Mohon tunggu...
Alungsyah mt
Alungsyah mt Mohon Tunggu... Praktisi Dikantor Hukum Sidin Constitution -

Praktisi Hukum

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menganalisa Praperadilan Budi Gunawan

4 Februari 2015   18:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:50 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menganalisa Praperadilan Budi Gunawan

Alungsyah*

Budi Gunawan sebagai satu-satunya calon tunggal Kapolri telah memasuki babak baru yaitu praperadilan. Budi Gunawan “BG” ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan kepemilikkan rekening gendut dan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa minggu yang lalu. Atas tindakan yang dilakukan oleh KPK tersebut, pihak Budi Gunawan melalui kuasa hukumnya seolah bak “kebakaran jenggot”, sehingga menempuh jalan untuk melakukan praperadilan guna menguji keabsahan penetapannya sebagai tersangka. Ini merupakan tindakan “pemberontakan’ seolah apa yang dilakukan oleh KPK tidak benar adanya. Atas dasar itu pula pihak Budi Gunawan mengajukan permintaan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dalam kondisi demikian pun Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tentu tidak memiliki kewenangan untuk menolak permintaan tersebut, sebab sesuai asasnya yang mengatakan bahwa “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih/alasan bahwa hukum tidak/kurang jelas, hukumnya tidak ada, hukumnya tidak lengkap atau tidak sempurna (pasal 16 ayat 1 UUKK), sehingga lagi-lagi dengan penuh kewajiban patutlah kiranya untuk dilakukan pemeriksaan dengan menyidangkan permintaan tersebut sampai tahap akhir.

Langkah praperadilan oleh pihak komjen Budi Gunawan atas penetapannya sebagai tersangka dinilai kurang tepat bahkan tidak tepat sama sekali karena tidak berdasarkan hukum. Langka tersebut juga dinilai “ngawur” yang mana sesungguhnya pihak Budi Gunawan tidak memiliki celah atas penetapannya sebagai tersangka. Sikap inilah kemudian ditempuh terkesan ingin mencari “mujizat” melalui majelis hakim tunggal yang memeriksa. Jika permintaan tersebut dikabulkan hakim, maka hakim telah melanggar norma yang ada sebagai mana mestinya.

Kesesatan Berpikir

Sepertinya Budi Gunawan dan kuasa hukumya mengalami apa yang disebut dengan kesesatan berpikir. Mengapa demikian, sebab Budi Gunawan dan para kuasa hukumnya tentu merupakan orang yang berpendidikan tinggi terlebih dalam dunia hukum, baik itu secara legal formal, maupun sosial. Praperadilan yang dilakukan tidaklah relevan, bahkan mahasiswa semester awal pun mengetahui bahwa status tersangka bukan merupakan objek dari praperadilan. Apakah langkah yang ditempuh benar-benar atas ketidak pahaman Budi Gunawan dan kuasa hukumnya atau-kah ini bagian dari “trik” belaka. Sepertinya tidaklah mudah untuk menentukan “mens rea-nya”, sehingga ini tampak dari luar sebagai kelakuan yang mengada-ada. Sebagaimana kita ketahui bersama yang dimaksud dengan praperadilan ialah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang:

Pertama, sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan. Kedua, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan (pasal 77 huruf a), ketiga¸ sah atau tidaknya pemasukan rumah, penggeledahan dan atau penyitaan (pasal 82 ayat 1 huruf b jo pasal 95 ayat 2 KUHAP), dan keempat, ialah permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau pada tingkat penuntutan (pasal 77 huruf b KUHAP). Dengan adanya lembaga praperadilan ini berfungsi sebagai lembaga pengawasan secara horizontal oleh pengadilan negeri agar penyidik dan penuntut umum menegakkan hukum sesuai dengan wewenangnya masing-masing. Praperadilan sejatinya merupakan lembaga baru lahir bersamaan dengan KUHAP, sedangkan lembaga tersebut bukanlah lembaga yang berdiri sendiri. Berdasarkan perumusan pasal 1 butir 10 jo pasal 77 KUHAP dapat diketahui bahwa praperadilan hanyalah wewenang tambahan yang diberikan kepada pengadilan negeri atau tingkat pertama dan tidak dimiliki oleh lembaga tingkat diatasnya. Maka dari itu tindakan apa yang telah Budi Gunawan “BG” dan kuasa hukumnya lakukan tidak memiliki dasar hukum apapun, sehingga tepat kiranya jika hakim selaku majelis tunggal pemeriksa tidak menerima permintaan (untuk praperadilan tepatnya disebut permintaan bukan gugatan atau permohonan) tersebut.

Tergantung Hakim

Pemeriksaan praperadilan yang diajukan oleh Budi Gunawan “BG” secara hukum ketentuan dalam KUHAP bukanlah objek praperadilan dan bukanlah pula wewenang dari pengadilan negeri. Namun atas dasar itu, hakim sangatlah memiliki peran penting dalam menentukan kebenaran suatu kasus yang diajukan kepadanya. Hakim tunggal yang menyidangkan praperadilan Budi Gunawan disinyalir memiliki setidaknya rekam jejak yang kurang oke dalam karirnya. Atas itu juga Komisi Yudisial selaku dewan pengawas etik pernah menerima pengaduan/laporan pelanggaran yang dilakukan oleh hakim Sarpin Rizaldi, tercatat ada delapan laporan satu diantaranya tentang suap dan banyak pula putusan yang dinilai kontroversial (Jawa Post 2/2). Hakim Sarpin Rizaldi tergolong hakim senior, namun ia juga tergolong senior juga dalam “mengetuk palu” selama ini. Akan tetapi kasus yang dihidangkan terhadapnya menimbulkan kegamangan dari kedua belah pihak baik itu dari pihak Budi Gunawan sebagai “peminta” maupun dari KPK sebagai “terminta”.

Tidak hanya itu “kegamangan” juga dialami oleh pakar hukum, bahkan mantan hakim agung sekalipun. Kata was-was kiranya patutlah untuk diredam dengan sikap dan keyakinan hakim dalam melihat dan menerapkan “rule of game” yang ada. Sehingga sikap yang diambil oleh hakim pemeriksa tersebut benar-benar sikap yang berlandaskan kepastian hukum sebagaimana mestinya. Namun disisi lain juga kita perlu cemas atas tindakan apa yang nantinya akan diambil oleh hakim Sarpin Rizaldi. Mengingat keputusan tetap berada ditangannya dan tergantung pada rasionalitas nalurinya. Putusan bisa saja menyimpang dan tidak sesuai dengan undang-undang dengan melihat fakta-fakta yang terjadi selama persidangan, apakah fakta-fakta yang ada berbau ketidakadailan, cacat prosedur, sehingga sangat memungkinkan praperadilan status tersangka Budi Gunawan dikabulkan.

Patut Diduga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun