Mohon tunggu...
Alungsyah mt
Alungsyah mt Mohon Tunggu... Praktisi Dikantor Hukum Sidin Constitution -

Praktisi Hukum

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pemidanaan Korporasi

29 Desember 2016   15:15 Diperbarui: 2 Januari 2017   18:37 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Oleh: Alungsyah

Sepertinya hanya terjadi diindonesia semata, bahwasanya suatu korporasi kebal akan hukum, bahkan dapat dikatakan tidak tersentuh hukum sama sekali. Indonesia merupakan Negara hukum dan pernyataan ini terdapat dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, begitu juga dengan pasal 27 UUD RI 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang sama dihadapan hukum (equality before the law)tanpa terkecuali. Makna pasal tersebut diatas bukanlah makna yang kosong belaka, jika dianalisis secara akal sehat tidak ada satupun dimuka bumi ini yang kebal akan hukum termasuk suatu organisasi apapun atau Korporasi.

Korporasi tak ubahanya seperti manusia yang dapat bertindak dan melakukan perbuatan hukum melalui pengurusnya. Hal ini juga diakuai dalam hukum perdata kita, bahwa Korporasi sebagai suatu subyek hukum mandiri, persona standi in judicio dapat melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatig handelen; tort). 

Sejalan dengan itu, menelisik perkembanganya tentunya banyak Korporasi yang terlibat dalam aksi kejahatan, namun aksi yang dimaksud tidak dapat dijangkau dan bahkan jarang sekali ditindak secara hukum, yang ada hanya penguruslah yang bertanggungjawab dari apa yang dilakukan. Diakui atau tidak Korporasi memiliki peran penting dalam melakukan kejahatan, terkadang peran Korporasi menjadi “tameng” perlindungan bagi pengurus yang melakukan kejahatan baik korupsi, penyuapan dan kejahatan lainnya. 

Jika melihat kondisi kekinian, sudah sewajarnya peran Korporasi mendapatkan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan di republik ini, paling tidak ketentuan ini sudah diatur oleh Mahkamah Agung yang memiliki kewenanagan untuk itu melalui Pertauran Mahkamah Agung (PERMA)  Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi. Dengan adanya PERMA ini seyogyanya memberikan harapan dan angin segar bagi aparatur penegak hukum untuk menindak Korporasi yang berbuat nakal.

Sanksi Pidana

Dalam ilmu hukum pidana, gambaran tentang pelaku tindak pidana (kejahatan) masih sering dikaitkan dengan perbuatan yang secara fisik dilakukan oleh pelaku (fysieke dader). Sedangkan, perbuatan Korporasi selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia (direksi; manajemen). Maraknya tindak pidana yang terjadi dengan melibatkan Korporasi dewasa ini haruslah dapat dicegah dan ditindak berdasarkan aturan yang ada. 

Ketentuan aturan selama ini yang mengatur tidak memberikan peran penegak hukum untuk melakukan pemidanaan terhadap badan hukum atau suatu Korporasi yang melakukan kejahatan. Padahal diyakini apa yang dilakukan oleh pengurus (direktur utama/Dewan direksi) suatu Korporasi tidak mungkin murni atas nama pribadi pengurus. Pasti ada keterlibatan Korporasi dibelakangnya dan bahkan menguntungkan Korporasi yang bersangkutan baik secara materiil mapun non materil. 

Secara konvensioanl dalam KUHP kita mengenal adanya dua macam sanksi dalam hukum pidana. Ketentuan aturan ini pun hanya diberlakukan terhadap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana terdapat dalam pasal 10 KUHP yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri dari pidana mati, pidana penjara (penjara seumur hidup dan waktu tertentu), pidana kurungan dan pidana denda. Sedangkan pidana tambahan yaitu pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang tertentu serta pengumuman putusan hakim.

Berdasarkan hemat saya, dari segi aturan ada beberapa ketentuan yang mengatur tentang pemidanaan suatu Korporasi, walaupun ini tidak secara eksplisit disebutkan. Pada dasarnya apa yang dilakukan oleh pengurus yang melakukan korupsi atau tindak pidana lainnya tidak serta merta pelaku perorangan semata yang dapat dijatuhi sanksi pidana terhadapnya, namun Korporasi juga. 

Walaupun ini harus dibuktikan lebih lanjut atas keterkaitannya. Dengan demikian, jika dicermati dan dianalisa secara saksama, bahwa ketentuan pidana tersebut tidak hanya berlaku terhadap subyek hukum orang (Person), ini juga dapat diberlakukan terhadap subyek hukum non orang (recht person) yaitu badan hukum atau Korporasi. 

Jika menggunakan analisa sederhana bahwa pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi atau badan hukum diantaranya yaitu dapat berupa pencabutan izin atau operasi waktu sementara, atau selamanya, perampasan harta kekayaan, pencabuatan administrative (denda) bahkan pembubaran sekalipun. Inilah yang disebut sebagai pidana pokok, untuk pidana tambahan tetap mengacu kepada ketentuan pasal 10 diatas. 

Lebih lanjut Mahkamah Agung dalam PERMA-nya hanya menjatuhkan pidana denda terhadap Korporasi yang melakukan tindak pidana dan tidak dimungkinkan pidana badan. Jikapun benar demikian, maka sanksi pidana yang diterapkan tidak akan memberikan efek jera terhadap Korporasi yang melakukan pidana.

Perlu diketahui, selain itu ada ketentuan sebenarnya yang berbeda dari aturan sebelumnya yaitu undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Undang-Undang Tipikor Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001. Dari kedua Undang-undang tersebut memungkinkan untuk menjatuhkan pidana terhadap badan hukum dan bahkan pembubaran korporasi sekalipun.

Penjatuhan Sanksi Sosial

Diluar mekanisme sanksi hukum pidana, sebenarnya ada mekanisme sanksi lain yang dapat diberikan terhadap Korporasi yang tidak mematuhi aturan, saya menyebutnya yaitu sanksi sosial. Selain diberikan kepada pengurus, sanksi sosial juga dapat diberikan kepada Korporasi yang melakukan tindak pidana yaitu dengan cara mempersulit proses pengelolaan dan aktifitas Korporasi yang bersangkutan, misalnya saja pengurusan perizinan, memberikan CSR kepada seluruh warga setempat dengan melebihi ketentuannya dan lain sebagainya. 

Dengan adanaya sanksi sosial, dapat dijadikan sebagai “cambuk” tidak hanya terhadap pengurus semata, tetapi juga memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar yang selama ini menganggap Korporasi hanya merugikan masyarakat dan lingkungan. Sikap seperti ini kiranya harus dilakukan secara tegas oleh masyarakat kita, sebab masyarakat sejatinya yang memiliki kedaulatan penuh terhadap lingkungan sekitar dimana ia teinggal.

Dengan adanya sanksi sosial, maka diharapkan Korporasi melalui seluruh pengurus yang terlibat didalamnya, kedepannya dapat melakukan perbaikan, baik secara manageman Korporasi dan membangun sistem korporasi yang sehat bermutu sesuai tujuan pendiriannya. Terutama ditujukan untuk membantu kesejahteraan masyarakat yang berdasarkan atas nilai-nilai kebaikan anti kejahatan. Dari hal tersebut diatas, bilamana masyarakat bersikap acuh dan tidak mau tau atas apa yang dilakukan oleh suatu Korporasi, maka eksistesni masyarakat terancam punah dan semakin terjajah oleh elit-elit Korporasi yang memiliki sikap dan tindakan yang tidak bertanggungjawab.

[1]  Penulis merupakan Praktisi Hukum pada Law Firm A.IRMANPUTRA SIDIN & ASSOCIATES

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun