Dua Catatan Awal
Pertama:
Pada tanggal 17 April, dan hasilnya memang Prabowo-Sandi menang. Walaupun sebelum tanggal 17, tanggal 17 dan setelah tanggal 17 mereka curang terus. Curangnya ini sudah tidak aturan, mereka secara masif, terencana sistematik, dan brutal.
Namun masih tersisa suara 62%, dan itulah Prabowo-Sandi menyatakan kemenangan setelah dicurangi. Kalau nggak dicurangi, bisa 70 atau 80%.
Suara-suara saudara entah gimana dicurangi itu namanya mengerosi kedaulatan rakyat.
Saya sudah instruksikan daerah yang menang, dari Jawa Barat adakan syukuran. Seluruh relawan agar mengawal proses penghitungan suara. Dalam acara 'Syukuran dan Munajat Kemenangan Prabowo-Sandi' ini juga dilakukan penyerahan C1 sebagai bentuk mengawal pemilu jurdil.
Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Djoko Santoso, mengklaim paslon 02 bisa menang telak jika tak dicurangi. Dia mengklaim angka kemenangan bisa di angka 80%, [Detik Com].
Kedua:
Curan dan Kecurangan. Pada masa kekinian, kosa kata curang dan kecurangan digunakan secara gampangan, tanpa memperhatikan sikonnya. Bahkan, dengan mudahnya orang berseru bahwa terjadi curang dan penuh kecurangan; serta dihubungkan dengan segala sesuatu yang dinilai 'tidak sesuai dengan penilai, ukuran, anggapan diri sendiri.'
Curang dan kecurangan yang awalnya hanya terjadi pada bidang bisnis dan interaksi sosial, agaknya telah dipergunakan pada ranah politik, kuasa, dan kekuasaan. Sehingga curang dan kecurangan hanya dimaknai sebagai menyalahgunakan kekuatan, kuasa untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan serta kekuasaan, [Opa Jappy | Lengkapnya, Klik]
###
Ada baiknya, anda baca lengkap dua catatan di atas; setelah itu, kembali ke sini.
Ternyata ada yang menarik dari pernyataan Djoko Santoso, "Mereka curang terus. Curangnya ini sudah tidak aturan, mereka secara masif, terencana sistematik, dan brutal. Suara-suara saudara entah gimana dicurangi itu namanya mengerosi kedaulatan rakyat."
Djoko menyatakan ada kecurangan, namun ia sendiri tidak tahu bentuk kecurangan tersebut; suatu ungkapan yang kontraditif. Hal tersebut, sama dengan hasil dapatan saya selama beberapa hari pasca Pilpres. Misalnya,
- Seorang Caleg asal Sulut, yang menemui saya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Ia kumandangkan narasi kecurangan. Tapi, ketika ditanyakan bukti-buktinya, ia malah alihkan percakapan.
- Sama halnya dengan beberapa orang yang bertemu saya di Lenteng Agung Jakarta Selatan; mereka hanya katakan ada kecurangan, namun tak bisa sampaikan bukti.
- Sangat banyak sebaran di Medsos tentang adanya kecurangan, tapi cuma itu. Tidak diikuti dengan data dan bukti yang jelas.
Agaknya, hanya narasi kecurangan pada Pilpres 2019, [Note: Lucunya, mereka tidak berseru tentang Pileg; yang membuat suara PKS dan Gerindra naik di sejumlah daerah. Sementara suara PAN dan Demokrat terjun bebas] yang menjadi perhatian BPN. Sehingga itu saja yang diulang-ulang; bahkan sudah menjurus pada penyesatan publik dan memprovokasi rakyat.
###
Lalu, untuk apa dan mengapa Djoko Santoso, yang juga Purnawirawan Jenderal TNI, menyampaikan narasi kecurangan jika tidak memberi data dan bukti?
Menurut saya, sangat tidak mungkin jika terjadi kecurangan pada Pilpres, seperti diungkapkan oleh Djoko Santoso, tanpa diketahui publik. Dari kata-kata Djoko Santoso, "Curangnya ini sudah tidak aturan, mereka secara masif, terencana sistematik, dan brutal;" ini bisa bermakna, semuanya terjadi secara terbuka dan diketahui sangat banyak orang.
Dengan demikian, publik yang mengetahui dan mendapat bukti-bukti kecurangan itu, (akan) mempublikasikan melalui semua jaringan yang mereka miliki. Faktanya, tidak terjadi seperti itu.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka narasi kecurangan yang disampaikan secara TSM oleh dan dari BPN Prabowo-Sandi hanya sebatas kata, orasi, narasi kosong dan tanpa bukti serta data; semuanya merupakan bentuk penyesatan publik. Juga, hanyalah ungkapan agar terjadi kegaduhan sosial, bahkan menjurus pada upaya melakukan ketidakstabilahlan politik keamanan Nasional.
Oleh sebab itu, Aparat Keamanan harus bertindak tegas.
Opa Jappy | Indonesia Hari Ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H