Saya dulu ikut, bahkan lagu saya menjadi ikon dalam gerakan perubahan yang diikuti oleh begitu banyak seniman.
Bahkan setelahnya saya pernah diundang ke istana, saya masih ingat cercaan dan bulian pada saya, kala itu.
Lalu, jujur, sebagaimana Anda semua, saya kecewa, ya sangat kecewa.
Terasa sia-sia perjuangan kita yang tanpa pamrih.
Yang kita bela dan dukung ternyata lebih buruk, kesengsaraan rakyat makin menjadi-jadi, ketidakadilan dan kesewang-wenangan menjadi tontonan kita sehari-hari.
Maka saat mereka mengajak untuk kembali ikut kampanye dan acara-acara untuk mendukung,
Saya katakan tidak, saya sudah tertipu, saya tak mungkin ikut lagi.
Saya juga merasa berdosa ikut berperan, dulu
[Sumber: Warta Kota 13 Maret 2019]
Pernyataan IF tersebut memang cukup menggelitik karena secara tersirat menunjukan penyesalan terhaddap apa yang telah ia Lakukan pada masa sebelumnya. Coba perhatikan bagian ini
Yang kita bela dan dukung ternyata lebih buruk, kesengsaraan rakyat makin menjadi-jadi, ketidakadilan dan kesewang-wenangan menjadi tontonan kita sehari-hari.
Maka saat mereka mengajak untuk kembali ikut kampanye dan acara-acara untuk mendukung,
Saya katakan tidak, saya sudah tertipu, saya tak mungkin ikut lagi.
Saya juga merasa berdosa ikut berperan, dulu.
Dengan gampang, karena saat ini ramainya deklarasi dukung-mendukung, publik langsung arahkan perhatian ke Capres/Cawapres pada Pilpres 2014. Pada masa itu, apakah IF mendukung salah satu pasangan Capres/Cawapres?
Dari jejak digital menunjukkan bahwa, pada Pilpres 2014, IF netral atau tidak mendukung pasangan Capres/Cawapres tertentu. Lalu, mengapa ia berkata, "Saya katakan tidak, saya sudah tertipu, saya tak mungkin ikut lagi. Saya juga merasa berdosa ikut berperan, dulu."
Dengan rangkaian kata-kata seperti itu, IF seakan berkata bahwa, 'Dirinya ikut berperan atau mengambil bagian pada upaya agar seseorang menjadi pemimpin.'
Namun, siapa orang yang dimaksud IF tersebut? IF tidak memberi kepastian jawaban; ia justru 'membiarkan kebebasan' kepada publik menafsir sesuai kemampuan olah pikir mereka.
Nah.
Karena kebebasan itulah, maka saya menilai bahwa IF telah dan sementara melakukan 'penyesatan publik.'
Dalam artian, ungkapan IF tersebut tertuju ke pasangan Capres/Cawapres Pilpres 2019; dan khususnya Joko Widodo, yang sekarang adalah Presiden RI.
Hal tersebut tercermin pada, "Yang kita bela dan dukung ternyata lebih buruk, kesengsaraan rakyat makin menjadi-jadi, ketidakadilan dan kesewang-wenangan menjadi tontonan kita sehari-hari;" Pernyataan seperti ini, sama dan sebangun dengan ungkapan dasar dari para Anti Jokowi, Pembenci Jokowi, Oposisi, serta Tim Sorak Prabowo - Sandi.
Selain telah melakukan 'Penyesatan Publik,' agaknya IF telah terjerumus ke dalam area politik yang dibangun dengan opini kosong, tanpa data dan fakta, hoax, serta ujar kebencian. Akibatnya, IF dengan nyaman mengeluarkan pernyataan yang tidak membangun dan tak bermartabat.
Jadi, berdasar hal-hal di atas, saya sampaikan pesan ke Iwan Fals, bahwa
- Jejak Digital menunjukkan Anda tidak mendukung Jokowi JK pada Pilpres 2014
- Jadilah seniman yang netral sesuai nama besar Anda
- Tak perlu mengeluarkan pernyataan ambigu dan multi makna
- Ingat juga banyak pendukungmu adalah para Jokowers; jangan membuat bathin mereka terluka
- Jika menilai hasil karya Jokowi JK, lakukan dengan jujur dan holistik
Semoga
Opa Jappy | Relawan Indonesia Hari Ini Memilih Jokowi - IHI MJ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H