Catatan I: Prediksi Debat Calon Wakil Presiden
Debat Cawapres diperkirakan akan menarik karena keduanya datang dari latar belakang berbeda dan menjadi simbol pertarungan dua generasi.
Juga akan semakin berbobot, dan berkualitas, apalagi jika Ma'ruf  Amin dan Sandi mampu mengelola orasi mereka sehingga menarik perhatian publik. Karena dua sosok Cawapres datang dari dua generasi berbeda itu diharapkan bisa meyakinkan publik dengan jawaban-jawaban yang diberikan.
Keduanya bisa menghadirkan tontonan politik yang edukatif, dan diharapkan bukan sekadar memberikan jawaban untuk 'mematikan' lawan bicara.
Pada debat ini, keduanya harus meyakinkan massa atau calon pemilih lawan. Itu bermakna. Sandi Uno, walau ia muda, harus bisa menunjukkan kepada generasi 'seangkatan Ma'ruf Amin' bahwa dirinya mampu, pas, pantas, dan berkualitas menjadi Wakil Presiden.
Hal yang sama pun harus dilakukan oleh Ma'ruf Amin kata dia, dalam artian, walau ia termasuk dari generasi "zaman old", namun ide, gagasan, pola pikir, serta kemampuannya diharapkan masih relevan untuk dengan generasi sekarang.
Dengan begitu masyarakat akan bisa menilai siapa sosok yang paling pantas untuk menjadi wakil presiden mendatang.
Kedua Cawapres tersebut selama ini memiliki rekam jejak yang baik dalam hal penguasaan seni mempengaruhi orang lain.
Dengan begitu maka debat diperkirakan akan berlangsung seru dan menarik serta diharapkan tetap edukatif bagi masyarakat di Tanah Air, [Sumber, Antara].
Pernyataan di atas, saya sampaikan ke pewarta Kantor Berita Antara dan tulis sebagai Artikel di Kompasiana; kemudian dipublikasi (ulang) oleh banyak situs berita di Tanah Air.
###
Agaknya, prediksi tersebut menarik perhatian publik, terutama para pendukung pasangan Capres/Cawapres pada Pilpres RI tanggal 17 April 2019.
Sehingga pada diskusi virtual di Medsos, terutama Grup WA, cukup banyak diskusi yang prediksikan bahwa, 'Debat Ma'ruf Sandi akan berimbang. Atau, Ma'ruf akan tertinggal serta kelabakan karena jawaban Sandi yang lugas, sesuai konteks pertanyaan, berdasar data dan fakta, serta ada hal-hal baru, aktual, mudah dipahami, plus menarik perhatian pemilih pemula atau pun milenial.
Prediksi awal seperti itu, ada benarnya, karena publik melihat atau mengukur keduanya dari sudut pandang generasi, latar pendidikan, serta faktor 'era mereka lahir lahir dan tumbuh kembang.'Â
Sayangnya, prediksi awal tersebut meleset alias keliru.
Catatan II: Tampilan Sandi Uno
Kemarin saya menyaksikan debat Calon Wakil Presiden secara langsung, episode 1, 2; selanjutnya secara online atau live di atas Commuter menuju Bogor.
Saya tinggalkan area debat tersebut, karena memang membosankan; membosankan sebab Sandi tidak mampu secara total malawan dan menaklukan Ma'ruf.
Tampilan menit awal di dapat kemarin, diriku bayangkan Sandy dengan kostum kasual, misalnya t shirt di balik jas, atau baju lengan pendek, sepatu modis milenial; ternyata tidak. Sebaliknya, Ma'ruf tidak tampil seperti anak muda tahun 70an, tapi tetap sarungan. Tampilan Sandi tidak 'mewakili' kalangan era kekinian; justru Ma'ruf tetap tunjukan diri sebagai 'generasi zaman told.'
Selanjutnya, waktu penyampaian visi misi 4 menit, Ma'ruf tampil tanpa beban, datar, dan durasi antar kata tak cepat, seakan memberi kesempatan agar pendengar memahami kata-katanya dengan jelas. Sebaliknya, Sandi seakan bergetar, tidak tenang. Episode ini, Sandi mulai terlihat tercecer di belakang Ma'ruf.
Berikutnya, apalagi pada babak tanya jawab, sudah tak menarik, bahkan Sandi tidak nyambung. Sandi hanya mengulang orasi dan narasi impian; seperti biasa Prabowo lakukan.
Parahnya lagi, Sandi tidak bisa menjawab, "Apa instrumen yang akan digunakan Pak Sandiaga untuk memantau penggunaan dan output 60 persen dana pendidikan yang transfer ke Pemerintah Daerah." Sehingga, Ma'ruf yang menjawab sendiri pertanyaannya, "Pemerintah pusat harus menggunakan Satu Data Pendidikan untuk pemantauan penggunaan dan output transfer dana pendidikan tersebut. Itulah NPD, Neraca Pendidikan Daerah dan DPD, Data Pokok Pendidikan."
Berikutnya lagi, saya cuma melihat bahwa Sandi cuma berikan data imaginer. Misalnya, dalam 7 bulan kunjungi 1500 area komunitas masyarakat, undang akturia dari Hong Kong, program gagal Ok Oc, dan impian manis dari hamparan kosong.
###
Dari catatan Kedua ini, dan masih banyak lagi, saya pastikan (akan) ramai di Medsos; ternyata benar. Dari ratusan posting di Medsos hari ini, cuma satu dua yang menuji Sandi, itu pun hanya 'para pemujanya.' Lebihnya, memuji 'Abah Kolot' Ma'ruf Amin; ia mampu menarik perhatian semua kalangan, termasuk para milenial pemilih pemula.
Jadi, simpulan nakalku berkata, Sandi kalah jauuuuuuuuuh dari Ma'ruf; Sandi cuma menang muda dan ganteng. Lainnya, Ma'ruf unggul. Jelas, paling pas jadi Wakil Presiden, adalah ia yang berkata,
"Kami juga mengajak kita semua untuk melawan dan memerangi hoax karena hoax adalah merusak tatanan bangsa Indonesia.
Kami akan melawan dan memerangi fitnah: seperti kalau Jokowi terpillih keberagaman dibubarkan, keberagaman dilarang, azan dilarang, zina dilegalisir.
Saya bersumpah demi Allah, selama hidup saya, akan saya lawan upaya-upaya yang akan melakukan itu!
Allah sudah mengatakan; kalau datang kepadamu orang fasik membawa berita maka hendaknya kamu tabayun, kamu cek, jangan terima saja.
Ya Allah, saya memang merasa sudah tidak muda lagi. Tetapi kalau engkau percayakan pada kami untuk memimpin bangsa ini, kami siap. Dan kami akan bekerja dengan sungguh-sungguh. Hasilnya bukan untuk kami, tapi untuk generasi yang akan datang."
Opa Jappy | Relawan Indonesia Hari Ini Memilih Jokowi - IHI MJ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H