Srengseng Sawah, Jakarta Selatan | Mungkin, saya salah satu Orang Indonesia yang tidak terkejut dengan 'ACT Gate;' hingar bingar ACT terpancar ke mana-mana setelah ada 'Mantan Orang Dalam' ungkapkan ke Media. Mengapa seperti itu, merekalah yang tahu.
Perhatian saya ke ACT, sudah cukup lama, awalnya ada broadcast masuk ke HP/WA untuk jadi mitra. Ketika itu, saya bertanya, "Barapa banyak Panti Asuhan Kristen, yang ACT bantu?" Mereka tidak menjawab, malah nomor HP/WA saya yang diblock. Setelah itu, saya lupakan.
Selanjutnya, ketika Jakarta ramai demo/aksi berjilid-jilid, Ambulanca ACT sigap berseliweran di area; membawa tenaga medis, konsumsi, dan lain-lain. Untuk yang satu ini, "dua jempol untuk ACT."
Perhatian saya pada ACT, ini membuat saya prihatin, ketika ada kasus gizi buruk di Asmat, Papua, akhir 2017-awal 2018. Waktu itu, ada juga sejumlah artikel di Kompasian yang salahkan Presiden Jokowi; namun dijawab dengan artikel oleh Dokter Posma Siahaan. Saya juga ikutan menulis, "Kejadian Luar Biasa di Asmat karena Dieksploitasi, Dieksplorasi, kemudian Ditinggalkan."
Saya ikutan menulis Artikel tersebut, karena menanggapi sebaran flyer dari ACT (flyer ini sudah tak ada di website ACT; untungnya, masih ada di laptop saya). ACT sebarkan flyer usaha dana bahwa ada Bencana Kelaparan di Papua (perhatikan, bukan hanya Asmat, tapi Papua).
Bayangkan, dengan narasi seperti itu, tentu menimbulkan berbagai tanggapan dan menggugah hati para donatur. Ketika itu, saya beberapa mahasiswa asal Papua di Lenteng Agung, sempat bertanya ke pemasang poster "Papua Kelaparan;" tapi tak ada jawaban pasti. Setelah itu, tak ada berita lanjutan tentang nasib pengumpulan dana tersebut.
Kini, beberapa hari terkhir, ACT mendapat sorotan tajam, termasuk tentang bantuan yang tak utuh ke 'orang atau daerah' yang dijadikan alasan mengumpulkan dana. Kemensos RI pun mencabut izin ACT melakukan PUB: Pengumpulan Uang dan Barang.
Kemunculan ACT, siapa pun pendirinya, pada awalnya, bisa disebut sebagai "oase di padang pasir;" ketika banyak orang 'mementingan diri sendiri,' ACT membuat langkah raksasa dalam rangka menolong sesama manusia sebagai saudara dalam kemanusiaan.
Bukankah itu selaras dengan menempatkan diri sebagai, "Sesama Manusia untuk Yang Lainya, tanpa memandang batas-batas perbedaan etnis, iman, agama, dan golongan?"
Juga, dalam kelebihan dan kekurangannya, boleh disebut bahw ACT telah berhasil menjadikan mereka yang beda etnis, bangsa, iman, agama, golongan sebagai Saudara dalam Kemanusiann, sehingga ia harus menolong, membantu, merawat, dan berkorban untuk Sang Saudara (yang dalam derita dan penderitaan) tersebut.
Namun, apa mau dikata, seiring dengan perjalanan waktu, agaknya tujuan ideal ACT tersebut telah bergeser. Bahkan, jika benar, dari jejak digital dan seperti publikasi media, dana dari ACT pun mengalir hingga Suriah, India, bahkan Al Qaeda.
Apa mau dikata, kini, kita, anda dan saya, menanti kelanjutan ACT.
Opa Jappy | Indonesia Hari Ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H