Mohon tunggu...
Alungsyah mt
Alungsyah mt Mohon Tunggu... Praktisi Dikantor Hukum Sidin Constitution -

Praktisi Hukum

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Analisa Tragedi Kopi

5 Februari 2016   19:02 Diperbarui: 14 Juni 2016   16:34 1143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisa Kejadian

Ditetapkannya Jessica sebagai tersangka tentunya tidak mengherankan, namun setidaknya juga mengejutkan. Karena kejadian yang sesungguhnya berawal ketika Jessica memesan kopi untuk temannya Mirna (korban) dan Hanny sebagai teman lamanya yang sudah lama tidak bertemu. Singkat cerita pada hari kejadian Jessica datang terlebih dahulu ke Café Olivier Grand Indonesia sekitar pukul 16.00 wib, sedangkan 20 menit kemudian Mirna dan Hanny datang, keduanya langsung duduk dimeja, Hanny berada diposisi paling kiri, Jessica dipaling kanan, Mirna paling tengah. Mirna langsung meminum minumannya (detiknews 19/1). Berarti kedatangan keduanya memiliki jedah waktu sekitar 20 menit.

Dalam keterangannya kopi yang dipesan oleh Jessica merupakan keinginan dari Mirna sendiri dan dalam hal ini pula Jessica bertindak sebagai orang yang mentraktir, ini dilakukan Jessica semata-mata atas kebaikan Mirna terhadap dirinya selama ini. Sehingga kopi tersebut berada dalam kekuasaan Jessica sebagai orang yang pertama datang sekaligus sebagai orang yang tampak dari luar mengetahui soal kopi tersebut.

Pada kesempatan ini mau tidak mau, suka tidak suka bahwa berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik Jessica-lah sebagai otak dari semuanya. Bahkan guna memperjelas kasus ini penyidik dalam hal ini Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes pol Krishna Murti mengatakan akan menggunakan teori  hukum Conditio Sine Qua Non (sindonews.com 25/1).Penggunaan teori ini dianggap tidaklah tepat,bahkan terkesan dipaksakan. Karena dalam hukum pidana berdasarkan teori tersebut, secara sederhana kejahatan yang terjadi mengalami hubungan yang panjang kebelakang atau dengan kata lain menarik hubungan kausal terlalu jauh dan tidak ada habisnya.

Tiap-tiap syarat atau semua faktor yang turut serta atau bersama-sama menjadi penyebab suatu akibat dan tidak dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor yang menimbulkan akibat harus dianggap causa (akibat). Tiap-tiap faktor memiliki nilai yang sama dan sederajad tidak membedakan faktor syarat dan faktor penyebab. Jika salah satu syarat tidak ada maka akan menimbulkan akibat yang lain pula. Teori ini juga disebut dengan equivalent theori karena setiap syarat nilainya sama dan bedingung theori sebab bagianya tidak ada perbedaan antara syarat dan penyebab. Ajaran ini berimplikasi pada perluasan pertanggungjawaban dalam perbuatan pidana. Artinya teori ini dikenal secara populer bertentangan dengan asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen straft zonden schuld).

Bilamana kepolisian dalam hal ini penyidik mau“bersabar’dalam menentukan tersangkanya, maka kasus ini tidak demikian jadinya. Karena penetapan Jessica sebagai tersangka dianggap sebagai pencapaian target dan tekanan dari berbagai pihak kepada penyidik. Semua mata tertuju kepada Jessica dan semua kejadian mengarah kepadanya dengan tidak memperhatiakan rentetan kejadian yang sesungguhnya. Seolah cerita yang beredar dirasa tidak adil dan tidak memiliki nilai objektif. Ini bukanlah omong kosong belaka, namun dapat dipertanggungjawabkan dengan logika paling rasional, tidak hanya dapat dimengerti oleh orang tertentu, masyarakat awampun pastilah mengetahuinya. Mengapa demikian, bayangkan atas kasus ini sepengetahuan saya belum pernah terungkap atau bahkan yang membahasnya dimedia manapun, baik itu oleh penyidik terlebih para pakar yang katanya memiliki keahlian khusus dibidangnya.

Mungkin ini hanya diungkap untuk pertama kalinya pada tulisan ini terkait dengan logika rentetan yang terjadi yang menetapkan Jessica sebagai tersangka. Dimulai dari sebuah pertanyaan mengapa Jessica sebagai tersangka? Apakah benar Jessica sebagai pembunuhnya dengan memasukan racun kedalam minumanna Mirna?. Menurut saya sebagai seorang praktisi hukum, tidaklah demikian, apa yang dilakukan oleh kepolisian sebagai penyidik penuh dengan tekanan, emosi bahkan dapat dikatakan hanya sebatas pemenuhan target semata dari desakan pihak tertentu.

Karena secara objektif tidak demikian adanya. Jangan sampai penyidik berpikir yang penting sudah ditetapkan sebagai tersangka dan untuk selanjutnya itu urusan Jaksa selaku penuntut Umum. Setelah itu seolah penyidik lepas tangan dan tidak memiliki lagi tanggungjawab secara yuridis. Ini jika dibiarkan akan menimbulkan peradilan sesat sebagaimana kejadian-kejadian terdahulu sebut saja kasus sengkon dan karta.Walaupun mereka secara fakta hukum dipersidangan terbukti bersalah, namun akhirnya keadilan dan kebenaran terungkap.

Logika rentetan yang tidak disentuh oleh siapapun itu ialah bahwa benar secara kasat mata kopi beserta gelasnya berada dalam kekuasaan Jessica (teori penguasaan). Namun apakah ada yang mengetahui bahan mentah kopi tersebut sebelum diolah menjadi kopi cair yang siap diminum?. Yang dimaksud ialah siapa yang meracik kopi, gula dan sejenisnya lalu memasukannya kedalam gelas,kenapa ini tidak ditelusuri dan diungkap dengan jelas oleh pihak kepolisian. Lalu apakah ada orang yang memesan misalnya dengan meminta tolong masukan benda ini kedalam kopi dimaksud, kemudian setelah kopi itu jadi, ketangan siapa saja kopi itu berpindah. Walaupun dikatakan bahwa kopi itu dibuat tidak sendirian dalam arti ada sepuluh kopi yang dibuat secara bersamaan yang siap untuk diantar dan dihidangkan ke tiap-tiap pemesan.

Namun tidak menutup kemungkinan juga itu merupakan kesalahan eksekusi dan sasaran yang dituju, baik secara pelaku maupun korbannya sebagaimana sempat dikatakan oleh Reza Indragiri Amriel beberapa hari lalu di ILC TV One. Rentetan inilah yang harus ditelusuri. Berarti Jessica bukanlah orang yang pertama atas kopi yang dimaksud. Ini bukan berarti ingin memojokkan orang yang meracik kopinya apalagi ingin merusak nama kafe tempat dimana terjadinya perkara, namun ini dilandasi berdasarkan peristiwa secara objektif dan rasional adanya. Bukan juga berarti ingin menuduh atau bahkan mendikreditkan siapapun itu. tetapi dari rentetan tersebutlah yang harus diungkap dan dibangunkan ketengah publik.

Karena konstruksi stetemen yang sempat diungkapkan oleh pakar Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel dalam tayangan Indonesia Lawyers Club di TV One beberapa hari yang lalu rasional adanya dengan mengatakan bahwa mana mungkin pembunuh berada dalam satu meja yang sama dan menunggu hingga matinya korban. Begitupun yang sempat diungkapkan oleh pengacara kondang Hotman Paris Hutapea dalam acara yang sama beliau mengatakan mana mungkin pembunuh melakukan itu pada tempat yang ramai banyak orang dan menunggu sampai korbannya meninggal dan lain sebagainya. Jadi apa yang telah teradi harus diletakan seobjektif mungkin dengan penuh kehati-hatian. Agar apa yang dilakukan tidak merugikan orang lain terutama dalam menentukan status tersangka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun