Semuanya itu, secara langsung menghancurkan spirit kebersamaan, kesetaraan, persatuan, dan kesatuan; bahkan nyaris menuju perpecahan dan kegaduhan sosial.
Selanjutnya? Pemberantasan hoax, orasi dan narasi intoleran, radikalisme, serta ujar kebencian suatu keharusan, tapi jika sanksi yang diberikan hanya seumur jagung dan padi; maka para pelakunya tak pernah jera dan tobat.
Akibatnya, semakin ke sini, terlihat bahwa Warganet mulai bosan menanggapi sebaran, orasi, dan narasi hoax, intoleran, serta ujar kebencian; mereka cenderung apatis. Ini berbahaya; dan saya takutkan terjadi merata dan merambah ke mana-mana.
Apatis, apathetic, bermakna acuh tak acuh, lesu, tidak menghiraukan); suatu sikon psikis yang menunjukan tidak peduli terhadap, hampir, semua hal yang terjadi di sekitarnya, termasuk yang berhubungan langsung dengan diri sendiri. Termasuk di dalamnya (sudah) tidak peka terhadap sikon dan kehilangan orientasi waktu (ini biasanya terjadi pada orang yang menderita sakit, lama terbaring di ranjang, serta terkurung dalam kamar). Ini merupakan apatis atau pun apatisme personal.
Selain apatisme personal, ada apatisme publik; atau suatu sikon pada masyarakat (pada komunitas atau pun kelompok masyarakat desa, kota, maupun wilayah yang lebih luas) acuh tak acuh serta tidak perduli terhadap apa pun yang disampaikan ke/pada mereka; misalnya, komunitas yang tidak menolak atau pun tak menerima program-program yang datang dari (ditawarkan) Pemerintah.
Jadi? Terpulang pada Aparat Hukum dan Pemimpin Bangsa, mau perbaiki keadaan atau melakukan pembiaran.
Opa Jappy | Indonesia Hari Ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H