Ideologi, berakar dari Idea/Ide dan Logou/s (Yunani Koine). Idea merupakan landasan awal pemikiran atau pemikiran yang sangat mendasar. Idea juga bisa bersifat asali atau pun paduan hasil oleh pikir; paduan dari nilai-nilai yang sudah ada sebelumnya; dan berkembang, dipahami, dilaksanakan oleh setiap yang ada dalam Komunitas. Logou/s merupakan ucapan, ungkapan, kata, kata-kata.
Jadi, sederhananya Idiologi merupakan ungkapan (dalam bentuk orasi dan narasi) gagasan yang dibangun berdasar landasan berpikir yang asali atau telah ada sebelumnya. Idiologi bisa berkembang karena disistimasikan, dan diajarkan (secara formal dan informal) atau pun diwariskan ke generasi berikut.
Pola pewarisan tersebut melalui unsur-unsur kebudayaan; misalnya seni, bahasa, gaya hidup dan kehidupan, perilaku, etika, ajaran moral, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, ideologi menyangkut keseluruhan aktivitas hidup dan kehidupan; serta bisa sebagai identitas/ciri khas setiap orang di/dalam komunitas, sub-suku, suku, serta Bangsa dan Negara.
Opa Jappy, 1 Juni 2020
Seputaran Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pancasila, Menteng, Jakarta Pusat | Hari Ini, 31 Mei 2022, saya ajak anda (yang sementara baca) melompat ke masa lalu; masa yang, seharusnya, tak terlupakan dari arsip ingatan. Ya, coba dengan kendaraan imaginasi l, meluncurlah ke 31 Mei 1945.
Ketika itu, Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan atau BPUPKI, (berdiri 29 April 1945), 28 Mei 1945 (hingga beberapa hari kemudian) melakukan Persidangan di Gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta (sekarang dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila).
Pada awal persidangan, peserta berdiskusi, debat, silang pendapat tentang sebutan, bentuk, dasar, idiologi Negara (yang akan merdeka). Ketika itu, ada banyak pilihan bentuk negara; misalnya Kerajaan, Republik, Federasi, Serikat, bahkan sebagai "Persekmamuran Belanda;" Â idiologi dan Negara pun masih banyak tawaran serta pilihan: religius, sekuler, atau gabungan keduanya tanpa saling mengganggu tapi melengkapi satu sama lain.
Karena "saling-silang" itulah maka BPUPKI membentuk Panitia Sembilan untuk merumuskan Dasar dan Idiologi Negara (tentu dengan semangat "Sebentar Lagi Hindia Belanda akan menjadi Negara Berdaulat, Merdeka, dan Mandiri").
Panitia Sembilan tersebut, adalah Soekarno, Mohammad Hatta, Mr AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakkir, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Wahid Hasjim, Mohammad Yamin. Panitia Sembilan ini diberi waktu dua hari (29 dan 30 Mei 1945) untuk merampungkan tugas mereka.
Pada persidangan 31 Mei 1945, peserta menyampaikan usulan dan gagasan tentang Idiologi dan Dasar Negara; termasuk yang menjadi debat panas di persidangan.
Ketika para peserta menyampaikan pidato usulan mereka; pemuda Soekarno, yang duduk di pojok ruangan, menyimak dengan penuh perhatian; sambil, tangan menulis pokok-pokok penting di kertas.
Malamnya, ketika semuanya beristirahat, Soekarno mengolah ulang catatan-catatan gagasannya plus apa-apa yang ia dengar selama persidangan. Setelah itu, lewat tengah malam, Soekarno tertidur karena kelelahan namun bahagia.
Bahagia karena, besok 1 Juni 1945, ia akan menyampaikan usulan dan gagasan tentang Idiologi serta Dasar Negara.
Cukuplah
Opa Jappy | Indonesia Hari Ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H