Mohon tunggu...
Prambudi Andi
Prambudi Andi Mohon Tunggu... Editor - Laki-laki baik

i'm a observer who will give a comment about everything that is needed to be commented. i'm single. handsome. interested.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ayo Bangun Film "Murah" Indonesia

12 April 2015   22:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:12 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Siapa yang sudah menonton  Film Fast and Farious 7? Jika dilemparkan pertanyaan seperti itu mungkin hampir seluruh generasi muda di Indonesia akan mengatakan “sudah”. Iya, betapa tidak, film tersebut telah berseri hingga tujuh buah, pastinya merupakan film yang sangat bagus. Film yang menceritakan perjalanan hidup Vin Diesel, Alm. Paul Walker dan kawan-kawannya ini sangatlah seru dan menegangkan. Saya sendiri merasakan bagaimana tegannya ketika Paul Walker dan Vin Diesel berusaha kabur dari kejaran musuhnya dengan menerobos tiga gedung pencakar langit di Abu Dhabi.

Sungguh menakjubkannya film tersebut, namun apa kabar dengan film Indonesia? Baru-baru ini, beberapa film buatan Indonesia seperti Guru Bangsa Tjokroaminoto, dan Filosofi Kopi juga diputar di bioskop-bioskop kesayangan anda. Kedua film tersebut juga cukup mengagumkan, yang satu menceritakan salah satu tokoh dalam sejarah Indonesia, dan satunya menceritakan bagaimana menganalogikan kopi dalam kehidupan sehari-hari. Hehe sedikit sok tahu.

Baik, yang ingin saya kemukakan disini bukan mengenai beberapa film diatas. Hal yang ingin saya ungkapkan adalah beberapa film pendek atau dokumenter yang dibuat oleh sutradara orang asing dan memperoleh sejumlah penghargaan. Beberapa waktu lalu, saya membaca dibeberapa situs berita daring terkait beberapa film pendek atau dokumenter yang dibuat di Indonesia dan memperoleh sejumlah penghargaan di kancah internasional. Film-film tersebut contohnya adalah film Jalanan karya Daniel Ziv yang baru-baru ini diputar di Washington DC. Sebelumnya, film Jalanan ini juga menyabet penghargaan pilihan penonton (People’s Choice Awards) dalam Festival Film Internasional Melbourne, (MIFF), Australia tahun 2014 lalu.

Film lainnya adalah film Senyap atau The Look of Silence dan Jagal atau The Act of Killing yang digarap oleh sutradara Joshua Oppenheimer. Kedua film tersebut merupakan film dokumenter yang dibuat di Indonesia dan menceritakan tentang tragedi pembantaian massal di beberapa daerah di Indonesia tahun 1965 atau lebih dikenal dengan peristiwa G30S/PKI. Kedua film tersebut juga memperoleh penghargaan yang luar biasa. Film Senyap sendiri memperoleh penghargaan sebanyak lima penghargaan Grand Jury Prize dalam Festival Film Internasional Venezia ke 71 di Italia, penghargaan Federasi Kritikus Film Internasional terbaik, Penghargaan Film Kritikus Online, Penghargaan Federasi Kritikus Film Eropa dan Mediterania, dan Penghargaan Human Rights Nights Award untuk film bertama Hak Asasi Manusia (HAM).

Sementara itu, film Jagal memperoleh enam buah penghargaan di kancah internasional, yakni Audience Award dan Special Jury Prize dala Sheffield Documentary Festival di Inggris, penghargaan Grand Prize pada Biografilm Festival 2013 di Italia, Penghargaan Golden Chair dari Grimstad Short and Documentary Film Festival 2013 di Norwegia, dan Basil Wright Prize dari Royal Antropological Institute Film festival 2013 di Skotlandia, penghargaan San Suu Kyi dari Human Rights Dignity International Film Festival 2013 di Myanmar.

Ketiga film diatas merupakan film yang penggarapannya dilakukan di Indonesia dan mengangkat berbagai fenomena yang terjadi di Indonesia. Dilihat dari biaya pembuatannya, film tersebut pun tidak memerlukan biaya yang teramat besar, namun film-film tersebut berhasil meraih berbagai penghargaan di kancah internasional. Meskipun saya tidak tahu jumlah biaya yang telah dikeluarkan oleh para produsernya, jika dilihat dari hasil editing, kualitas gambar, maupun pemeran yang digunakan maka terlihat film-film tersebut diproduksi dengan biaya yang lebih murah. Pada dasarnya saya cukup bangga dengan film tersebut, namun kebanggaan tersebut tidak lengkap rasanya karena tidak seluruhnya digarap oleh orang Indonesia. Seharusnya, adanya film seperti ini dapat menggugah kembali produser film di Indonesia untuk membuat film dengan biaya yang rendah tetapi memiliki nilai jual yang tinggi, salah satunya adalah dengan membuat film pendek atau dokumenter seperti film-film diatas.

Salah satu film asli produksi Indonesia yang berhasil meraih penghargaan di kancah intenasional adalah film Negeri di Bawah Kabut. Film ini merupakan dokumenter tentang kehidupan petani di sebuah desa di lereng Gunung Merbabu. Film yang dirilis pada tahun 2011 ini memperoleh nominasi sebagai film dokumenter terbaik di Jerman dan ajang Asia Pasific Screen Award, dan penghargaan Special Jury Prize 2011 di Dubai dalam Dubai International Film Festival.

Selain film tersebut, mungkin masih banyak film lain yang produksi asli Indonesia yang memperoleh banyak penghargaan di luar negeri. Tetapi, kebanyakan film-film tersebut juga diproduksi dengan biaya yang lebih besar. Oleh karena itu, Memproduksi film dokumenter dengan berbagai kesederhanaannya akan lebih menguntungkan bagi produsernya. Selain itu, kita bisa menunjukkan bahwa sebuah karya yang menarik tidak hanya dihasilkan dengan biaya yang besar saja, tapi juga dengan biaya yang kecil. Selain itu, di Tanah Air kita yang tercinta ini, ada banyak cerita atau fenomena yang dapat dijadikan sebagai sebuah cerita dalam film dokumenter yang menarik. Jadi jangan sampai cerita-cerita tersebut diambil oleh orang-orang asing dengan biaya yang murah namun keuntungan yang mereka dapatkan jauh lebih besar.

Rencana yang dikeluarkan oleh Pemprov Jakartauntuk membangun pusat pemutaran film pendek pada peringatan Hari Film Nasional 30 Maret 2015 harus disambut baik oleh seluruh generasi penerus di dunia perfilman Indonesia sebagai tempat pemutaran film-film pendek. Jadi, dengan adanya rencana tersebut, lokasi pemutaran film pendek akan bertambah setelah sebelumnya dibuat di Kota Kembang, Bandung.

Oleh karena itu, mari para generasi mudah yang mencintai dunia produksi film, tingkatkan kreativitas dan kejelianmu dalam melihat hal-hal sederhana yang ada disekitarmu. Tidak perlu biaya yang mahal untuk membuat sebuah karya yang mahal, mungkin cerita orang-orang di sekitarmu atau pengalaman pribadimu akan menjadi sebuah karya yang menarik untuk difilmkan. Teruslah berkarya!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun