Bogor, Jawa Barat | Selama Perang Dunia II, utamanya era Jepang berkuasa di Indonesia, sejumlah gedung gereja ditutup Sordadu Nipon. Tidak ada ibadah; gedung dipakai untuk Markas Bala Tentara Jepang. Bukan itu saja, sangat banyak rohaniawan Protestan dan Katolik (yang berasal dari Eropa) ditangkap, dipenjarakan, bahkan dieksekusi.
Terjadi Moratorium Total antara Gereja-gereja di Indonesia dan Eropa. Gereja-gereja di Indonesia, ketika itu, belum siap sebagai "Gereja yang Mandiri" secara Organisasi, Dana, dan Rohaniawan; mau tak mau harus konsilidasi dan menata diri dalam rangka melanjutkan pelayanan rohani terhadap umat Kristen di Indonesia.
Karena itu, perlu wadah bersama; agar secara bersama menemukan solusi cerdas untuk mengisi kekosongan akibat Moratorium Total sejak era Nipon (saat PD II).
Maka, pada tahun-tahun berikutnya, sejumlah organisasi Gereja mendirikan wadah bersama; antara lain
- Dewan Permusyawaratan Gereja-gereja di Indonesia, di Yogyakarta, Mei 1946
- Majelis Usaha bersama Gereja-gereja di Indonesia bagian Timur, di Makasar 9 Maret 1947
- Majelis Gereja-gereja bagian Sumatera, di Medan, Januari 1949
Kemudian, beberapa tahun berselang, Prof. Dr. Mr. Todung Sutan Gunung Mulia Harahap memprakasi pertemuan pendahuluan untuk mempersiapkan persidangan pimpinan Sinode Gereja-gereja di Indonesia. (Prof  T.S.G. Mulia, Menteri Pendidikan RI dalam Kabinet Syahrir I dan Wakil Menteri Pendidikan RI dalam Kabinet Syahrir II pada masa awal Kemerdekaan RI, 1945-1946). Pertemuan tersebut pada 6-13 November 1949
Tahun berikutnya, Â Minggu ke IV Mei 1950, tepatnya 21-28 Mei 1950 di Aula STT Jakarta, sejumlah Pimpinan Sinode Gereja seluruh Indonesia mengadakan pertemuan; dengan tujuan mendirikan "Gereja Yang Esa" di Indonesia.
Hasil persidangan tersebut, pada Tanggal 25 Mei 1950, deklarasi berdirinya Dewan Gereja-gereja di Indonesia.
Pada Sidang Raya DGI X di Ambon tahun 1984, nama Dewan Gereja-gereja di Indonesia diubah menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia atau PGI.
Perubahan itu karena, Persekutuan lebih bersifat gerejawi dibanding dengan perkataan dewan. Dewan mengesankan kepelbagaian dalam kebersamaan antara gereja-gereja anggota. Persekutuan  menunjukkan keterikatan lahir-batin antara gereja-gereja dalam proses menuju keesaan.
####