Itu adalah hal biasa dalam keimigrasian suatu Negara, dan tak bisa diintervensi oleh siapapun. Justru, yang jadi ramai adalah orang-orang di Indonesia; mereka berkomentar simpang siur, bahkan dengan kata-kata yang "aduhai."
Ketika, saya, menelusuri sejumlah komentar dan reaksi (cenderung reaktif) tersebut, membuat heran, lucu, tertawa sendiri, sekaligus prihatin. Itu karena ada juga elite politik (dan keagamaan) yang ikut berkomentar miring; jika rakyat bisa, saya bisa maklumi.Â
Mengapa bisa seperti itu? Agaknya reaksi Orang Indonesia terhadap penolakan tersebut, 99 % tidak tahu alasan "mengapa Singapura menolak." Mereka hanya terpaku pada, "Kok Menolak, Keangkuhan Rasial, Meremehkan, dan Merendahkan, dan lain sebagainya." Yah, gitu deh!
Padahal, apa yang dilakukan Singapura tersebut sudah benar, tepat, dan tegas. Itu karena komitmen mereka terhadap International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination atau Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.Â
Jadi, siapapun, jika berdasarkan rekab dan jejak Dunia Nyata dan Dunia Maya, nyata-nyata atau terbukti melanggar ICERD pasti ditolak masuk Singapura. Jelas dan Paham?
So, sadulur-sadulurku, sebagai Rakyat, Bangsa, dan Negara, monggo, tak perlu ramai dan ikut debat tak berujung tentang penolakan Singapura. Itu adalah hak, ketegasan mereka. Semua elemen di Negeri Singapura berkewajiban menjaga harmoni dan keharmonisan sosial, masyakarat, serta hidup dan kehidupan.
Jadi ingat
"Saya berjanji untuk melakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan untuk melayani masyarakat Singapura dan itu tidak berubah, apakah ada pemilu  atau tidak ada pemilu.
Semangat dan komitmen saya untuk melayani rakyat Singapura tetap sama. Saya tetap berkomitmen penuh untuk melayani Singapura."
(Halimah Yacob, Presiden Singapura | Opa Jappy, September 2017)
Cukuplah