Agaknya, prediksi tersebut menarik perhatian publik, terutama para pendukung pasangan Capres/Cawapres pada Pilpres RI tanggal 17 April 2019.
Sehingga pada diskusi virtual di Medsos, terutama Grup WA, cukup banyak diskusi yang prediksikan bahwa, 'Debat Ma'ruf Sandi akan berimbang. Atau, Ma'ruf akan tertinggal serta kelabakan karena jawaban Sandi yang lugas, sesuai konteks pertanyaan, berdasar data dan fakta, serta ada hal-hal baru, aktual, mudah dipahami, plus menarik perhatian pemilih pemula atau pun milenial.
Prediksi awal seperti itu, ada benarnya, karena publik melihat atau mengukur keduanya dari sudut pandang generasi, latar pendidikan, serta faktor 'era mereka lahir lahir dan tumbuh kembang.'Â
Sayangnya, prediksi awal tersebut meleset alias keliru.
Catatan II: Tampilan Sandi Uno
Kemarin saya menyaksikan debat Calon Wakil Presiden secara langsung, episode 1, 2; selanjutnya secara online atau live di atas Commuter menuju Bogor.
Saya tinggalkan area debat tersebut, karena memang membosankan; membosankan sebab Sandi tidak mampu secara total malawan dan menaklukan Ma'ruf.
Tampilan menit awal di dapat kemarin, diriku bayangkan Sandy dengan kostum kasual, misalnya t shirt di balik jas, atau baju lengan pendek, sepatu modis milenial; ternyata tidak. Sebaliknya, Ma'ruf tidak tampil seperti anak muda tahun 70an, tapi tetap sarungan. Tampilan Sandi tidak 'mewakili' kalangan era kekinian; justru Ma'ruf tetap tunjukan diri sebagai 'generasi zaman told.'
Selanjutnya, waktu penyampaian visi misi 4 menit, Ma'ruf tampil tanpa beban, datar, dan durasi antar kata tak cepat, seakan memberi kesempatan agar pendengar memahami kata-katanya dengan jelas. Sebaliknya, Sandi seakan bergetar, tidak tenang. Episode ini, Sandi mulai terlihat tercecer di belakang Ma'ruf.
Berikutnya, apalagi pada babak tanya jawab, sudah tak menarik, bahkan Sandi tidak nyambung. Sandi hanya mengulang orasi dan narasi impian; seperti biasa Prabowo lakukan.
Parahnya lagi, Sandi tidak bisa menjawab, "Apa instrumen yang akan digunakan Pak Sandiaga untuk memantau penggunaan dan output 60 persen dana pendidikan yang transfer ke Pemerintah Daerah." Sehingga, Ma'ruf yang menjawab sendiri pertanyaannya, "Pemerintah pusat harus menggunakan Satu Data Pendidikan untuk pemantauan penggunaan dan output transfer dana pendidikan tersebut. Itulah NPD, Neraca Pendidikan Daerah dan DPD, Data Pokok Pendidikan."