Dari dulu saya bayangin bisa menapakkan kaki ke benua Eropa. Daftar negara Eropa yang paling ingin saya kunjungi adalah Jerman dan Eropa Timur. Tak dinyana setelah tahun sebelumnya gagal, tahun ini akhirnya bisa merasakan hidup di Eropa. Di Jerman lagi. Tidak sehari tapi hitungan bulan. Wew.
Tapi mumet juga nih untuk menyampaikan kabar tersebut ke istri. Dianya sih pasti senang akhirnya suaminya dapat kesempatan mencicipi pendidikan di Jerman. Tapi kabar buruknya, pasangan tidak boleh ikut. Pasti dia bakal ngambek nih. Siap-siap tameng.
Si istri langsung cemberut mendengar kabar tersebut. Ia coba mencari celah, misal menyusup kek, cari penginapan murah di dekat penginapan yang disediakan panitia atau hubungi warga couchsurfing yang biasanya mudah dimintai tolong berbagi akomodasi.
Saya menggeleng dan menolak semua idenya. Yang bikin idenya semua mental kota yang dituju berpindah-pindah, jadinya lokasi penginapannya tidak tetap. Setiap dua minggu berpindah dan tidak setiap tempat menyediakan satu kamar untuk tiap individu. Aturannya juga dimuat jelas di ketentuan. Gawat kalau gara-gara ketahuan istri nebeng, diriku bisa-bisa dipulangkan paksa.
Akhirnya masih dengan cemberut ia menjawab tidak apa-apa sendirian. Kasihan juga...pukpukpuk. Eh tapi kan di rumah ada kucing yang diberinya nama Nero, pasti dia nggak bakal begitu kesepian. Sebenarnya nggak baik sih kucing di dalam rumah, tapi untuk saat ini tak apa-apalah.
Ya masalah nomor satu beres. Masalah nomor dua adalah barang-barang yang harus dibawa. Koper di rumah rasanya kurang besar. Baju hangat harus bawa beberapa, juga dalaman yang disebut long john soalnya kata teman di sana masih masuk musim dingin. Terpenting juga makanan. Istri menyiapkan makanan kering, bumbu masak siap saji dan sambal botolan. Ada rendang kemasan juga. Top markotop. Centang poin makanan dan barang, beres.
Waktu kulihat koperku lagi la kok penuh sesak padahal masih ada yang belum terbawa. Kucek lha kok isinya banyak banget mie instan. Eh istri nawarin bawa beras segala. Walah, kayak mau pindahan aja.
Oleh karena waktu bepergian ke Eropanya lama, si istri menyarankan bawa rice cooker mini. Dulu ia punya waktu masih lajang tapi sudah rusak. Akhirnya kami pun memasukkan mini rice cooker dalam daftar barang elektronik yang harus dibawa. Jika kangen makan nasi, bisa langsung masak di rice cooker.
Barang elektronik memang penting sebagai teman perjalanan. Bersama istri, aku mendaftar barang elektronik yang perlu kubawa selama ke Jerman.
Yang pertama dan terpenting tentunya smartphone alias mobile phone. Punyaku sudah lecet-lecet dan suka hang gara-gara sering jatuh. Permukaannya agak licin. Kayaknya perlu ganti nih.
Istri cemberut mengingat hape terakhir adalah pemberiannya. Aku perlu mobile phone yang kapasitasnya lebih oke, yang bisa multitasking dan tidak gampang hang, bisa buat main game, dan kualitas buat nyetel musiknya juga mantap, biar di kamar tidak bosan. Sebagai teman mobile phone, saya pun menyiapkan power bank. Dua buah sekaligus, kuatirnya di sebuah tempat nanti susah charger hape.
Berikutnya adalah laptop karena ada banyak tugas dan laporan. Untuk saat ini tidak apa-apa deh pakai laptop kantor.
Ponsel, laptop, power bank dan rice cooker mini sudah masuk daftar. Kucari-cari kamera digital kami. Sejak di tempat suci India kamera itu bermasalah dan ternyata sampai sekarang juga sama. Kamera digital pun masuk daftar. Anggaran untuk kamera digital maksimal Rp 3 juta, yang bisa menghasilkan gambar terang, detail dan cepat fokus.
Jadinya barang elektronik yang bakal kubawa yaitu ponsel, laptop, power bank, rice cooker mini, kamera digital dan travel adaptor. Kecuali laptop, aku perlu belanja.
Seperti layaknya netizen yang melek internet, saya pun mengecek harga melalui web. Pada bulan Desember tahun lalu Electronik City juga banjir diskon. Aku memeriksanya di website Electronic City dimana ada pengkategorian juga bisa disetel harga minimum dan terendahnya.
Singkat cerita, tak lama setelah itu aku berangkat ke Eropa. Di sana ada banyak hal menarik yang membuatku tak bosan untuk memotret. Tapi aku cepat homesick terutama dalam hal masakan. Syukur-syukur ada rice cooker mini. Tinggal beli beras aku bisa masak nasi dan menyantapnya dengan rendang. Masakan Indonesia memang luar biasa.
Teman-teman lain sudah kangen makan nasi dan lauk rumahan, eh aku tenang. Ada rice cooker gitu lho. Yang lain kemudian ikut-ikutan beli rice cooker di Jerman yang selisih harganya lumayan.
Hampir setiap dua minggu sekali kami berpindah tempat. Start di Berlin, kemudian menuju Munster, Heidelberg dan kota-kota lainnya. Saya dan teman-teman diajak ke parlemen Jerman, melihat BPJS ala Jerman. Yang serunya, saya dan beberapa orang dari Indonesia sempat menonton piala Eropa. Wew atmosfernya itu. Berkat kamera digital dan mobile phone semua itu bisa didokumentasikan lewat gambar dan juga video pendek.
Untuk mobile phone, selain membantu untuk memotret, membuat video, ia membantu dalam urusan peta. Biar hemat saya lebih sering jalan kaki. Dengan aplikasi peta di ponsel maka saya pun tidak takut tersesat. Juga bisa dilihat di peta, lokasi toko, halte bus dan lain-lain.
Yang terakhir ini nih yang paling penting. Komunikasi. Hampir setiap hari kami saling menelpon. Biar kantong tak jebol kami pun menelpon via aplikasi chatting, sehingga hanya menyedot kuota internet. Awalnya kami ngobrol lewat laptop, tapi karena kurang praktis kami pun ngobrol via hape. Kami janjian waktu menelponnya, terkadang di Indonesia kata istri sudah dini hari. Waktu itu kami merasakan puasa dan lebaran berjauhan, jadinya benar-benar terasa pentingnya mobile phone untuk berkomunikasi.
Mumpung Electronic City bakal merayakan ulang tahunnya ke-15, siapkan daftar belanja elektronik, biasanya banjir diskon. Barang elektronik seperti gadget memang terbukti sangat membantu dalam travelling. Yang ingin liburan akhir tahun persiapkan gadget yang ingin dibeli agar bisa liburan maksimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H