Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentakosta Melenyapkan Bahasa Perbedaan

31 Mei 2020   16:58 Diperbarui: 31 Mei 2020   16:49 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Sinode Gereja-gereja Kristen Jawa

Catatan-catatan Awal

Bahasa

Kata "bahasa" merupakan serapan dari bh (Sansekerta) yang bemakna ciri dan cara manusia mengungkapkan hal-hal yang ada di/dalam pikirannya. Bahasa, utamanya Bahasa Kata, telah ada sejak manusia itu ada; sedangkan bahasa gambar dan simbol, serta tulisan, baru muncul sekitar 2000 tahun sebelum Masehi

Bahasa dimengerti dan dipahami melalui ucapan, kata, tulisan, gambar, simbol, tanda-tanda, atau pun isyarat tertentu. Juga, bahasa (bahasa Manusia) terbentuk dari pengungkapan atau pengucapan terhadap sesuatu, misalnya benda, tindakan, ungkapan perasaan, ekspresi dan aktualisasi dari seseorang, dan kelompok, sehingga terlihat oleh sesamanya atau orang lain.

'Sesama' tersebut, misalnya orang-orang yang terhisab atau pun terikat dalam komunitas, sub-suku, suku, dan bangsa. Dalam keterikatan tersebut, semuanya setuju serta mempunyai kesamaan pemahaman dan pengertian terhadap kata-kata yang dipakai sebagai penyebutan terhadap benda-benda, tindakan, atau pun ekspresi diri lainnya. 

Misalnya, jika dalam komunitas menyebut tempat makan sebagai piring, maka itu diterima oleh semua; atau menyebut jalan dengan cepat sebagai lari, maka komunitas mempunyai pemaknaan yang sama. Jadi,  bahasa juga bisa merupakan simbol kebersamaan, kesatuan, keterikatan sosial pada komunitas, sub-suku, suku, bangsa-bangsa.

Narasi Perbedaan dan Pemisahan Bahasa

Adapun seluruh bumi, satu bahasanya dan satu logatnya. Maka berangkatlah mereka ke sebelah timur dan menjumpai tanah datar di tanah Sinear , lalu menetaplah mereka di sana.

Mereka berkata seorang kepada yang lain: "Marilah kita membuat batu bata dan membakarnya baik-baik." Lalu bata itulah dipakai mereka sebagai batu  dan ter  gala-gala sebagai tanah liat.

Juga kata mereka: "Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak  ke seluruh bumi."

Lalu turunlah  TUHAN untuk melihat kota dan menara yang didirikan oleh anak-anak manusia itu, dan Ia berfirman:

"Mereka ini satu bangsa dengan satu bahasa  untuk semuanya.

Ini barulah permulaan usaha mereka; mulai dari sekarang apapun juga yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana.

Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing."

Demikianlah mereka diserakkan TUHAN dari situ ke seluruh bumi,  dan mereka berhenti mendirikan kota itu. Itulah sebabnya sampai sekarang nama kota itu disebut Babel, karena di situlah dikacaubalaukan TUHAN bahasa  seluruh bumi  dan dari situlah mereka diserakkan TUHAN ke seluruh bumi, (Kitab Kejadian Bab 11).

Narasi kuno ini, mungkin telah ada sejak 3000 tahun sebelum masehi, dipercayai sebagai asal mulanya terjadi perbedaan bahasa dan ras di Bumi. Itu terjadi karena gagalnya pembangunan menara yang disebut Menara Babel, (suatu daerah kuno di Irak sekarang); kegagalan yang menjadikan manusia terpisah-pisah sesuai bahasa dan dialek mereka. 

Pentakosta salah satu Hari Raya Gerejawi. Lima rangkaian ibadah serta perayaan Utama pada umat Krisen dan Katolik; yaitu (i) Kelahiran Yesus atau Natal, (ii) Jumat Agung atau Kematian Yesus di Salib, (iii) Paskah atau Kebangkitan Yesus, (iv) Kenaikan Yesu ke Surga, dan 10 Hari kemudian ada perayaan (v) Pentakosta atau Turunnya Roh Kudus.

Narasi Pentakosta

Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul  di satu tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing.

Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.

Waktu itu di Yerusalem diam orang-orang Yahudi yang saleh  dari segala bangsa di bawah kolong langit. Ketika turun bunyi itu, berkerumunlah orang banyak. Mereka bingung karena mereka masing-masing mendengar rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri. Mereka semua tercengang-cengang dan heran, lalu berkata:

"Mereka semua orang-orang Galilea. Tapi mereka berkata-kata dalam bahasa yang kita pakai di negeri asal kita. Kita orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia, Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, pendatang-pendatang dari Roma, orang Yahudi, penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab. Kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, (Kitab Kisah Para Rasul Bab II)."

Dokumentasi Pigeon
Dokumentasi Pigeon
Cipanas, Jawa Barat | Saya pernah bertanya kepada seorang teman, yang juga Guru Besar Bahasa Indonesia, "Kapan bahasa ada atau dilahirkan?" Sang Profesor menjawab tenang, "Sejak manusia ada; bahasa lahir bersamaan dengan kehadiran atau adanya manusia." Saya pun melanjutkan, "Ya, tapi kapan?" Teman saya pun menjawab, "Tergantung siapa yang mau menjawab. Orang beragama akan menjawab, 'Sejak manusia diciptakan;' sedangkan yang lain akan menjawab, "Sejak manusia masih sebagai manusia kera, mereka sudah memiliki bahasa."

Jelas. Bahasa, apa pun bentuknya, telah ada bersamaan dengan kehadiran manusia di Dunia; dan sebagai alat komunikasi dan interaksi satu sama lain; dengan itu, bahasa terbentuk dan digunakan di/dalam komunitas sosial.

 Namun, karena adanya mobilitas manusia, (lihat narasi pemisahan bahasa), maka mereka juga menggunakan 'bahasa baru' lingkungan masing-masing. Sehingga yang terjadi adalah, bahasa sebagai salah satau tanda keterikatan di/dalam komunitas; sekaligus alat pembeda dengan yang lainnya,

Perbedaan bahasa, yang terjadi sejak ribuan tahun tersebut, terus menerus diwariskan di/dan dalam kelompok, komunitas, dan masyarakaat serta dikembangkan sesuai perkembangan intelektual manusia. 

Perbedaan bahasa, ditambah dengan pembedaan lainnya, kemudian menjadi baku atau tak bisa disatukan lagi. Sehingga manusia di Dunia memiliki aneka banyak bahasa sesuai dengan area atau tempat mereka ada. Dan itu, terwariskan hingga memasuki dan melewati tahun-tahun pertama Masehi sampai sekarang ini.

Melompat ke peristiwa Pentakosta, kira-kira tahun 35/36 Masehi, 10 hari setelah Yesus kembali ke Surga. Komunitas Yesus mengimani bahwa Ia kembali dan berada di Syurga; Ia menjadi Tuhan yang transenden,  jauh dari jangkauan manusia; padahal mereka sekaligus mengimani bahwa Tuhan itu juga imanen atau ada, bersama-sama, dan di antara manusia atau ciptaan-Nya. 

Bahkan, pada masa itu, murid-murid Yesus, sekitar 120 orang yang tersisa dari ribuan yang mengundurkan diri karena kematian Yesus di salib, setiap hari mengurungkan diri di satu rumah sambil menanti kembali Yesus di antara mereka.

Ternyata, 10 hari kemudian, bukan Yesus secara fisik hadir kembali; tapi, kehadiran Yesus, yang dimani dalam bentuk Roh; Roh yang datang dan ada di antara manusia. Roh tersebut diimani sebagai 'pribadi lain' dari Trinitas. Uniknya, karena Ia adalah Roh Tuhan, maka hal pertama dan utama yang dilakukan-Nya adalah 'menyatukan perbedaan atau melenyapkan pemisahan;' menyatukan perbedaan dan pemisahan yang telah terjadi ribuan tahun.

Dari narasi Pentakosta, di atas, pada waktu terjadi Pentakosta, ribuan orang dari tiga benua, mendengar, 120 orang murid-murid Yesus tersebut berbicara hanya dengan 'satu bahasa' namun merema semua pahami dan mengerti dalam bahasa masing-masing.  Ya, 'satu bahasa itu' adalah bahasa yang dipergunakan sebelum terjadi pemisahan dan perbedaan yang terjadi pada masa lalu.

Berdasarkan hal-hal di atas, mari kita melompat ke sikon kekinian; sikon kekinian yang penuh dengan segala bentuk perbedaan dan unsur-unsur pembeda.

Faktanya, misalnya di/dalam kalangan komunitas iman pada Yesus pun, bahasa perbedaan dan unsur pembeda itu lah yang sering menjadi awal skisma di antara mereka. Gereja, yang awalnya hanya Satu dan Esa, kini menjadi ribuan mazhab dan sekte; ribuan sekte dan mazhab yang kadang saling berseteru satu sama lain.

Padahal, secara teologis, Gereja atau kumpulan pengikut Yesus, lahir pada saat Pentakosta, yang di dalamnya ada dan terjadi 'pelenyapan bahasa perbedaan.' Oleh sebab itu, saat kita, komunitas iman pada Yesus, atau umat merayakan peristiwa Pentakosta, maka selayaknya mengingat kembali bahwa Roh dari Tuhan tersebut hadir dan ada agar terjadi persamaan, penyatuan, atau menyatukan kembali yang berbeda dan terpisah.

Selain itu, dalam konteks sosio-kultural, bahkan politik, jika saat ini kita, anda dan saya, merayakan Pentakosta, maka hal yang patut direnungkan adalah, "Jika dampak pertama dari Pentakosta adalah terhempasnya perbedaan bahasa (yang di dalamnya beda paham, salah mengerti dan pandangan) menjadi 'Kita mendengar sesuai bahasa yang kami gunakan.' Itu, juga bermakna Pentakosta harusnya juga menjadi ajang menyatukan kembali segala bentuk perbedaan dan lenyapkan segala unsur pembeda.

Saya membayangkan, jika bangsa ini mau dan berani melenyapkan 'bahasa perbedaan' dalam konteks berbangsa dan bernegara, maka yang terjadi adalah kesatuan, keeratan, kebersamaan, yang saling menguatkan satu sama lain. Dan, dengan itu (akan) tercipta NKRI yang kuat dan kokoh. Semoga. 

Cukuplah

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun