Dua catatan di atas yang mendasari tulisan saya di bawah ini.
##
Setelah ucapan AMH terpublikasi luas, seorang politisi Nasional, menanggapinya secara miring; sambil menuding bahwa pernyataan AMH bernuansa SARA. Sebaliknya, mayoritas publik yang sudah resah dengan kegiatan anomali kelompok WKA, menilai pernyataan AMH sangat tepat, dan harus didukung.
Dukungan publik terhadap pernyataan AMH tersebut, agaknya akibat dari penantian publik selama bertahun-tahun, bahwa ada tokoh Nasional yang berani mengungkapkan tentang sepak terjang para WNI Keturunan Arab tersebut.
Lalu, apakah ucapan AMH itu, bisa disebut sebagai ungkapan rasis, ujar kebencian, serta bernuansa sentimen SARA? Tentu saja tidak.
Sebab, sebagaimana pengakuan AMH, ia hanya mengingatkan semua elemen bangsa agar tidak terprovokasi dengan hal-hal yang bersifat perlawanan terhadap pemerintah, memusuhi sesama anak bangsa, dan mencaci pemimpin Negara.
Selain itu, berdasar fakta dan jejak digital, misalnya ucapan-ucapan Riziek Shihab (dari Arab) dan Yusuf Martak cs, akhir-akhir ini, pasca Pilpres, sepertinya tak terhalangi oleh siapa pun.
Mereka dengan mudah menyampaikan orasi dan narasi kebencian serta upaya agar rakya tidak percaya pada Pemerintah, Bawaslu, dan KPU. Bahkan dari Arab, Riziek berseru perang; plus Amin Rais dan Eggi Sudjana berteriak people power.
Dengan seruan seperti itu, pelan tapi pasti, menimbulkan kebingungan dan kegaduhan publik. Dan, jika dibiarkan, mak tidak menutup kemungkinan terjadi kerusuhan horisontal di area publik.
Oleh sebab itu, pernyataan AMH tersebut di atas, harus dilihat sebagai peringatan untuk semua. Peringatan agar semua pihak, di Negeri ini, waspada terhadap segala jenis bentuk orasi, narsai, tindakan, ajakan atau apa pun yang berujung pada perpecahan bangsa.
##