Lenteng Agung, Jakarta Selatan | Jika menyebut rupiah atau Rupiah, pasti semua orang Indonesia pahami dengan baik; (mata uang) rupiah adalah alat pembayar yang sah di Negeri tercinta. Rupiah, ya rupiah, pernah dilagukan seperti itu, adalah sebutan resmi untuk mata uang RI; dalam pergaulan atau interaksi ekonomi Internasional, rupiah disebut IDR.
Dalam perjalanan sejarahnya, Rupiah atau IDR termasuk mata uang yang 'cukup kuat' dalam arti menjadi alat pembayar yang diterima pada perdagangan Internasional; dan hanya satu kali mengalami sanering pada tahun 60an.
Namun, di balik kuatnya sebagai alat bayar, tidak seiring nilai tukar dengan mata uang dari Luar Negeri, termasuk Asean. Misalnya, data tahun 2019, 1 Dong Vietnam, Rp. 0,65; 1 Â Reil Kamboja, Rp. 4; 1 Kip Laos, Rp. 2; 1 Kyat Myanmar, Rp. 11.- Walau seperti itu, Rupiah pun masih tetap berlaku di (perbatasan RI) Timor Leste sebagai mata uang yang sah di samping US $.Â
Rupiah Nominal Terkecil
Resminya nominal rupiah terkecil adalah 1 sen atau 0,00 ... sen; nominal tersebut menaik hingga sekian Rp M atau Rp T. Angka nominal tersebut diikuti atau terlihat dalam bentuk lembaran atau koin rupiah. Â
Doeloe, ketika saya masih di SR (Sekolah Rakyat atau sekarang Sekolah Dasar), masih mendapat uang jajan sebesar 10 sen, satu ketip atau 25 sen, hingga satu ringgit atau Rp. 2.5; karena memang masih ada barang/jajan berharga dibawah Rp.100.- Pada waktu itu, hingga kulih akhir tahun 70an, pegang uang Rp.500.- sudah cukup untuk transpot, jajan, dan traktir teman.
Namun, tidak semua lembaran atau koin rupiah sesuai dengan angka yang menunjukan besaran nilai nominal rupih, misalnya satu sen, lima sen, 10 sen, satu rupiah dan seterusnya. Faktanya, per hari ini, koin dan lembaran rupiah terdiri dari Rp 100, 200, 500, 1000, hingga Rp. 100.000.- Â Tapi, tidak semua lembaran atau koin rupiah tersebut 'laku' atau 'diterima' sebagai alat/mata uang sebagai alat bayar atau pembayaran tunai. Lho, kok bisa?
Kenyataannya, di Indonesia, tidak seperti di LN, misalnya Singapura, yang para penjual masih menerima koin nominal sen $ Singapura. Dalam arti, masih ada barang yang berharga jual sekian sen $ S; sehingga bisa dibayar dengan koin sen $ Singapura. Lalu, bagaimana dengan Indonesia, yang secara resmi ada nilai sen, satu, dua ... 100, 200 rupiah?
Nominal Rp 200.- ke bawah, Tidak Diterima sebagai Alat Bayar Tunai
Kita, anda dan saya, mungkin memiliki koleksi rupiah nominal 100, 200; yang dikumpulkan dari pengembelian oleh kasir mini market. Berapa banyak yang dimiliki? Coba hitung koin-koin tersebut, mungkin mencapai Rp 10 - 50.000.-
Lalu, pernahkah anda membawa koin-koin tersebut untuk membayar belanjaan di warung, kios, toko, bahkan mini market? Apa yang terjadi? Hampir 100 %, kasir atau penjual tidak menerima tumpukan koin nominal Rp 100 dan 200 tersebut. Mengapa? Mereka tidak memberi penjelasan yang tepat, walau anda dan saya memaksakan bahwa "Ini juga alat bayar yang sah di RI."
Faktanya seperti itu; walau koin Rp. 100 dan Rp. 200 tetap sah dan berlaku di RI, tapi 'mereka adalah anak tiri' dalam atau pada waktu transaksi tunai. Dan, seringkali, koin-koin yang kita, anda dan saya, miliki itu, untuk diberikan ke Pengemis pun, seakan tak tega; apalagi tumukan koin tersebut dimasukan ke kotak amal di Masjid atau pun kantong kolekte di Gereja. Terasa tak elok dan sungkan untuk lakukan itu.
Atau, mungkin koin-koin tersebut dimasukan ke dalam kotak; kemudian dibungkus menjadi hadiah; misalnya ketika ke undangan pernikahan. Sehingga menjadi kotak hadiah yang berisi koin sebanyak/senilai Rp. 100.000 ke atas.- Â Wah, jika berniat seperti itu, maka jangan tulis nama anda dengan jelas di Buku kehadiran Undangan; sebab bakalan jadi berita heboh serta viral.
Jadi, sepertinya tak mungkin membawa koin-koin Rp. 100 dan Rp. 200 ke mana-mana. Akibatnya, setiap hari, koleksi koin-koin Rp.100 dan Rp. 200 semakin bertambah. Lalu, mau di bawah ke mana 'koin-koin bernilai rendah tersebut?'
===
Agaknya, di Negeri ini, perlu tempat khusus untuk 'menerima kembali' koin-koin Rp. 100 dan Rp. 200, sehingga tidak menjadi 'koleksi mubazir yang berharga.' Sebab, 'benda-benda berharga' tersebut, sebanyak apa pun yang anda dan saya miliki, menjadi 'tidak bernilai' Â di hadapan para penerima bayaran atau kasir apalagi mereka yang menerimanya sebagai hadiah.
Cukup lah.
Opa Jappy | Indonesia Hari Ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H