Akhir tahun banyak yang bilang waktunya berlibur. Jatah cuti yang belum banyak digunakan plus tuntutan kerjaan akhir tahun yang menumpuk, menyebabkan virus HIJ (Hasrat Ingin Jalan-jalan) kian menggebu tak tertahankan. Masalahnya tujuannya kemana ya, masa cuma ke mall atau dalam kota saja. Padahal kita berdua tipe yg non "ikut arus" dan lebih suka perjalanan semi petualangan sambil mencari objek budaya dan sejarah. Destinasi awal ditetapkan Cirebon-Kuningan, namun aku protes, Itu mah masih terlalu dekat, soalnya aku senangnya nyetir jarak jauh wkwk). Akhirnya secara spontan, kami berdua jalan-jalan ke Purwokerto dan Cilacap, hingga tiba di Benteng Pendem.
Mengantisipasi kondisi jalan tol di akhir tahun yang masih padat akibat banyak orang-orang yang ingin melewatkan sisa waktu dengan berlibur, maka kami memutuskan untuk berangkat pukul tiga dini hari. Setelah Gerbang Tol Cikarang Utama, laju kendaraan melambat. Ratusan atau mungkin ribuan mobil seolah-olah parkir di jalan tol. Baru pukul enam pagi bisa masuk Tol Cipali. Eh tapi sebelumnya sempat beristirahat satu jam di rest area, karena kondisi mata yang 5 watt tidak bisa diajak kompromi. Menuju tol Palimanan-Kanci, jalanan kembali padat. Hoooi ada apa sih? Oooooh ternyata ada kecelakaan. Jalan pun ditutup, jadinya hanya satu lajur.
Setelah dua jam berkendara melewati jalan yang turun naik, persawahan, dan juga pinggiran laut, maka kami tibalah di Benteng Pendem. Kesan pertama melihat obyek wisata ini adalah gerbang masuk yang ditata apik menyerupai benteng yang gagah. Namun, ketika melangkah masuk, dapat dengan jelas terlihat ilalang yang tubuh tinggi tidak terawat, menambah kesan ditinggalkan dan nampak angker.
Dinamakan Benteng Pendem karena bangunannya tidak tampak dari luar, seperti dipendam tanah. Ia disebut juga Kusbatterij Op de Land Tong Te Cilacap yang berarti tempat pertahanan pantai di atas tanah menjorok ke laut, menyerupai bentuk lidah. Setelah Indonesia merdeka, maka benteng ini berada di kekuasaan TNI namun kemudian tak terpelihara hingga kemudian benteng ini dipugar pada tahun 1986.
Kami berdua jalan mengelilingi bangunan benteng. Bangunan yang terbuat dari bata merah dan sangat kokoh ini menyiratkan akan kualitas bangunan Belanda yang tanpa kompromi. Ada 14 ruang barak sebagai tempat prajurit beristirahat. Bangunan ini yang kondisinya paling bagus di antara lainnya. Aku mencoba masuk, langit-langitnya cukup tinggi dan bisa dimasuki. Ruangannya begitu gelap. Istri melarangku untuk masuk semakin dalam karena kuatir ada yang mengikuti hiihhh, tapi memang hawa-hawanya tidak enak sih. Di bangunan tersebut tertera tahun 1877.Â
Hingga saat ini masih banyak bangunan yang belum selesai digali karena keterbatasan dana. Kondisi tempat wisata ini saja nampak kurang terawat, padahal sangat potensial. Coba kalau benar-benar dirawat maka benteng ini kondisinya bakal semenarik seperti Kota Tua di Jakarta. Ada banyak kisah bersejarah di Benteng Pendem dan sekitarnya, dari kisah orang buangan di Nusakambangan, pelabuhan Cilacap sendiri, sistem tanam paksa, jalan Daendels, dan sebagainya.
Masih ada waktu menikmati Cilacap di Pantai Penyu hingga matahari terbenam. Setelah itu kami berdua harus berkendara ke Purwokerto sekitar dua jaman. Dari Cilacap kami bawa cerita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H