Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Anak Buah Kapal Ikan sebagai Korban Perbudakan

16 Mei 2020   16:36 Diperbarui: 16 Mei 2020   16:38 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KRI dan Kapal Ikan yang Ditangkap | Dokumentasi Kompas

Sekitaran Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pancasila, Jakarta Pusat |Beberapa hari yang lalu, sempat tersebar dan menyebar  video yang 'bercerita' tentang Anak Buah Kapal Ikan, selanjutnya ABKI; mengikuti istilah yang diberikan oleh AKBP Reynold E.P Hutagalung dalam Disertasinya Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian -  PTIK, Jakarta; melihat vidio tersebut, saya termasuk tidak kaget, karena bukan hal baru. Dalam arti, perlakuan terhadap ABKI, seperti pada vidio tersebut, sudah lama terjadi. Lho, kok?

Menjadi ABK dan ABKI

Anak Buah Kapal dan Anak Buah Kapal Ikan merupakan profesi; mereka adalah orang-ornag yang lokasi kerja atau bekerja di atas kapal; selama kapal tersebut diam atau berlabuh di Pelabuhan dan berlayar. Sebagai ABK dan ABKI, mereka terikat dengan sejumlah regulasi atau pun kontrak kerja. Siapa pun bisa menjadi ABK dan ABKI, namun tidak semudah yang diperkirakan banyak orang.  

Ada sejumlah persyaratan untuk bekerja di kapal atau menjadi ABK, hal tersebut antara lain, (i) lulus Sekolah Pelayaran, setingkat SMA/K, ini merupakan persayaratan minimal, (ii) lulus Akademi atau pun Sekolah Tinggi Pelayaran, (iii) ada juga lulusan Fakultas Teknik Mesin/Teknik Perkapalan, dan menjadi ABK khusus bagian mesin; di samping itu, (iv) ada juga orang yang tidak memiliki latar belakang pelayaran, namun mereka ingin bekerja di Kapal, biasanya pada Kapal Ikan atau ABKI, umumnya hanya mendapat pelatihan beberapa minggu atau tidak sama sekali.

Mereka yang memiliki ijazah pelayaran (menengah dan tinggi), sebelum bekerja di Kapal, harus melengkapi diri dengan dengan sejumlah persyaratan lain, misalnya Buku Pelaut serta sejumlah sertifikat ketrampilan dan keselamatan kerja di laut, dan juga Paspor (jika untuk Kapal Asing. Itu untuk Kapal Biasa, misalnya Kargo, Tanker, Pesiar, dan Penumpang.

Bagaiamana dengan menjadi Anak Buah Kapal Ikan atau ABKI. Ini yang rada mudah dan sekaligus rumit bagaikan benang kusut yang sulit terurai. Umumnya pada kapal ikan ada dua jenis ABK, yaitu (i) ABK dengan latar belakang ijazah pelayaran, dan (ii) ABK tanpa latar pendidikan pelayaran; mereka bekerja sebagai buruh di atas kapal sebagai operator pancing atau pukat/jala ikan. Ini hampir sama dengan ABK Kapal Pesiar, (i) yang berlatar pendidikan pelayaran, mereka bertugas untuk operasional kapal, dan (ii) berlatar belakang pendidikan perhotelan, mereka bertugas untuk melayani tamu.

AKBI Korban Perbudakan Modern dan Penjualan Orang

Para pekerja ABKI kategori (ii atau ABK tanpa latar pendidikan pelayaran; mereka bekerja sebagai buruh di atas kapal sebagai operator pancing atau pukat/jala ikan) di atas lah, yang sering menjadi korban kekerasan atau pun perbudakan di atas kapal. Hasil penelitian AKBP Reynold E.P. Hutagalung, sebagaimana dijelaskan dalam Disertasinya, bahwa,

"Mayoritas ABKI para korban perdagangan orang di atas kapal penangkap ikan dikenakan beban kerja berlebihan, jam keria tidak teratur, kondisi kerja tidak manusiawi, tidak mendapatkan akomodasi yang layak di atas kapal, fasilitas memasak yang kurang higienis dan sumber makanan yang tidak memadai.

Akibatnya, banyak di antara mereka menjadi sakit dan kekurangan gizi. Selain itu mereka juga mengalami penyiksaan fisik, kekerasan psikologis dan seksual yang ditakukan oleh pemilik kapal atau para awak kapal senior yang terafiliasi dengan pemilik dan agen-agen perekrutan.

Apabila ABKI melakukan kesalahan-kesalahan kecil, kerja Iamban atau melakukan pembangkangani mereka tidak hanya dihukum dengan pukulan dan cambukan tetapi dalam beberapa kasus mereka juga dikurung atau dirantai ketika mereka berada di atas kapal."

Selain hal-hal di atas, berdasar pengalaman saya melakukan pendampingan terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang, di berbagai tempat, sikon umum ABKI antara lain,

  • durasi bekerja selama 20-22 jam per hari, dengan waktu istirahat 2-4 jam, serta tidak memiliki fasilitas untuk tidur yang memadai
  • bekerja 7 hari per minggu, tanpa hari istirahat
  • posisi berdiri pada saat bekerja
  • sering terlibat perkelahian antar sesama abk, kadang berujung pada saling membunuh antara ABKI dengan ABK asal Negara lain
  • tidak mendapat makanan dan minuman yang layak; sering terjadi, mereka minum dari air tawar sisa AC atau air hujan
  • mandi, mencuci, membersihkan pakaian dengan air laut
  • tidak ada akses dengan keluarga
  • dipaksa bekerja walau dalam keadaan sakit dan tak berdaya, cedera, atau pun luka-luka
  • tidak mendapat layanan kesehatan karena di atas kapal ikan tak ada tenaga medis

Nah.

Dalam sikon ABKI seperti itu, pada Kapal Ikan milik Asing maupun Nasional, maka jika ada vidio tentang hal-hal yang buruk, tidak manusiawi, serta tak bermartabat dari/dan tentang ABKI maka itu merupakan hal biasa dan juga luar biasa. Biasa, karena kejadian seperti itu sudah lama terjadi, dan nyaris tak ada sentuhan hukum; luar biasa, karena 'vidio' seperti itu bisa terpublikasi keluar.

Selanjutnya?

Sebetulnya, perlakuan tak manusiawi terhadap ABKI, yang disebut sebagai Perbudakan Modern Anak Buah Kapal Ikan Asal Indonesia di atas Kapal Penangkap Ikan Asing dan Nasional bukan hal baru atau muncul di permukaan. 

Sebetulnya, sudah ada sejumlah regulasi Internasional dan Nasional untuk melindungi ABKI, namun tidak berjalan lancar. Misalnya, regulasi pemerintah Indonesia tentang perlindungan terhadap ABK melalui beberapa regulasi. Di antaranya adalah Undang-Undang No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dan Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenakerjaan; regulasi Internasional, terdapat Konvensi ILO No.188 Tahun 2007 yang mengenai Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan.

Sementara itu, Pihak Polri melalui Bidang Tindak Pidana Penjualan Orang atau TPPO telah berupaya untuk menangani hal-hak yang menyangkut ABKI. Namun, ketika langkah hukum atau proses peradilan sampai ke Institusi Hukum lainnya (di Indonesia), para pelakunya bisa bebas dari hukuman atau pun mendapat sanksi yang ringan.

Cukuplah

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun