Foto : teguh Yuswanto
Kita bukan pembuat sejarah. Kita dibuat sejarah. Sejarah bukan beban ingatan. Tapi penyerahan jiwa. Itulah cuplikan sambutan pelukis Fitrajaya Nusananta pada Grand Opening Solo Exhibition berjudul Memoir of The Old Master pada Sabtu (8/1) lalu di Gedung Kunstkring, Jalan Teuku Umar No 1, Menteng Jakarta Pusat.
Sesaat kemudian, pelukis kelahiran Sungai Penuh, Jambi menampilkan karya - karya lukisnya melalui proyektor diantaranya berjudul Michaelangelos David-acrylic di atas kanvas, Basquiat Range, Picasso Cries and Reveries, Three Basquiat Skulls, Threesome Women (Tribute to Picasso, Amadeo Modigliani dan Frida Kahlo), Under Your Skin dan lain - lain.

Sedikitnya ada 24 lukisan yang di pajang dari 40 karya lukisan yang dibuat.
" Yang jadi andalan lukisan berjudul Basquiat and Picasso. Karena saat membuat karya khusus untuk pameran ini, saya terinspirasi dari mereka," tutur Fitrajaya Nusananta.

Untuk menikmati karya - karya Fitrajaya Nusananta ini mesti sudah memiliki bekal pengetahuan tentang dunia seni lukis itu sendiri. Sebab obyek - obyek yang ditampilkan adalah tokoh - tokoh yang pernah dilukis oleh pelukis maestro seperti, Leonardo da Vinci, Frida Kahlo, Picasso, Gustav Klimt, Amadeo Modigliani, Basquiat dan lain - lain.
Penikmat juga harus paham siapa tokoh - tokoh yang dihadirkan kembali dalam kanvas sehingga muncul dialog baru dan butuh tafsir baru. Seperti kemunculan Marylin Monroe dan Monalisa dua tokoh dari abad yang berbeda. Begitu muncul dalam kanvas melalui sapuan kuas Fitrajaya Nusananta timbul sejarah baru. Dan tafsir baru.
Untunglah, kurator Mirwan Yusuf membantu menjelaskan karya - karya Fitrajaya Nusananta. Dengan lancar, Mirwan Yusuf menjelaskan siapa sosok Marylin Monroe, Frida Kahlo, Monalisa, Liz Taylor, John Lennon dan Hitler.

"Peran perempuan bukan main - main. Dari perempuan lahir wanita - wanita hebat, Marylin Monroe, Monalisa dan lain - lain," tutur kurator Mirwan Yusuf.
Bahkan menurut Mirwan Yusuf, suksesnya pameran tunggal ini juga berkat keterampilan Maya Urbach, kakak kandung Nafa Urbach yang menjadi motor pameran tunggal ini. Dan sebagian besar dikerjakan oleh perempuan.
Fitrajaya berharap dengan pameran tunggal ini, setidaknya pesan dalam karya lukisannya yang bergenre pop art dan Contemporary art dapat dinikmati dan dikenal khalayak.
"Tentu saja setelah grand opening, kita harapkan pengunjung bisa mengapresiasi karya - karya yang ditampilkan. Karya - karya yang terinspirasi dari karya old master," harap Fitrajaya Nusananta.

Artis tanah air Nafa Urbach juga ikut mengapresiasi pameran tunggal pelukis Fitrajaya Nusananta.
"Seniman adalah wadah untuk emosi dari seluruh tempat, dari langit, dari bumi, dari secarik kertas, dari bentuk yang lewat hingga membentuk kebohongan menjadi kebenaran. Begitulah pandangan saya dari apa yang saya lihat dari lukisan bang Fitrajaya Nusananta. Teruslah berkarya dan teruslah merubah warna menjadi indah," tulis Nafa Urbach.
Pameran tunggal ini terwujud berkat kerja sama antara Galleri Soekarno-Hatta Blitar, milik Andreas Gunawan dengan Galeri Seni Kunstkring, Menteng Jakarta Pusat.

Andreas Gunawan tentu punya tujuan dengan melakukan kerja sama tersebut.
"Lukisan Picasso yang tidak bisa dijangkau, sekarang (dengan pameran ini) kita bisa menikmati karya Picasso melalui karya Fitrajaya Nusananta," sambut Andreas Gunawan.
Tentu saja karya - karya Picasso nyaris tidak bisa dimiliki secara perorangan. Akan tetapi karya Fitrajaya Nusananta masih bisa dikoleksi. Selain posisi berada di Indonesia, Fitrajaya Nusananta mematok harga sekitar 100 hingga 300 juta rupiah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI