Guru Menanam Radikalisme di Ruang Kelas
Ajaran radikal sudah masuk ke ruang kelas melalui proses belajar. Ironisnya, yang menanamkan paham radikal tersebut adalah guru. Selain itu, ada sekolah yang mulai abai untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila atau menyanyikan lagu Indonesia Raya.
(Penanganan Anak Dalam Countering Violent Extremism, The Habibie Center, Â Nopember 2017)
Guru Intoleran
Bulan Agustus-September Tahun 2018, UIN Syarif Hidayatullah melakukan penelitian untuk melihat pandangan serta sikap keberagamaan guru sekolah dan madrasah di Indonesia. Guru punya posisi strategis dan punya peran penting dalam pembentukan nilai-nilai, pandangan, serta pemikiran siswa.
Hasilnya, (i) 57% guru memiliki opini intoleran terhadap pemeluk agama lain, (ii) 37,77% keinginan untuk melakukan perbuatan intoleran atau intensi-aksi, (iii) 29% guru bersedia menandatangi petisi menolak kepala dinas pendidikan yang berbeda agama, (iv) 34% guru bersedia menandatangani petisi menolak pendirian sekolah berbasis agama non-Islam di sekitar tempatnya tinggal.
(Hasil penelitian Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah, Oktober 2018).
Anjungan Nusa Tenggara Timur TMII, Jakarta Timur | Semoga kita, anda dan saya, masih ingat catatan-catatan di atas. Semuanya belum lama, dan masih ada jejak digitalnya. Di bawah, masih ada arsip koran yang saya simpaan di Laptop sejak tahun 2018.
Fakta-fakta tersebut, menjadikan, suatu waktu di Tahun 2021, Menteri Pendidikan (singkatnya saja ya) menyatakan bahwa, "Tidak mentolerir adanya radikalisme dan intoleransi di Sekolah!" Great.
Tapi, apa yang Kementerian dan Instansi Terkait lakukan? Semuanya sunyi-senyap, membisu, serta nyaris tak berbuat apa-apa. Tak ada publikasi tentang adanya 'bina guru' Â (yang terpapar itu) agar mereka merobah diri, Â menyikapi perbddaan, serta memiliki nilai-nilai toleran dan menolak radikalisme. Prihatin.
Perilaku guru seperti di atas, tentu saja, jelas sangat mempengaruhi kualitas bertoleransi atau tidaknya pada anak didik mereka. Dampaknya, bisa, tercipta hasil didikan (dan lulusan) selaras dengan sikap dan sifat intoleransi (serta radikalisme) pada guru; dan itu ditanam oleh guru ke dalam diri para murid.