Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Generasi Milenial dan Z Mudah Terpapar Intoleransi Agama dan Radikalisme

21 Februari 2022   15:24 Diperbarui: 21 Februari 2022   15:42 1324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hasil Riset BNPT tahun 2020,

  1. Mereka yang mudah terpengaruh radikalisme: perempuan, kalangan urban, generasi Z dan milenial, serta aktif di internet.
  2. Dari jumlah laki-laki dan perempuan yang disurvei, terpapar radikalisme (i) perempuan, 12.3 %, (ii) laki-laki, 12.1 (iii) Generasi Z, 14-19 thn 12.7 %, (iv) Generasi milenial, 20-39 thn 12.4 %
  3. Motivasi aksi radikalisme,  agama, 45,5 % persen; sisanya karena solidaritas komunal, balas dendam, separatisme, dan lainnya.

(Sumber: Hamli, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme 2007-2020 dalam Webinar intoleransi dan Ekstremisme di Media Sosial oleh The Center for Indonesian Crisis Strategic Resolution CICSR, Minggu 14 Februari 2022)

Dokpri
Dokpri

Bogor, Jawa Barat | Hasil riset di atas,  pada tahun 2022, mengalami trend menaik. Dalam artian, motivasi dan potensinya sama, namun jumlah yang terpapar menaik, walau tipis.

Data dari Hamli tersebut jika dirangkai dengan laporan Sidratahta Mukhtar, (Peneliti ahli dari BNPT, Januari 2016), maka, anda jangan kaget. Menurut Sidratahta Mukhtar, intinya adalah, "Ada 2,7 juta orang Indonesia (1 % dari total penduduk Indonesia) terlibat dalam serangkaian serangan teror. Jumlah itu belum termasuk pengikut dan simpatisan jaringan teroris."

Dari data 2016 dan 2020, dengan trend menaik, anda dan saya, bisa bayangkan  kira-kira populasi Orang Indonesia yang terpapar radikalisme. Mungkin saja mencapai 2%, Who Knows?

Apalagi, sikon dua tahun terakhir, semakin nampak dan jelas orang-orang yang memancarkan orasi dan narasi intoleransi beragama melalui berbagai media serta mudah diakses oleh siapa pun. 

Dari sikap intoleransi beeragama tersebut, (akan) mudah menjadi radikal (dengam idiologi radikalisme). Dan, jika tidak 'diselamatkan' maka sangat berpeluang menjadi teroris.

Dengan sikon seperti di atas, lalu, apa yang harus dilakukan? Menurut saya, upaya untuk menghindarkan dan menjauhkan seluruh anak bangsa dari intoleransi beragama, radikalisme, dan terorisme adalah tanggungjawab seluruh lapisan masyarakat; bukan melulu pada BNPT, TNI, dan Polri. Hal tersebut dapat dilakukan dengan banyak cara, antara lain

Dukungan Politik dan Parlemen

Lucunya di NKRI, jika Densus 88 menangkap atau pun menembak mati teroris serta adanya kasus-kasus intoleransi dan radikisme; sejumlah politisi di Negeri Tercinta ini gerah, gatal-gatal, mules, dan sakit hati. Sebab, menurut mereka, di Indonesia, tak ada teroris.

Itulah suara orang-orang yang tak mendukung NKRI bebas Intoleransi Agama, Radikalisme, dan Terorisme

Moderasi Agama

"Moderasi" memiliki korelasi dengan beberapa istilah.  "Moderasi" berasal dari kata moderation,  berarti sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan.  Moderator, yang berarti ketua (of meeting), pelerai, penengah (of dispute). Moderation berasal dari  Latin moderatio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). KBBI,  "moderasi" berarti penghidaran kekerasan atau penghindaran keekstreman.

Serapan dari kata "moderat", yang berarti sikap selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, dan kecenderungan ke arah jalan tengah.

Kesalahpahaman terkait makna moderat dalam beragama ini berimplikasi pada munculnya sikap antipati masyarakat yang cenderung enggan disebut sebagai seorang moderat, atau lebih jauh malah menyalahkan sikap moderat.

Perbaikan Sistem Pendidikan.

Termasuk asesmen terhadap Sekolah, Guru, Kepala Sekolah, secara berkala ada mentoring KBM, serta mengganti guru yang ajarkan intoleransi dan radikalisme ke peserta didik.

Interaksi

Data dari Badan Intelijen Negara, Juni 2021, 85% generasi milenial rentan terpapar radikalisme, ini diawali pada ruang kelas. Oleh sebab itu, perlu adanya pengawasan dan interaksi antara orang tua dan anak-anak secara berkualitas dengan kaum muda, termasuk generasi z dan milenial.

Ada yang lain? Silahkan tambahkan di Kolom Komentar

Opa Jappy

Pegiat Literasi Publik

Aktivis Hubungan Agama dan Negara

Indonesia Hari Ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun