makin membetahkan. Rasa-rasanya tidak rugi membeli rumah di perumahan yang memiliki sistem keamanan yang terjamin, betul tidak? Betul...betul...betul.

Sobat di sini tau kan! kalau loe, gue dan dia mungkin punya hobi yang sama, yaitu hobi corat-coret. Meskipun yang dicoret memiliki tema yang berbeda-beda, seperti ada yang nyoret tentang kesehatan, gaya hidup, politik, pendidikan, puisi, cerita fiksi, fiksi ilmiah dan lain sebagainya. Namun satu hal yang pasti, kita tetap ada di dalam wadah dan hobi yang sama, yaitu corat-coret di Kompasiana, blog kroyokan khas Indonesia, kebanggaan warga penulis nusantara. Itu tandanya kita seperjuangan. Tapi sorry ye, tidak senasib keles, betul tidak? Betul...betul...betul. Nasib baik penulis tinggal di perumahan, nasib naas loe tinggal di pedesaan atau perkampungan, hehe. Terus, apa salahnya tinggal di desa, apa salahnya tidak menjadi orang kaya?. Ya, tidak ada yang salah, lagipula penulis tidak mengatakan kalau itu salah. Justru yang salah itu adalah Para Koruptor, Pemerkosa, Perampok, Pengedar Narkoba, Penyebar Konten Pornografi dan masih banyak lagi.

Jadi, sebetulnya tidak jadi masalah bila sobat tinggal di pedesaan, perkampungan, perumahan padat tipe RS-5 (rumah susun sempit sekali susah slonjor) atau di perumahan yang elit. Yang bakal jadi persoalan, jika lingkungan di tempat tinggal sobat sudah tidak aman.

No big deal, perhaps! bagi sobat yang tinggal di perumahan yang elit, karena sistem keamanannya canggih dan sudah dilengkapi dengan sekuriti yang memadai. Pagi, siang dan malam senantiasa terjaga oleh satpam. Namanya juga rumah elit, dengan harga yang mahal, sudah sepantasnya mendapatkan pelayanan keamanan yang handal.

Nah, bagaimana dengan sobat yang tinggal di perumahan yang biasa saja atau rumah-rumah di perkampungan, apakah mereka juga memiliki sistem keamanan yang sama dengan perumahan elit tersebut?. Hmm, bisa iya bisa tidak. Iya, kalau warga perumahan atau perkampungan itu mampu berswadaya membayar satpam-satpam tersebut. Tidak, bila sobat berpikir seribu kali untuk membayar satpam, sedangkan untuk bayar tagihan rumah atau cicilan motor saja sudah empot-empotan, hehe.

Lalu, bagaimana solusi untuk menjaga lingkungan tinggal mereka agar tetap aman?.

Tenang, uang bukanlah segalanya dalam penyelesaian masalah. Masih ada tenaga juga pikiran, sobat!. Untungnya tenaga dan pikiran ini tak perlu susah payah dicari, bahkan bisa sobat ciptakan sendiri. Syaratnya mudah, sobat hanya perlu sehat jasmani dan rohani.

Terus apa hubungan tenaga dan pikiran dengan lingkungan yang aman?

Jika hal-hal tersebut dihubungan dengan baik, maka sobat sekalian dapat menciptakan kembali atau menjaga kearifan lokal yang memang sudah menjadi budaya Indonesia sejak jaman dahulu. Budaya tersebut adalah gotong royong.

Solusi keamanan bagi perumahan atau perkampungan adalah dengan mengadakan rapat warga untuk membahas tentang jadwal ronda. Biasanya rapat ini atas usulan warga yang pro-aktif terhadap kepedulian lingkungan atau oleh warga yang rumahnya jadi korban kemalingan, hehe.

Cerita pengalaman Penulis yang hidup di perumahan bukan elit. Belum lama tinggal di perumahan, kurang lebih dua tahun. Tapi, belum banyak penghuninya. Tahun pertama situasi masih aman dan terkendali. Seiring dengan banyaknya penghuni-penghuni baru, yang telah akad dengan pihak bank jadi sedikit ramai. Secara geografis, perumahan tempat tinggal penulis viewnya oke punya. Secara!, perumahan tersebut berdiri di perbukitan yang masih hijau, sehingga memiliki pemandangan yang memukau. Rumah penulis, secara kebetulan menghadap ke arah timur dan terlihat dengan jelas pohon-pohon rindang, juga hamparan sawah yang hijau. Apalagi jika fajar tiba, sinar mentari terbit begitu indah, udara segar tercipta di mana-mana, membuat pandangan terpana, sehingga tak jemu mengalihkan mata. Untuk jalan masuk ke perumahan harus menyeberangi sungai besar dan kecil, sehingga harus dibangun dua jembatan. Di samping itu, harga yang ditawarkan di awal pembukaan lumayan sangat terjangkau, boleh dibilang sangat murah (Pertama ditawarkan pada tahun 2012 dengan harga 67 juta untuk rumah tipe 36 dengan luas 90 meter. Kabar terakhir tahun 2015 untuk tipe rumah yang sama, naik menjadi 115 juta). Hal tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi orang yang butuh rumah. Adapun kekurangan perumahan tersebut adalah karena luasnya daerah perumahan di perbukitan sehingga lemahnya pengawasan terhadap lingkungan, karena salah satunya tidak ada pembatas pagar yang mengelilingi daerah perumahan tersebut. Ditambah pihak pengembang tidak serius menangani keamanan. Jangankan satpam, pos penjagaan juga tidak ada. Di awal tahun sih, memang sempat ada yang jaga. Namun, pada bulan-bulan berikutnya sudah tidak ada.

View Depan Rumah Penulis (dokpri)

Dua Jembatan Menuju Perumahan (dokpri)

Itulah sekelumit persoalan yang sedang dihadapi para penghuni perumahan yang sama dengan penulis. Mungkin ini bisa terjadi di perumahan mana saja. Karena para pengembang atau pemilik areal perumahan cenderung bersikap Money Oriented. Sedangkan, hal-hal penting yang sudah menjadi hak warga perumahan, seperti keamanan, lampu penerangan jalan, dan lain sebagainya jadi terabaikan. Bahkan, sudah terjadi lima kali kasus rumah kemalingan di lingkungan perumahan penulis.

Berangkat dari persoalan tersebut di atas dan warga penghuni perumahan sudah sangat lelah mengingatkan Developer tapi tak berujung solusi, maka penulis yakin bahwa selalu akan ada hikmah dibalik semua masalah. Benar saja, suatu hari, ketika penulis sedang berada di kantor, waktu itu pukul 16.00 WIB, hari Jumat di bulan Desember 2015, tanggalnya terlupakan, ada telepon dari penghuni senior yang saya kenal dengan akrab bernama Pak Denny.

“Pak Pekik, maaf mengganggu! sekarang kebetulan ada rapat warga di masjid, kira-kira Pak Pekik bisa hadir?”. Seru Pa Denny.

“Maaf Pak Denny, sepertinya saya tidak bisa hadir, karena masih sibuk di Kantor.” Balas Pekik dengan sopan. Karena jam kerja kantornya untuk hari Jumat dari pukul 07.30-16.30 Wib.

Sepulangnya penulis dari Kantor saat itu, melihat ada Pak Denny sedang mertamu di rumah Pak Dadan, tetangga sebelah penulis, akhirnya penulis menyempatkan diri untuk mampir. Masih membicarakan tentang rapat tadi sore. Ternyata hasil rapat di masjid tidak berjalan lancar. Atas usulan Ibu Dadan, istri dari seorang suami yang kerja di Polres Kota Sukabumi, yang begitu aktif dan jadi pelopor arisan ibu-ibu perumahan, mengusulkan untuk diadakan kembali rapat. Namun kendalanya adalah tempat untuk rapat, karena masjid di perumahan yang statusnya masih belum jelas. Menurut infonya, masjid tersebut diwaqafkan oleh pemilik tanah, namun pemilik tanah tersebut yang tetap mengurusnya dan dipasrahkan oleh Pak Ustadz, sehingga ketika ada acara apapun yang menggunakan masjid harus seijin Pak Ustadz. Mendengar kendala tersebut, Pekik langsung menawarkan rumahnya untuk dijadikan tempat rapat yang dijadwalkan kembali pada hari Minggu, tanggal 20 Desember 2015.

Undangan rapat warga pada hari Minggu setelah Isya sudah disebar ke seluruh warga perumahan. Pekik tidak lupa memberitahu kepada istrinya, bahwa rumahnya nanti akan dijadikan tempat rapat. Dukungan penuh pun didapatkan Pekik dari istrinya. Bahkan nanti akan disiapkan jajanan oleh Bu Pekik berupa bala-bala dan gorengan pisang.

Ibu-Ibu menyiapkan makanan (dokrpi)

Minggu, 20 Desember 2015, Pukul 19.30, Pekik meminta bantuan tetangga sebelah, Mas Fredie untuk sama-sama memindahkan kursi tamu ke garasi untuk ruangan rapat. Pekik menggelar karpet di ruang tamu, sedangkan Bu Pekik sibuk memasak pisang goreng dan bala-bala yang tidak lama lagi selesai. Selang beberapa waktu, para tetangga dan warga mulai berdatangan. Ternyata Ibu-Ibu warga juga tidak kalah dengan bapak-bapaknya, mereka ikut datang ke acara rapat dengan membawa aneka jajanan. Malam semakin larut, akhirnya semua warga diminta segera masuk ke ruang tamu karena rapat akan segera dimulai.

Suasana rapat (dokpri)

Rapat pun dimulai dan berlangsung lancar. Kemudian berakhir sampai pada pukul 21.30 Wib. Peserta rapat tidak begitu banyak. Namun dampak setelah rapat yang penulis rasakan sendiri adalah:

  1. Warga semakin kompak
  2. Antara masing-masing warga bisa saling mengenal lebih dekat
  3. Kerukunan antar warga menjadi terjalin
  4. Problematika warga perumahan, seperti keamanan dan lain-lain bisa mendapatkan jalan keluar (diantaranya, dibuat jadwal ronda), dll.

Dari hasil tulisan ini dibuat telah muncul ide, gagasan atau pesan moral yang penulis sangka baik bakal bermanfaat untuk sobat semua. Semoga sobat semua yang hidup di perumahan, perkampungan dan pedesaan dalam keadaan aman sebab senantiasa menjaga kebiasaan baik bermusyawarah sebagai unsur dari gotong royong khas budaya Indonesia. Bagi sobat yang tinggal di perumahan elit, tidak rugi jika musyawarah/kumpulan sesama warga tetap diadakan meskipun keamanan sudah terjamin, karena hidup rukun dan kompak dengan sesama tetangga merupakan cerminan kehidupan sosial masyarakat yang damai dan tentram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun