Gedung Nusantara V-Senayan, Jakarta Selatan | Ini kisah nyata tentang AS, katakanlah nama dia seperrti iti. Salah satu orang penting dari Partai G; jika ia menyampaikan pendapat (di hadapan publik), orasai dan narasinya cukup tajam, menusu, kritis, dan membuat pendengar, sering, terdiam.
Suatu waktu, AS mendapat berita bahwa di Padang, Sumbar terjadi prostitusi online melalui apkikasi MiChat, dan sangat meresahkan masyarakat. AS pun menyusun rencana; setelah itu, bersama Bimo, memesan NN (katanya PSK yang bisa dipesan melalui aplikasi MiChat). Mereka bun berjanji untuk bertemu kamar 606 Hotel Kyriad, Padang.
Selanjutnya, Bimo dan NN 'mengadu stamina' di kamar hotel tersebut; entah sudah selesai atau belum; AS pun datang bersama aparat kepoolisian dan mengangkat NN, dengan alasan sebagai 'praktisi psk online.'
Kisah pun berlanjut; karena apa yang terjadi itu tercium pers. Selanjutnya, anda sudah tahu; beberapa hari terakhir, Media Pemberitaan Online dan Medsos, ramai dengan 'cerita heroik AS membongkar pratek prostitusi Online' di Padang, Sumatera Barat.
===
Ketika publikasi tentang keberhasilan AS membuktikan bahwa di Padang ada 'bisnis PSK Online' dan foto AS bersama NN di kamar hotel, dalam hitungan jam muncul pembelaan terhadap AS. Misalnya, NN masih membisu tentang siapa yang bersama dia serangkan di kamar 606; petinggi Parpol G Sumbar pun membela karya AS tentang membongkar; Bimo sangn pesuruh AS, hanya diam.
Kisah AS sepertinya sengaja diputar-putar, agar publik mempercayai apa-apa yang AS lakukan sebagai suatu kebenaran serta keberhasilan. Lebih dari, dari 'puter-puter' itu publik digiring agar mempercayai 'Orang tersebut diduga dibayar AS untuk menjebak NN, dengan tujuan membuktikan prostitusi daring nyata di Kota Padang.' Saya pun berguman, "Ini adalah langkash cerdas dalam rangka menghapus serta membersihkan nama. Boleh juga sich."
Sayangnya, upaya 'puter-muter' tersebut, tidak bisa menahan laju hasil 'investigasi nitizen.' (Note: Asal tahu saja, saat ini, banyak Nitizen yang mempunyai kemampuan investigasi kasus-kasus menarik; mereka lakukan itu, bukan karena uang atau dibayar, tapi demi mengungkapkan kebenaran dan kepuasaan bathin). Hasil yang didapat nitizen disebar (sengaja disebar dan menjadi tersebar) di Medsos.
Akibatnya, berkembang lah dua kisah (nyata) AS di Padang yaitu versi AS dan Nitizen. Yang versi AS (dan petinggi Parpol G Sumbar) tetap saja 'puter-muter;' semetara versi Nitizen (dengan tambahan bumbu-bumbu 'bukan penyedap rasa') semakin menyudutkan AS. Entah kapan dua kisah tersebut berakhir; kita nunggu saja lah.
Dari semuanya itu, ada pertanyaan menggelitik; menggelitik karena 'sejak kapan' seorang politisi, ketika mendapat informasi (tentang suatu kejahatan atau pelangaran hukum), ia langsung bertindak sebagai 'perencana penangkapan' atau mengungkapkan kejahatan tersebut? Â
Agaknya, anda dan saya tak perlu menggelitik hati, sebab sebagai politisi AS bisa melakukan apa saja, termasuk mendapat informasi, investigasi, dan sekaligus perencaan untuk membuktikan; dan selanjutnya urusan polisi. Jelas to.
Jadi, apa-apa yang dilakukan oleh AS tersebut, adalah sesuatu yang patut ditiru oleh para politisi lainnya; dalam artian menikuti AS Methode: dapat informasi, investigasi, dan melakukan pembuktian; bakan AS ada di TKP ketika terjadi penangakapan pelaku.
Sehinga, saya lagi membayangkan; hanya membayangkan, seandainya seluruh poltisi di NKRI seperti AS, maka luar biasa. Semuanya, para politisi tersebut, ikut aktif memberantas kejahatan. Misalnya korupsi, maka dengan tempo singkat tak ada lagi korupsi di NKRI, bahkan tak perlu ada KPK.
So, kini, duduk manis ya. Nunggu kisah selanjutnya; apakah masih dan tetap 'puter-muter' atau semakin terbuka (padahal Nitizen sudah tahu yang sebenarnya). Kok jadi ingat kata-kata anak saya nomor dua (ia pernah bekerja di beberapa hotel ternama di Jakarta) yang kini ada di Canada, "Papi jika mau tahu tentang kelakuan politisi Indonesia, maka tanyakan pada room boy atau pun petugas front office hotel. Tapi, mereka tak peduli; mereka pandai menyimpan rahasia, karena tuntutan pekerjaan."
Maka itu, wahai politisi, waspadalah; jangan sampai membakar diri sendiri dengan pemantik api di/dari dalam kantong bajumu.
Opa Jappy | Indonesia Hari Ini
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI