Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

KBM Virtual, Kecanduan Google dan YouTube

27 Januari 2021   13:18 Diperbarui: 27 Januari 2021   13:52 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitaran Universitas Indonesia, Depok Jawa Barat | Sejak Tahun 2020 yang lalu, ketika Covid-19 tersebar secara global, termasuk di Indonesia, salah satu dampaknya adalah Sekolah menjadi  'Sekolah Virtual.' Dan, proses KBM pun menjadi pembelajaran tak harus bertemu, tapi tetap ada perpindahan ilmu dari Guru ke Murid (murid-murid); juga terjadi interaksi 'teman sekelas' antar sesama penghuni kelas.

Selain itu, pada KBM Virtual, guru/dosen dan peserta didik tak lagi bergantung pada batas ruang, bangku, meja, serta papan tulis. Bahkan, mereka pun tak tergantung pada buku-buku di/pada Perpustakaan.  Kelas mereka, virtual, perpustakaannya adalah Virtual Library, sumber belajar bukan hanya guru tapi juga internet search machinne. Dan, mesin pencari yang paling populer, utama, penting adalah Google

Pentingnya Google tersebut, memunculkan guru atau dosen berkata, "Cari di Google atau Silahkan Googling;"  dan nyaris  berkata, "Baca Buku Ini-Itu, halaman ...  ." Dengan itu, yang terjadi adalah (i) memicu peserta didik untuk mencari dan menemukan di Google, (ii) Google sebagai sumber informasi utama, (iii) terjadi kecanduan Google.

Kecanduan Google

Kecanduan yang dimaksud adalah pada setiap kesempatan (seseorang) mengakses Google; dan hanya menggunakan Google sebagai sumber utama untuk mendapat informasi, hiburan, game, berita aktual, dan lain sebagainya, serta, hal tersebut dilakukan tanpa mengenal batas waktu, sikon, dan tempat.

Kecanduan yang dimaksud adalah pada setiap kesempatan (seseorang) mengakses Google; dan hanya menggunakan Google sebagai sumber utama untuk mendapat informasi, hiburan, game, berita aktual, dan lain sebagainya, serta, hal tersebut dilakukan tanpa mengenal batas waktu, sikon, dan tempat.

Kecanduan YouTube

Kecanduan yang dimaksud adalah pada setiap kesempatan (seseorang) mengakses YouTube; dan hanya menggunakan YouTube sebagai sumber utama untuk mendapat informasi, hiburan, game, berita aktual, dan lain' sebagainya, serta, hal tersebut dilakukan tanpa mengenal batas waktu, sikon, dan tempat. Selanjutnya lihat Vidio


Selanjutnya?

Mungkin saja dua 'penyakit' kecanduan tersebut tidak disadari oleh banyak orang, termasuk guru/dosen, orang tua, dan peserta didik (murid, pelajar, siswa, dan mahasiswa). Atau, mungkin menyadarinya, tapi tak ada solusi dan alternatif lain sebagai pengganti Google, Youtube, dan 'Silahkan Googling.'

Note: Saya sempat bertanya ke/pada Pengelola Perpustakan Universitas dan Fakultas, ternyata terjadi penurunan kunjungan ke perpus hingga mencapai 25%. Dalam artian, jika sebelumnya pengunjunjung perpus, katakanlah 100 orang dengan durasi rata-rata 4 jam, kini hanya 25 orang dengan rata-rata durasi hanya 30-40 menit. Mungkin saja, hal tersebut terjadi juga pada perpustakaan SD, SMP, dan SMA/K. Itu terjadi akibat, peserta didik lebih mengandalkan mesin pencari internet daripada buku-buku.

Agaknya, guru dan dosen perlu ikut ambil bagai mengatasi kecanduan Google dan YouTube tersebut, lalu apa yang harus dilakukan. Itu yang perlu. Misalnya, (i) dorong peserta didik untuk menemukan jawaban dari Buku Cetak bukan e-book, (ii) guru dan dosen membuat tulisan/artikel pendek sebagai bahan ajar dan share melalui e-mail atau akun medsos, (iii) guru banyak memberi/kan tugas ke/pada peserta didik untuk membuat 'Laporan Buku/Baca' dan membuat resume; resume tersebut (akan) mendapat 'nilai tugas' setara dengan tes atau ulangan harian, dan lain sebagainya, (iv) jika harus mencari di internet, maka guru dan dosen memberi kata serta frasa kunci, misalnya,  "Cari dengan kata kunci Faktor-fakor Penghambat Pertumbuhan;" dengan itu, peserta didik tidak 'berkelana' pada rimba google untuk menemukan kata jawaban yang tepat.

Selamat Mencoba

Opa Jappy | Mantan Guru SD

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun