Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketupat Membawa Pesan Perdamaian

2 Mei 2022   18:12 Diperbarui: 2 Mei 2022   18:24 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sukabumi, Jawa Barat | Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1443 H.

Saya, sebagai tamu di Bungalow kecil, di tempat ini, di sini, area jauh dari derap dan gemerlapan Metropolis, Idul Fitri, terasa begitu hangat dan penuh persahabatan, ada sapaan tulus dari banyak orang.

Padahal, saya hanya tamu dan "orang asing;" namun kehangatan sapaan Idul Fitri pun sampai ke dalam diri ini; termasuk kiriman tupat (keras) dan sayuran, plus opor dengan potongan ayam kecil. Sederhana, tapi tulus, nikmat, dan menyentuh hati.

Ya. Ketupat telah menjadi bagian tak terpisahkan dari Idul Fitri. Kata Pak Nanang, penjaga Bungalow, "Di sini, pas Lebaran, semua rumah menyediakan tupat."

Juga, menurut Pak Nanang, "Siapa pun yang mendapat kiriman tupat, ia harus habiskan! Dan itu juga sebagai tanda menerima permintaan maaf, tetap bersahabat, dan kelangsungan hubungan."

Klop, dengan kutipan di atas. Ketupat Lebaran, bukan sekedar untuk mengenyangkan, melainkan kembali ke "titik awal rancang bangun persahabatan, persaudaraan, dan interaksi yang lebih baik dari hari-hari sebelumnya."

Nah. Sampai pada titik itu, berapa banyak tupat yang dirimu dapat atau makan hari ini? Atau, karena banyaknya kiriman, maka tupat dibiarkan di atas meja, dan tak tersentuh. Tak apa lah.

Tapi, tupat boleh tak tersentuh, namun, coba perhatikan. Tupat yang tak tersentuh tersebut, merupakan lambang atau "mewakili" Si Pemberi; ia hadir dan ada; ia telah menjadikan dirinya sebagai bagian dari hidup dan kehidupan dirimu, anda dan saya.

Dengan demikian, setelah hari ini, dan hari-hari selanjutnya, momentum menerima dan memberi tupat lebaran, gemanya terus terdengar dan terasa. Itulah Laku Papat, (lihat kutipan di atas). Semuanya berlanjut hingga Idul Fitri akan datang atau tahun depan.

Sayangnya, pada konteks kekinian, sangat banyak orang "menerima dan memberi ketupat," dengan hanya sekedar memberi dan menerima tanpa makna, sekedar kebiasaan, serta agar Si Penerima tahu bahwa Si Pemberi merayakan Idul Fitri.

Jika seperti itu, maka "roh hari kemenangan" dalam Idul Fitri, akan terasa biasa-biasa saja, tak berkesan, serta cepat terlupakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun