Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sehari Setelah Paskah: Thomas Sang Denial dan Kita

18 April 2022   14:01 Diperbarui: 18 April 2022   22:36 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Tribunews

VKBA, Cianjur Jawa Barat | Studi Kristologi (studi holistik atau menyeluruh tentang Kemanusiaan, Ketuhanan, Pra-Eksistensi, Interaksi Sosial, Karya dan Pelayanan, serta Eksistensi Yesus Kristus) menunjukan bahwa Kebangkitan Yesus tidak serta merta dipercaya para pengikutnya, termasuk di antara murud-murid-Nya. Oleh sebab itu, Yesus yang sudah bangkit itu, berulangkali memperlihatkan diri kepada para pengikut-Nya.

Narasi Kebangkitan Yesus

Setelah lewat hari Sabat, menjelang fajar  menyingsing pada hari pertama minggu itu, Maria dari Magdala, Yohana, Maria ibu Yakobus, dan perempuan-perempuan lain pergi ke kuburan Yesus. Mereka ingin, sebagaimana kebiasaan waktu ini, merawat dan menambah rempah-rempah pada jenazah Yesus.

Tiba-tiba terjadi gempa bumi; mereka melihat Mailaikat Tuhan, wajahnya bagaikan kilat dan pakaiannya putih seperti salju, mengguling batu penutup kubur dan duduk di atasnya, kuburan Yesus terbuka. Malaikat berkata kepada mereka,

"Janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu.
Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya.

Mari, lihatlah tempat Ia berbaring.
Dan segeralah pergi dan katakanlah kepada murid-murid-Nya bahwa Ia telah bangkit dari antara orang mati.

Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia. Sesungguhnya aku telah mengatakannya kepadamu."

Mereka ketakutan, termasuk tentara-tentara yang menjaga kubur. Ketika mereka melihat ke dalam, jenazah Yesus sudah tak ada; yang tersisa adalah kain kapan di atas altar batu tempat jenazah diletakan.

Kemudian, mereka keluar dan berdiri termangu-mangu. TIba-tiba di dekat mereka ada penampakan dua orang berpakaian yang berkilau-kilauan. Dan berkata,

"Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati?

Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit.

Ingatlah apa yang dikatakan-Nya kepada kamu, ketika Ia masih di Galilea,
yaitu bahwa Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga."

Mereka segera pergi dari kubur itu, dengan takut, sukacita, dan berlari cepat untuk memberitahukan kepada murid-murid Yesus.

Keraguan dan Penolakan Thomas

"Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya," (Tomas, Abad I Ms).

Tomas, sosok yang sangat dikenal oleh umat Katolik dan Protestan. Ketika murid-murid Yesus menyampaikan padanya bahwa Yesus sudah bangkit dari kematian, ia meminta bukti. Kata-kata di atas merupakan ungkapan jujur dari dirinya. 'Sikap' Tomas seperti itulah, maka ia dikenang sebagai orang yang tidak mudah percaya, skeptis, minta bukti dan fakta baru percaya.

Sehingga, hingga kini, misalnya di Indonesia, terutama pada komunitas Minahasa, Maluku, NTT, jika dalam percakapan sehari-hari, ada orang suka menyangkal sesuatu (menolak, tak percaya, skeptis, selalu minta lihat bukti fisik), maka ia akan disebut, 'Dasar Tomas;' dalam artian menyamakan orang tersebut persis kelakuan Tomas

Opa Jappy, November 2020



Denial

Sederhanya, denial, yang kini semakin popular pada kalangan milenial, walau salah kaprah memaknainya, merupakan proses atau mekanisme seseorang dalam rangka pertahanan dan penyusaian diri pada sikon kontemper yang terjadi atau dihadapinya; sikon tersebut, misalnya, kekalahan, kehilangan, kesedihan, duka, ketakutan, kekecewaan, cemburu, putus asa, dan lain sebagainya.

Pada sikon tersebut, orang yang mengalami atau memperlihatkan denial atau 'denialist,' umumnya memperlihatkan diri, minimal melalui raut wajah, orasi, dan narasi, tidak terpengaruh apa-apa terhadap hal-hal yang didengar dan dilihat atau yang disampaikan ke/padanya; walaupun semuanya itu telah ada bukti dan fakta.

Mungkin saja ketika, anda dan saya, melihat seseorang yang sementara denial, dengan cepat berpikir (dan menilai) bahwa orang itu kuat, tabah, kokoh, hebat pertahanan dirinya, sehingga tak terpengaruh apa-apa terhadap hal-hal yang menimpa dirinya.

##########

Dari narasi-narasi di atas, terutama keraguan Thomas, ada suatu simpulan bahwa murid-murid sempat meragukan  kebangkitan Yesus. Hal tersebut normal, karena dengan pemikiran dan akal sehat,  bagaimana mungkin orang mati bangkit atau hidup (lagi).

Selain itu, murid-murid pun belum pahami (atau lupa?) tentang makna dan pentingnya Kebangkitan Yesus; bahwa, "Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. 

Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Demikianlah pula halnya dengan kebangkitan orang mati." Pemahaman Iman ini, baru muncul kira-kira 20 tahun setelah peristiwa Kebangkitan Yesus.

Bisa disebutkan bahwa Thomas "mewakili" banyak orang, sepanjang sejarah umat manusia, yang perlu melihat bukti dan fakta, baru percaya terhadap orasi dan narasi apa pun.

Mereka bukan kaum pesimis dan "peragu" tapi orang-orang nalar terbangun dari dasar atau cara berpikir logis, tajam, dan kritis. Dengan cara seperti itu, logis-tajam-kritis, mereka tidak mudah terjerumus dalam jurang "asal percaya tanpa mikir."

Namun, "tidak asal percaya tanpa mikir" tersebut tak bermakna (selalu) mengkesampingkan dan mengabaikan orasi serta narasi dari lebih dari satu atau dua orang saksi mata; saksi yang mengalami, merasakan, melihat suatu peristiwa. 

Pengabaian (dan mengkesampingkan) seperti itu justru memperlihatkan diri sebagai orang yang keras kepala, egoistik, berpusat pada (pendapat dan pandangan) diri sendiri, serta tak mau dengar pandapat orang lain.

Dan, pada konteks kekinian, kaum seperti itu, umumnya, merupakan tipikal Thomas atau pun Denialist Kontemporer (hanya sementata menolak, kemudian percaya) atau pun Denialist Abadi.

Cukuplah

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

Artikel Terkait

Yesus Korban Supremasi Tekanan Massa

Bukan Jin yang Disalibkan, tapi Yesus Kristus

Tentara Menyebarkan Hoaks bahwa Yesus Tidak Bangkit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun