Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Saat Bencana, Jangan Bertanya "Wewenang Siapa?"

27 Januari 2020   18:49 Diperbarui: 27 Januari 2020   20:55 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lenteng Agung, Jakarta Selatan | Hujan terus menerus di Jabodetabek dan berlanjut pada serial banjir (kata lainnya, hanya genangan air) di Jakarta belum ada tanda-tanda berakhir. Menurut pra-kiraan cuaca (yang dirilis oleh BMKG) sikon itu akan berlanjut hingga Februari 2020.

Karena banjir yang berkelanjutan tersebut, maka air dari mana-mana masih menginap pada  sejumlah lokasi di Jakarta; misalnya rumah penduduk, jalan, parit, serta area underpass. Underpass di Kemayoran (bekas Bandara Kemayoran) merupakan salah satu area genangan air tersebut. Air di situ sudah beberapa hari, dan terliha (akan) menginap lama jika tidak segera ditangani.

Tapi, kali ini lucu juga orang Indonesia serta sangat menimbulkan tawa pada area publi; khususnya pejabat DKI Jakarta, ketika berhadapan bencana, walau hanya 'banjir lokal.'  Coba simak,

Menurut Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, Junaini (Jumat 24 Januari 2020), terowongan Ghandi di Kemayoran yang terendam selama hujan Jumat, bukan wewenang Pemerintah Provinsi DKI, itu milik Pusat Pengelola Kawasan Kemayoran, demikian juga dengan pompanya.

Tetapi, berbeda dengan, 21 Januari 2020, Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta, Hari Nugroho, menyatakan dengan pasti bahwa, 11 underpass atau terowongan di wilayah DKI Jakarta yang menjadi kewenangan pengelolaan dan pemeliharaan Dinas Bina Marga aman dari air hujan. 11 underpas tersebut berlokasi di Bungur, Kartini, Mampang, Kuningan, Kebayoran, Senen, Angkasa, Dukuh Atas, dan Matraman.

Kompas Id

Lho kok beda pendapat ya; Gubernur DKI Jakarta pun ikuti pendapat bahwa sejumlah underpass tersebut bukan 'wewenang DKI Jakarta.' Hadeh. Dan, mungkin juga, itu penyebabnya DKI Jakarta membiarka underpass tetap tergenang air hingga hari ini.

(Note: Saptu 25 Januari 2020, saya kebetulan setelah acara di Apartemen Pejabat Lembaga Tinggi Negara melintasi area underpass Kemayoran; dan melihat sejumlah pompo dioperasikan untuk mengurar air. Saya bertanya kepada beberapa petugas di situ, tentang mengapa baru sekarang dipompa.

Salah satu dari petugas menjawab dengan manis, 

"Sebetulnya, jika dari awal ditangani, maksudnya hidupkan pompa tambahan dari luar, maka tidak separah ini.

Sambil ia jelaskan bahwa pada semua underpass ada pompa yang stanby jika terowongan tergenang air. Ini kemungkinan, menurutnya, pompa tersebut tidak bekerja.")

Saya pun jadi paham. Bahwa ada kemungkinan, mekanisme dan perintah penangangan banjir, khususnya di underpass tersebut, perlu 'rapat, diskusi, kesinmpulan, dan berlanjut pada eksekusi. Bha bha bha bha bha.

Bagaimana dengan Area Lain yang Tergenang Banjir?

Maksud saya, area atau lokaisi di Jakarta, yang tergenang banjir? Apakah harus melalui suatu 'proses panjang?' Misalanya, kompleks itu, area tersebut, atau wilayah yang tergenang tersebut, harus ditelusuri pada lemari arsip untuk menemukan siapa yang berwenang atau berkuasa di situ? Dan, jika bukan wewenang DKI Jakarta, maka dibiarkan atau diserahkan ke mereka yang berwenang.

Jika seperti itu yang terjadi, maka perlu dipertanyakan fungs Gubernur dan Pemda DKI Jakarta sebagai penatakelola Ibu Kota Republik Indonesia. Juga sebagai Pemda DKI Jakarta memiliki wewenang penetapan dan perlaksanaan kebijakan pada bidang (i) tata ruang, sumber daya alam, dan lingkungan hidup, (ii) pengendalian penduduk dan permukiman; (iii) transportasi, (iv) industry, industry, perdagangan,  (vi) pariwisata.

Dengan demikian, tidak ada alasan pada Pemda DKI Jakarta untuk memilah-milah lokasi atau wiilah bencana. Pemda DKI Jakarta bertangjawab penuh untuk menyelasaikan masalah-masalah 'yang sepele' seperti itu.

===

Dari semuanya itu, jelas bahwa, sederhananya, untuk mengatasi bencana, misalnya banjir di DKI Jakarta, hal utama yang dilakukan bukan menuju lemari arsip dan mencari peta wilayah, kemudian menemukan siapa yang berkuasa di daerah tersebut. Tapi, yang utama adalah turun dan lakukan upaya penanganan; bahkan kerjakan atau selesaikan hingga tuntas.

Dan, jika semua sudah selesai, baru berurusan yang lain; misalnya administrasi, keuangan, atau apa lah. Toh, Jakarta adalah pusat RI, dan tentu saja, Pemerintah Pusat (pasti atau akan) mengganti biaya-biaya yang dikeluarkan Pemda DKI Jakarta.

So, jika ada bencana, jangan bertanya ini itu dan melempar tanggung jawab ke pihak lai, tapi selesaikan, selesaikan, dan selesaikan.

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun