Gereja Katolik sangat tegas, jelas, dan berlaku untuk umat Katolik di seluruh Dunia. Bahwa, Gereja Katolik mengizinkan pernikahan beda agama atau 'disparitas cultus' dan perkawinan beda Gereja atau 'mixta religio' serta tak memaksa pasangan yang beda agama untuk masuk agama tersebut. Namun demikian, kedua mempelai harus mengikuti tata cara peneguhan sesuai iman Katolik.
Bagaimana dengan Gereja Kristen Protestan (dan mazhab-mazhabnya). Sebagai orang yang berlatar Filsafat dan Teologi, saya melihat bahwa kalangan Protestan lebih ribet dari Katolik memandang, memahami, dan menilai perkawinan beda agama.
Banyak mazhab Protestan 'nyaris' sama dengan MUI, yang menolak perkawinan beda agama; apa pun alasannya, tidak boleh terjadi perkawinan seperti itu. Kalangan penolak ini pun cenderung mengjustifkasi bahwa "terang tidak bisa menyatu dengan kegelapan."
Sementara itu, Kalangan Protestan yang menerima, bahkan meneguhkan, perkawinan pasangan beda agama, menilai bahwa "Agama atau pun Gereja tidak berhak melarang orang yang membangun keluarga karena saling mencintai. Yang penting, mereka membangun itu berlandaskan kasih. Kasih adalah bahasa universal, tak terbatas pada agama, etnis, dan kebangsaan."
Jadi, Gereja (melakukan) peneguhan dan pemberkatan perawinan pasangan beda agama karena mereka (pasangan tersebut) membangun hubungan karena kasih. Dan, bukankah kasih kepada Sang Khalik dan sesama manusia, merupakan pijakan dasar dalam/di semua agama?
Semoga semuanya jelas.
Pastinya, RA dan EDS telah melakukan sesuatu yang  pertama kali terjadi di Indonesia, bahkan di Dunia; melangsungkan Pemberkatan dan peneguhan secara Kristen serta Akad Nikah secara Islam; kemudian meminta pengesehan pencatatan ke Pengadilan.
Itu bisa menjadi inspirasi untuk para pasangan muda yang terhambat perkawinan karena perbedaan agama.
Semoga
Opa Jappy | Indonesia Hari Ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H