Tiga Catatan
Catatan Pertama: Puasa
Puasa, pada sejumlah atau berbagai Komunitas Iman, (ketika atau waktu) melakukan puasa, merupakan upaya perbaikan dan pemulihan diri secara menyeluruh.
Sehingga yang terjadi antara lain (i) membuang segala perbuatan, perkataan, dan keinginan yang tidak benar, (ii) pelatihan rohani, (iii) merendahkan diri di hadapan Sang Ilahi, (iv) pengosongan diri dari hal-hal jahat; kemudian mengisinya dengan kebaikan, kebenaran, dan keadilan, (v) termasuk pelatihan dan pemulihan diri sehingga mampu mengontrol emosi, kata-kata, tindakan, pikiran, dan perilaku, (vi) dan lain sebagainya, [Lengkapnya Klik: Puasa]
Catatan Kedua: Ngaku Lepat dan Laku Papat Saat Idul Fitri
Ngaku Lepat atau (aku) mengakui sejumlah besar kesalahan, karena itu (aku akan) Laku Papat.
Laku Papat atau empat tindakan (setelah mengakui kesalahan) tersebut adalah (i) menerima (dan mendapat) maaf atau ampunan, (ii) membayar denda karena kesalahan dengan cara memberi makanan kepada orang miskin, terlantar, atau pun pengelana, (iii) menyatu dan menyatukan kembali hubungan yang (telah) rusak sebelumnya, dan (iv) menjaga diri agar tidak melakukan kesalahan yang sama atau lebih besar (lebih kasar dan jahat) terhadap sesama, [Lengkapnya Klik: Idul Fitri]
Catatan Ketiga: Kebencian Politik
Kebencian politik merupakan sifat, sikap, kata, tindakan yang menunjukkan ketidaksukaan, benci, serta kebencian politisi terhadap yang lainnya; atau politisi membenci politisi lainnya, lawan politik, bahkan, siapa pun yang dituding sebagai pesaing politis dan politik.
Kebencian politik, memang sulit diteorikan, namun terlihat dalam atau pada ucapan, perilaku, tindakan, hingga pengambilan keputusan melalui lembaga politik.
Kebencian politik, juga bisa melahirkan keputusan politik yang menjadikan seseorang atau komunitas tidak dapat mengekspresikan dan menyalurkan aspirasi politiknya, serta hak-hak politiknya dirampas dan diabaikan; termasuk di dalamnya pengekangan terhadap individu dan kelompok sehingga mereka tak mempunyai hak politik, [Lengkapnya Klik: Kebencian Politik]
##
Berdasar tiga catatan di atas, lahir tulisan berikut.
###
Puasa telah lewat, kehangatan Idul Futri pun, sebentar lagi (akan) berangsur hilang; kemudian hidup dan kehidupan akan bergulir (kembali) seperti biasanya.
Pada waktu Puasa, dan utamanya saat Idul Fitri, nyaris tidak ada orang yang merasa diri benar dan paling benar. Semuanya menyatakan diri penuh dan selalu salah melalui kata, tindak, dan perbuatah. Oleh sebab itu, mereka meminta serta saling memaafkan.
Mungkin saja, nanti beberapa hari setelah Idul Fitri, orang akan lupa bahwa mereka pernah saling memaafkan.
Memang benar. Pada waktu Idul Fitri, semua orang, yang merayakannya, memohon dan memberi maaf. Sehingga maaf dan memaafkan begitu gampang dan ringan diucapkan serta laris manis.
Namun, apakah saling maaf dan memaafkan itu, termasuk meniadakan kebencian politik; serta menghentikan ujar kebencian akibat perbedaan dan persaingan politik? Seharusnya termasuk. Tapi, faktanya, tidak terjadi.
Maraknya konten yang muncul dari kebencian politik itu, sampai-sampai saya gunakan fitur 'Laporkan ke FB' karena sejumlah image dan video ujar kebencian dan hoax; serta gunakan fitur pelabelan di WA untuk melaporkan konten-konten jahat, hoax, ujar kebencian, dan sejenisnya.
Para pembenci tersebut, bisa-bisanya merobah fakta yang real menjadi terbalik atau pun penuh sinisme, tak bermartabat, serta di luar akal sehat.
Misalnya, meme-meme yang menghina Presiden, video editan, kata-kata posting di Medsos. Bahkan, tak sedikit tokoh yang sinis terhadap lancarnya arus mudik melalui toll, rekayasa lalulintas, sampah di jalan raya dan tempat wisata, dan lain-lain.
Lalu, buat apa para pembenci tersebut melakukan pelatihan rohani dan pemulihan diri selama Ramadhan? Apakah mereka berpikir bahwa sinisme dan kebencian politik bukan lah sesuatu yang melanggar ketentuan Sang Pencipta? Entah lah.
Berdasar semuanya itu, agaknya kita, mungkin juga anda dan saya, telah cukup lama memelihara dan mengarsip sesuatu yang salah. Dan itu menjadi stagnasi atau membantu dalam pikiran sehingga sulit dibuang.
Akibatnya, pada waktu ada kesempatan, maka segala unsur-unsur politik kebencian tersebut, ditumpahkan ke publik. Bahkan, diperbaharui agar menjadi lebih sadis, menyakitkan, serta menghancurkan.
Solusinya? Jika kemarin-kemarin anda makan ketupat Idul Fitri, maka ingat bahwa yang harus terjadi adalah 'Ngaku Lepat atau (aku) mengakui sejumlah besar kesalahan, karena itu (aku akan) Laku Papat.'
Cukup lah.
Opa Jappy | Indonesia Hari Ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H