Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Telah Ada Keluarga Teroris di Indonesia?

30 Maret 2021   09:15 Diperbarui: 30 Maret 2021   11:05 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi WAG Indonesia Hari Ini

 

Catet: Teroris di Makassar adalah Pasangan Suami Isteri; Teroris di Surabaya, Beberapa Tahun Lalu, Satu Keluarga

Tangsel, Banten | Pasangan Teroris anggota JAD from Makassar masih tergolong keluarga milenial,  kelahiran tahun1995, dan menikah 7 bulan. Pasangan Teroris Ini tewas di TKP.

Pasangan ini, mencukupi kehidupan keseharian dengan Jualan Makanan secara Online.

Agaknya, penghasilan atau hasil usaha yang pasangan ini dapatkan cukup untuk kebutuhan hidup dan kehidupan mereka, dan mungkin saja berkelebihan

Kelebihan hasil usaha tersebut, ternyata, bukan untuk membantu sesamanya yang kekurangan; melainkan hal lain.

Pasangan Milenial tersebut, justru, membeli sejumlah materi atau bahan untuk dirakit menjadi bahan peledak. Mereka kerja sendiri dengan senyap? Entahlah.

Bisa saja, pasangan ini, merupakan bagian dari kelompok yang besar; buktinya  tertangkap sejumlah tersangka yang lain. Karena dalam kelompok itulah, maka pasangan ini bisa dan mampu merakit bom untuk eksekusi orang lain dan diri sendiri.

Dari dalam Komunitas JAD tersebut detail aksi disusun; selanjurnya (i) pasangan Milenial itu terpilih dan dipilih, (ii) bahan untuk eksekusi sudah tersedia, (iii) lokasi Katedral Makassar, (iv) waktu ditetapkan.

Namun, perhitungan pasangan milenial tersebut meleset. Mereka tak bisa masuk ruang Katedral karena tidak membawa Daun Palma.

[Note: Minggu 28 Maret 2021, Umat Katolik sebut sebagai Minggu Palmarum (sedangkan kalangan Protestan disebut Minggu Sengsara VII), sehingga setiap umat yang datang/hadir pada Missa membawa ranting Palma]

Petugas Katedral memantau pasangan itu, mereka mundur ke area pinggir jalan, tidak jauh dari pintu Katedral. Mereka terdesak, dan blaaaar. Bom meledak. Maka, berakhirlah kisah Pasangan Milenial tersebut.

Tujuan Membangun Keluarga untuk Mati?

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga, suami-isteri, yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, (UU RI No. 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan, pasal 1)

Keluarga adalah persekutuan antara suami dan isteri (dan anak atau anak-anak) yang terbentuk karena ikatan tertentu (misalnya Agama, Adat, Hukum Sipil), serta membangun hidup dan kehidupan bersama pada suatu tempat (tertentu).

Hal di atas, bisa juga bermakna bahwa, secara umum dan normal, tak ada orang yang membangun menikah serta membangun keluarga untuk tujuan mencapai kematian bersama secara tragis.

Nah. Lalu, mengapa Pasangan Milenial dari Makassar menjadi Bomber Katedral?

Itu hanya bisa terjadi karena beberapa kemungkinan, misalnya (i) masukan-masukan yang menggeser tujuan membangun keluarga, (ii) alasan ideologis dan perjuangan agamis, (iii) rela menjadi alat perjuangan, (iv) atau alasan lain yang tak pernah terungkap.

Peran Orang Tua dan Calon Mertua

Tidak ada orang tua atau pun mertua yang dengan sukacita merelakan anak-anaknya menikah dan membangun keluarga untuk tewas sebagai pembom bunuh diri. Tidak, dan sekali lagi Tak Pernah Ada. So?

Agar menghindari atau pun mencegah hal-hal seperti di atas (pada pasangan milenial dari Makassar), maka harus terjadi (serta utama) adalah pengenalan, yang menyeluruh, pada calon suami/isteri atau bakal menantu.

Termasuk, pandangan serta nilai-nilai hidup dan kehidupannya. Sehingga, orang tua dan juga calon mertua bisa mempertimbangkan menerima atau pun menolak calon menantu.

Tapi, bagaimana jika anak dan menantu tersebut berubah setelah mereka berpisah atau jauh dari orang tua masing-masing? Apalagi, merantau dan jauh dari daya jangkau orang tua. Itu yang sulit. Namun, bisa terpantau jika ada interaksi atau tetap berkomunikasi dengan berbagai alat komunikasi.

Tanpa komunikasi dan interaksi, terjadi banyak hal yang di luar dugaan. Faktanya, selama ini, para teroris (dan isteri serta anak mereka) yang tertangkap adalah orang-orang yang tertutup dan kurang interaksi dengan tetangga serta keluarga mereka.

##

Bagaimana anda dan saya menyikapi hal-hal di atas, utamanya, keluarga milenial yang menjadi bomber? Jujur, saya sendiri masih berupaya mencari cara tepat jika bertemu pasangan-pasangan muda, yang tertutup atau pun 'patut dicurigai, seperti itu.

Upaya sederhana, hanyalah membangun interaksi, komunikasi, pengenalan pada mereka; dan mungkin saja, mampu menarik mereka dari dalam jurang terpapar radikalisme.

Anda pun bisa.

Cukuplah

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun