Mohon tunggu...
Agung Anugerah
Agung Anugerah Mohon Tunggu... Dokter - Warga Masyarakat

Tentang kesehatan dan fenomena dibaliknya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Iklan Rokok Mempengaruhimu

16 Maret 2022   09:38 Diperbarui: 16 Maret 2022   09:51 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah iklan memiliki dampak kesehatan?

Jika kita membicarakan tentang iklan dan kesehatan, bagaimana keduanya berhubungan? Iklan bertujuan untuk merubah perilaku manusia dengan tujuan akhir peningkatan penjualan ide atau produk yang ditawarkan, sementara kesehatanpun dibentuk oleh keputusan serta perilaku yang sehari-hari manusia pilih. Penelitian yang dilakukan oleh Microsoft dan Universitas Columbia mengungkapkan bahwa penelusuran informasi mengenai kesehatan ditemukan 50% lebih banyak pada pengguna internet yang terpapar iklan promosi kesehatan. Pendekatan yang dilakukan oleh iklan dengan membangkitkan respon kognitif serta emosi dari audiens bertujuan untuk mengubah kepercayaan dan persepsi terhadap suatu objek, yang kemudian memperkuat dorongan untuk mencapai perubahan perilaku. Hal tersebut sejalan dengan Theory of Planned Behaviour yang menjelaskan bahwa merubah persepsi seseorang terhadap keuntungan dan kerugian suatu tindakan dapat mempengaruhi kemungkinan untuk mengambil tindakan tersebut. Prinsip tersebut berlaku untuk semua iklan, baik iklan promosi kesehatan yang mendorong perilaku preventif terhadap suatu penyakit atau iklan pada umumnya yang mendorong audiensnya dalam membeli barang. Karena secara prinsip tujuan dari keduanya adalah sama, yaitu perubahan perilaku.

Salah satu iklan yang terus berdampak besar bagi perilaku kesehatan masyarakat di Indonesia adalah iklan rokok dan produk turunan tembakau. Masifnya kegiatan promosi yang dilakukan tergambar saat A Mild, salah satu varian rokok paling populer di Indonesia, menempati peringkat ketiga untuk merek dagang paling bernilai diantara semua produk konsumsi, yang tidak hanya terbatas pada rokok saja. Remaja dan kalangan dewasa muda tentu menjadi kalangan yang lebih rentan yang dilandaskan beberapa faktor, utamanya dikarenakan remaja menjalani perubahan besar dalam masa perkembangannya serta dalam pencarian identitas dan pengambilan risiko. Celakanya, iklan-iklan rokok cenderung menarik bagi remaja. Remaja di sekolah menengah atas yang dekat dengan iklan rokok luar ruang (paling tidak 1 iklan dalam jarak 200 meter) memiliki kemungkinan 2,8 kali lebih tinggi untuk merokok. Ironisnya, 74% iklan rokok berada dalam jarak 300 meter atau 5--10 menit dengan berjalan kaki dari sekolah. Status sosioekonomi rendah lebih dirugikan dalam hal ini. Remaja di lingkungan sekolah yang lebih miskin (berada di kecamatan dengan proporsi penduduk miskin lebih tinggi dari rerata) dengan kepadatan iklan rokok luar ruang yang lebih tinggi, cenderung 5,16 kali lebih mungkin untuk merokok. Hal tersebut tentu saja menjadi masalah kesehatan karena merokok merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan, terutama di kalangan laki-laki, berdasarkan riset Indonesian Global Burden of Study 2017. Pada 2015, Indonesia menanggung kerugian ekonomi sebesar Rp 600 trilliun (US$45.9 billion) karena penyakit yang disebabkan oleh konsumsi produk tembakau. Besarnya konsumsi rokok serta produk turunan tembakau pada kalangan remaja dan dewasa muda menjadi sinyal bahwa kerugian tersebut akan tetap ada atau bahkan lebih besar nantinya.

Indonesia adalah surga, bahkan untuk iklan rokok.

Selain ada di mana-mana, rokok dan produk turunan tembakau juga menjangkau strategi pemasaran yang sangat luas. Tidak hanya berhenti di iklan di media konvensional, pemasarannya juga dilakukan melalui sponsorship dan internet marketing. Luasnya strategi pemasaran tersebut bukannya tanpa alasan, aktivitas pemasaran rokok dan produk turunan tembakau sudah diatur dan dibatasi oleh Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 karena dampak kesehatannya yang besar dengan konsekuensi peningkatan beban pembiayaan kesehatannya yang juga besar. Peraturan tersebut menjadikan perusahaan rokok dan produk turunan tembakau mau tidak mau harus memanfaatkan celah-celah regulasi yang ada untuk tetap memasarkan dagangannya melalui kanal yang kurang teregulasi dan menggunakan pesan yang lebih subliminal, yang kemudian disebut TAPS (Tobacco Advertising, Promotion, and Sponsorship) untuk mendeskripsikan aktivitas pemasaran yang dilakukan secara lebih luas. Tujuannya tetap sama, perubahan perilaku audiens.

Dengan besarnya dana yang dapat dikeluarkan oleh perusahaan rokok serta produk turunan tembakau dalam mengampanyekan produknya, TAPS dapat memasuki wilayah yang sama sekali tidak berhubungan dengan inti bisnisnya. TAPS dapat membiayai acara pentas seni, beasiswa pendidikan, hingga pengembangan potensi olahraga. Toko-toko kelontong pun tak luput dari tawaran TAPS untuk menjadi lahan promosi dalam bentuk kerjasama. Keuntungan yang diperoleh dari guyuran modal terhadap sektor-sektor tersebut memang tidak dapat dipungkiri, namun penting untuk tetap sadar terhadap dampak yang akan ditimbulkan. Sadar atau tidak, pemakluman keberadaan TAPS dalam wilayah-wilayah tersebut berarti kita juga memperbolehkan TAPS membangun brand awareness ke khalayak yang lebih luas hingga ke segmen masyarakat yang sebenarnya jauh dari pengaruh produk yang dipromosikan. Rokok dan produk turunan tembakau menjadi lebih diterima didalam masyarakat sehingga menjadi sangat sulit untuk dikendalikan.

Zaman berganti, TAPS harus tunduk pada regulasi

Industri rokok perlahan mulai berpindah dari TAPS konvensional ke promosi secara online. Peralihan moda TAPS tersebut dilakukan dengan mempromosikan laman website atau tagar media sosial pada TAPS konvensional. Kelompok usia remaja dan anak-anak menjadi kelompok rentan terhadap dampak TAPS di internet. Sebagian besar remaja menggunakan media online (91%) dengan YouTube (61%) sebagai platform online utama yang digunakan remaja Indonesia dalam melihat atau terpapar oleh TAPS. Pada saat menggunakan media online tersebut, 4 dari 10 remaja telah melihat atau mendengar TAPS secara online oleh influencer/selebritas setidaknya satu kali seminggu.

Selain perubahan media yang digunakan, pesan yang digunakan pun juga ikut berubah. TAPS menggunakan pesan yang menginspirasi seperti 'rise and shine' (Surya Gudang Garam) dan 'committed to greatness' (Gudang Garam Signature); mendorong untuk mengambil tindakan atau tidak berhenti seperti 'Never Quit' (Surya Pro) dan 'Act Now!' (Clas Mild). Namun ironisnya, remaja tidak sadar terhadap taktik pemasaran yang dimanfaatkan industri rokok untuk menarik pemuda untuk mulai merokok, dan memasarkan rokok sebagai produk biasa dan aspirational. Remaja perokok cenderung memperhatikan TAPS dan menyukai tema karena mencerminkan citra dan selera anak muda. Hasilnya, satu dari lima remaja Indonesia usia antara 13 dan 15 tahun merokok, angka ini merupakan angka yang tertinggi di wilayah Asia Tenggara.

Pengendalian risiko kesehatan akibat TAPS

Bahaya dan dampak dari TAPS harus diimbangi dengan langkah pengendalian risiko yang sesuai. Saat ini kita memiliki PP 109/2021 yang juga mengatur mengenai penjualan dan pemasaran rokok serta produk turunan tembakau. Namun, sayangnya TAPS masih dapat ditemukan di tempat-tempat yang tidak seharusnya. Kedepan, pengendalian TAPS merupakan arah kita bersama sebagaimana diamanatkan pada RPJMN 2020-2024 yang mengandung butir-butir pengendalian konsumsi produk tembakau, diantaranya larangan total iklan rokok, pembesaran peringatan kesehatan bergambar, dan juga penguatan layanan berhenti merokok. Pengendalian TAPS ini hendaknya tidak ditunda lagi mengingat pengendalian ini terus berpacu melawan laju 16,4 juta perokok baru pada usia 10-19 tahun yang muncul tiap tahunnya. Kita dapat mulai bergerak dengan menyebarkan isu ini ke lingkungan sekitar kita, semakin banyak masyarakat yang sadar akan isu ini, semakin banyak yang tergerak, maka semakin mungkin penegak hukum akan mulai menertibkan TAPS yang melanggar aturan. Semua orang boleh kok mencari nafkah dan mengiklankan produknya, tapi harus sesuai aturan, dan TAPS sudah kelewatan. Mungkin saat ini kita kerap tidak menyadari bahwa iklan turut memprogram perilaku kita. Termasuk sedikit kita sadari bahwasanya kita dapat menentukan (atau setidaknya, mendorong) iklan apa-apa saja yang boleh ada di lingkungan kita, baik dunia nyata maupun dunia maya. Kita dapat mendorong dan mendukung pembangunan manusia salah satunya dengan mendukung pengendalian TAPS.

TAPS tentu harus mengikuti regulasi terhadap berbagai macam pembatasan dan larangan telah ditentukan. Selain itu, regulasi TAPS juga harus diikuti oleh tindakan penanggunalangan risiko yang strategis. Iklan memang seperti sihir. Tanpa disadari, iklan turut membentuk hidup manusia hingga menentukan derajat kesehatannya, seperti pesulap yang menyihir tanpa disadari. Setidaknya, now we see more.

--

Daftar Pustaka

Yom-Tov, E., Shembekar, J., Barclay, S. et al. The effectiveness of public health advertisements to promote health: a randomized-controlled trial on 794,000 participants. npj Digital Med 1, 24 (2018). https://doi.org/10.1038/s41746-018-0031-7

Ajzen I Fishbein M. Understanding Attitudes and Predicting Social Behavior. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1980

SEATCA. Indonesia: Tobacco companies spend big $$ on advertising, 2017. http://tobaccowatch.seatca.org/index.php/2017/02/16/indonesia-tobacco-companiesspend-big-on-advertising (accessed 23 Feb 2017)

Chido-Amajuoyi OG, Mantey DS, Clendennen SL, et al. Association of tobacco advertising, promotion and sponsorship (TAPS) exposure and cigarette use among Nigerian adolescents: implications for current practices, products and policies. BMJ Glob Health 2017;2: doi :10.1136/bmjgh-2017-000357

https://theconversation.com/riset-remaja-yang-sekolahnya-dikepung-iklan-rokok-cenderung-lebih-tinggi-merokok-161658

https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(18)30595-6/fulltext

Kosen S, Thabrany H, Kusumawardani N, et al. Health and Economic Costs of Tobacco in Indonesia : Review of Evidence Series. Jakarta: Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (LPB), 2017 dapat diakses di litbang.emkes.go.id

Astuti, P. A. S., Assunta, M., & Freeman, B. (2018). Raising generation "A": a case study of millennial tobacco company marketing in Indonesia. Tobacco Control, 27(e1), e41--e49. doi:10.1136/tobaccocontrol-2017-054131

Sebayang, S. K., Dewi, D. M. S. K., Lailiyah, S., & Ahsan, A. (2018). Mixed-methods evaluation of a ban on tobacco advertising and promotion in Banyuwangi District, Indonesia. Tobacco Control, tobaccocontrol--2018--054443. doi:doi.org/10.1136/tobaccocontrol-2018-054443

https://mediaindonesia.com/humaniora/340904/menkes-didesak-segera-revisi-pp-109-tahun-2012-tentang-tembakau

Tan YL. and Dorotheo U. (2016). The Tobacco Control Atlas: ASEAN Region, Third Edition, November 2016. Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA), Bangkok. Thailand

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun