Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perkembangan Penyusunan Kanon

20 Januari 2021   17:36 Diperbarui: 20 Januari 2021   17:44 1032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dead Sea Scrolls | Dokumentasi Terang Sabda

Cipanas, Jawa Barat | Pada awal perkembangan gereja, ada orang-orang tertentu dalam komunitas jemaat mendapat atau menerima surat-surat yang dikirim oleh Paulus serta rasul-rasulnya. Komunitas jemaat mula-mula, pada umumnya sangat menghargai surat-surat tersebut dan difungsikan sebagai patokan ajaran kristiani, kemudian  dibacakan pada waktu ibadah. Surat-surat tersebut dianggap suci dan menjadi acuan utama untuk memenemukan jalan keluar dari permasalahan teologis, sosial, spiritual, maupun moral. 

Patokan ajaran itu sering disebut kanon. Istilah ini berakar di dunia Semit, yaitu kata kata kaneh (bahasa  Ibrani, artinya teberau, gelagah atau buluh). Gelagah dipergunakan sebagai alat untuk mengukur, sehingga kata ini dipakai juga dalam arti tongkat pengukur, Yes 40:3. 

Istilah canon berasal dari budaya Helenis, yang berarti norma, kaidah yang harus ditaati atau batasan yang harus diikuti. Karena pengaruh budaya Helenis, maka ketika Rasul Paulus menulis surat-surat kepada komunitas Jemaat Mula-mula, ia menggunakan istilah kanon. Misalnya 2 Kor 10:13, "...tidak mau bermegah melampaui batas, melainkan tetap di dalam batas-batas daerah kerja (kanon, kaidah, tali sipat) yang dipatok Allah..."; Gal 6:16, "...semua orang, yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan (kanon) ini, ... ."  

Kata kanon diadaptasikan oleh bapa-bapa Gereja sebagai istilah khas kristiani, cannones, menunjuk kepada keputusan-keputusan konsili, untuk menyatakan bahwa keputusan itu menjadi kaidah yang mengikat. Karena kata kanon juga berarti daftar, maka dalam konteks kristiani, bermakna daftar kitab-kitab tertentu, kitab-kitab yang diakui gereja sebagai Firman Allah, serta ditujukan khusus untuk surat-surat yang berwibawa dan suci. Sampai rentang waktu ini, kanon-kanon tersebut belum didaftarkan atau dibukukan serta masih tersebar di pelbagi tempat. 

Fakta sejarah memperlihatkan bahwa Gereja Kuno atau Jemaat Mula-mula telah mengambil sikap terhadap Kitab suci sebagai berikut: 

  • menerima sastra kanonis sebagai Perkataan Ilahi;
  • menempatkan kanon Yahudi -yang sekarang dikenal sebagai PL- dalam suatu kerangka pemikiran yang inklusif, dengan memelihara keanekaragaman tulisan;
  • mewujudkan hubungan dinamis, yang diungkapkan dalam liturgi jemaat, 
  • walaupun mereka mengetahui dan mengenal pengirim surat, tetapi memahami bahwa surat-surat (kemudian berkembang sebagai Kitab Suci) ditulis oleh Allah dan ditujukan bagi jemaat.

Kata-kata Yesus dimaknai sebagai firman yang berwibawa dan diteruskan secara lisan dalam bentuk literal, pernyataan, narasi; dan mungkin saja mengalami perluasan makna. Murid-murid menyebarkan ajaran Yesus tentang Diri-Nya, dan bisa jadi mereka menyampaikan ajaran sendiri mengenai Yesus. Mereka mengisahkan pengalaman ketika berinteraksi dengan Yesus; atau sebagai saksi perjalan hidup dan kehidupan Yesus Kristus. 

Dalam Logia tu Kyriu (Yunani, Perkataan-perkataan Tuhan). Salah satu catatan Papias adalah,... "Matius (yakni murid Yesus, rasul itu) sudah menyusun perkataan-perkataan Yesus dalam bahasa Ibrani Aram), dan masing-masing sudah menterjemahkan menurut kemampuan dan kesanggupannya".  Dengan demikian, jemaat mula-mula yang mendengar ajaran murid-murid menerima sebagai pesan suci dan berwibawa sama dengan tulisan-tulisan dalam PL; mereka juga menyebarkan kepada orang lain.   

Setelah komunitas pengikut Kristus berkembang menjadi persekutuan yang lebih besar, yang dikenal sebagai Jemaat atau Gereja Mula-mula, mereka saling berhubungan melalui utusan dan surat-surat, band. Kis 15:2, 20, 23; 2 Kor 3:1. Terutama mereka yang disebut sebagai pendiri jemaat -misalnya rasul- kadang dengan alasan khusus mengirim surat-surat, band. 2 Tes 2:2, 15; Kol 4:16; 1 Kor 5:9. Dalam kondisi seperti itu, kemudian berkembang dalam komunitas jemaat mula-mula, berdasarkan berita-berita lisan mereka memulai menulis  beberapa pokok iman yang penting, cerita-cerita tentang hal-hal yang dikerjakan atau dilakukan Yesus, sehingga terbentuk kumpulan ajaran-ajaran Yesus.

Seiring dengan berjalannya waktu,  jumlah para saksi mata dan para rasul berkurang, dan semakin banyak ancaman pemberitaan ajaran-ajaran sesat. Pada masa itu, banyak ditemukan tulisan-tulisan bercorak rohani, yang sebenarnya bukan Firman Allah. Oleh karena itu, gereja merasa penting untuk menentukan kitab-kitan mana sajakah yang dapat diakui berotoritas sebagai Firman Allah. Kemudian para rasul mulai menulis dan mengirim surat-surat kepada jemaat-jemaat, lalu diperbanyak untuk komunitas Kristen di  tempat lain, salinan-salin tersebut diabcakan pada persekutuan dan ibadah gereja, Kol 4:16; I Tes 5:7; Wahyu 1:3; pada masa itu, warga jemaat menilai bahwa tulisan-tulisan tersebut diinspirasikan oleh Allah, 2 Pet 1:20-21; Wahyu 22:18;  Ef  3:5.

Setelah generasi Kristen mula-mula mulai tidak ada karena proses regenerasi maupun penindasan atau penghambatan, di beberapa komunitas Jemaat Mula-mula merasa perlu untuk mencatat dan mengumpulkan ajaran-ajaran dan berita tentang Yesus, baik lisan maupun tulisan, yang beredar dan ada di antara mereka. Akhirnya, upaya tersebut menghasilkan kumpulan-kumpulan tulisan yang sistimatis dan teratur. Lukas 1:1 mencatat bahwa di masanya sudah "banyak orang berusaha menyusun berita atau kisah tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi", maksudnya segala sesuatu yang berhubungan dengan Yesus. Penulisan itu, tentu saja berhubungan juga dengan semakin berbeda dan terpisahnya para pengikut Yesus -yang sudah disebut sebagai Kristen- dengan umat dan agama Yahudi.

Menjelang akhir abad pertama dan awal abad kedua,  umat Kristen beredar berbagai tulisan kanon berupa surat maupun buku. Namun, tidak semua tulisan itu merupakan kanon, artinya bisa diandalkan sebagai patokan ajaran Kristen. Hal tersebut terjadi karena penulisnya memasukan pemikiran yang tidak sesuai dengan ajaran Yesus dan para rasul, bahkan bisa saja menyesatkan. Kerapkali tulisan-tulisan itu memakai nama orang lain, terutama nama para rasul atau pemuka-pemuka jemaat lainnya, dengan tujuan memberi wibawa pada tulisan tersebut. 

Pada waktu bersamaan, ada orang-orang yang menulis kitab-kitab tentang Yesus dan surat-surat ke gereja-gereja, namun tidak termasuk kanon. Lambat laun, gereja mulai membedakan antara kitab yang diinspirasi oleh Roh Kudus dan tidak. Marcion, seorang warga jemaat di Roma (kemudian memisahkan diri dari jemaat Roma dan membangun gereja sendiri), merupakan orang pertama yang berani menentukan Kitab Suci untuk para pengikutnya. Ia tidak mengakui PL, dan Kitab Sucinya terdiri dari Injil Lukas tanpa pasal 1 dan 2, Surat-surat Paulus, kecuali 1 dan 2 Timotius, Titus, tanpa Surat Ibrani. 

Kenyataan itu, menjadikan bapa-bapa gereja harus menentukan Kitab Suci Kristen. Sekitar tahun 200, telah tersusun daftar-daftar kitab dan surat yang dibukukan. Hal itu diketahui dari: 

  1. The Old Syriac, Terjemahan PB pada abad kedua dalam bahasa Syria. Semua kitab ada, kecuali: 2 Petrus, 2 Yohanes, 3 Yohanes, Yudas, dan Wahyu. Justin Martyr pada tahun 140 M. Semua kitab PB ada, kecuali  Filipidan 1 Timotius. 
  2. The Old Latin, sebelum tahun 200 M. Terkenal sebagai Alkitab dari gereja Barat. Semua PB ada, kecuali Ibrani, Yakobus, 1 dan 2 Petrus.
  3. The Muration Canon atau Kanon Muratori pada tahun 170 M, disusun dan diigunakan di jemaat Roma, berisi kitab-kitab PB kecuali Ibrani, Yakobus, 1 dan 2 Petrus 
  4. Codex Barococcio pada tahun 206 M, semua kitab PL dan PB ada, kecuali Ester dan Wahyu. Polycarpus,  pada tahun 150 M pernah mengutip Matius, Yohanes, sepuluh surat Paulus, 1 Petrus, 1 Yohanes dan 2 Yohanes.
  5.  Sekitar tahun 230, Origenes menulis daftar kitab-kitab PB, yaitu ke-4 Injil, Kisah Para Rasul, ke-13 surat-surat Paulus, 1 Petrus, 1 Yohanes dan Wahyu. Tahun 254, Origenes dari Aleksandria juga menyusun kitab-kitab yang dipakai dan harus ditolak oleh orang Kristen. 
  6. Sekitar tahun 300, hampir semua jemaat, di samping PL mereka menggunakan Kitab Suci -belum disebut PB- yang berisi ke empat Injil, Surat-surat Paulus, Kisah Rasul, 1 Petrus, 1 Yohanes dan Wahyu. Pada awal abda ke 4, menyebut semua kitab PB. Pada tahun 367 M dalam Festal Letter yang ditulis oleh Athanasius, Bishop Alexandria, mencantumkan daftar 27 kitab-kitab PB. Jerome pada tahun 382 M, Ruffinua pada tahun 390 M dan Augustine pada tahun 394 M mencatat kanon PB sebanyak 27 kitab. 
  7. Pada tahun 367, Atanasius menyusun daftar dan membukukan 27 kanon (kitab dan surat-surat) menjadi Kitab Suci PB. Konsili Hippo tahun 393, serta Karthago tahun 397, memutuskan penetapan Kitab Suci Kristen yaitu PL dan PB. Penetapan itu dipertegas lagi di Konsili Florence tahun 1441, Konsili Trente tahun 1546, serta Konsili Vatikan I tahun 1870.  

Sangat jelas bahwa, Gereja tidak menciptakan kanon, tetapi hanya mengesahkan kitab-kitab yang memiliki tanda dan wibawa kanonitas dan karena itu kitab-kitab tersebut memiliki kewibawaan serta otoritas dalam gereja.

Cukuplah

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

Note: Kelas Teologi PB, baca Duyverman, M.E., Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, Jakarta:BPK-GM dan lihat BibleSoft.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun