Biden pun meminta Kongres AS untuk membatalkan keputusan MA AS. Tapi, sebaliknya dengan rakyat AS; ada yang menyebut sebagai, "Ini adalah hari yang telah lama kamai nantikan. Kami akan memasuki budaya kehidupan baru di AS."
Keputusan MA AS pun langsung diikuti oleh sejumlan Negara Bagian; secara bersamaan melarang pembatalan kehidupan janin dalam rahim.
Konteks Kekinian Indonesia
Data global menunjukan bahwa di seluruh Dunia, setiap tahun, terjadi sekitar 56 juta kasus pembatalan kehidupan janin dalam rahim. Itu merata pada semua benua, di Negara miskin maupun kaya. Banyak alasan, mereka lakukan hal tersebut.
Bagaimana di Indonesia? Alasan-alasan pun merata, lihat awal tulisan. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia atau SDKI 2021, tingkat pembatalan kehidupan janin dalam rahim mencapai 228 per 100 ribu angka kelahiran hidup. Ini juga yang menumbuhsuburkan klinik dan tindakan medis ilegal.
Bisa dibayangkan, berapa yang terjadi setiap hari, secara sah dan ilegal. Juga, berapa banyak kematian ibu atau perempuan yang tewas akibat salah penanganan. Lalu?
Umumnya, di Indonesia, dengan alasan keagamaan, 'mengikuti' Kelompok Pro Life, yang menolak pembatalan kehidupan janin dalam rahim. Namun, setiap hari terjadi Kehamilan yang Tak Diinginkan.
Maka, jika terjadi KTD (dalam keluarga), yang terjadi adalah 'pergeseran' ke arah menyetujui pembatalan kehidupan janin dalam kandungan, karena sejumlah alasan, (paling mengemuka adalah alasan aib keluarga dan moralitas).
Berdasarkan semuanya itu, harus ada upaya bersama untuk mencegah KTD. Selain dengan kekuatan spiritual-keagamaan; perlu edukasi publik (yang terbuka) tentang memaknai serta menghargai aspek-aspek hidup dan kehidupan. Termasuk, pada kalangan muda, memahami relationship yang berkualitas, tanpa harus 'buka-bukaan untuk menciptakan janin dalam rahim.' Ada banyak cara dan model untuk relationship yang berkualitas.
Cukuplah!
Hargailah Hidup dan Kehidupan sebagai Amazing Grace dari Sang Khalik
Opa Jappy | Pendiri Pro Life Indonesia