Setelah sejenak bersama-sama teman-teman dari Forbin, saya pun mulai melakukan eksplores untuk menemukan cuklik di Rumah Cuklik Bogor, ternyata tidak ada penculik dan hasil menculik berupa cuklik warna-warni yang indah dan mahal. Â Saya pun bertanya kepada tuan rumah, Agun Gunandjar Sudarsa, mengapa disebut Rumah Cuklik?
Jawabannya, sama persis dengan teman saya di Mataram; menurut Agun, "Di rumah Cuklik, ada proses membentuk orang sehingga ia jadi." Selanjutnya Caleg Golkar untuk Dapil Bogor dan sekitarnya, sejak beberapa tahun silam di Rumah Cuklik ada proses membentuk insan Indonesia yang berkualitas. Puluhan anak-anak (ada juga yang sudah menjadi PNS di berbagai instansi), dibentuk, dididik, ditempa sehingga berhasil, untuk Negara, Bangsa, dan Agama.
Jadi, secara tersirat, walau tidak ada pahat, palu, keong, kerang, batu casa untuk menculik, namun sejatinya, di Rumah Cuklik, ada atau terjadi proses mencuklik; bukan mencuklik benda-benda mati, melainkan menghidupkan yang sudah hidup, sehingga mereka lebih bermakna pada hidup dan kehidupan.
Karena proses itulah, maka di kompleks Rumah Cuklik, ada berbagai fasilitas edukasi, ruang pertemuan, perpustakana, dan tempat ibadah, bahkan area rekreasi. Â Dengan itu, Rumah Cuklik Bogor, bukan sekedar arena pembentukan karakter, namun juga arena belajar, piknik, ibadah, dan pendidikan politik. Lengkap deh.
Juga di Rumah Cuklik, Sang Pemiliknya, memadukan nilai-nilai cuklik dan filosofi  Siliwangi, silih asah, silih asih, silih asuh yang artinya saling menajamkan pikiran, mengingatkan dan saling mengasuh; serta tidak boleh menyerah sebelum bertarung.
Itulah Rumah Cuklik Bogor, tanpa palu dan pahat, namun telah menghasilkan cuklik-cuklik yang indah, dan telah berkarya di mana-mana. Ketika di mobil sahabat saya, Andy Tirta, saya pun merenung panjang dalam diam, Agun Gunandjar Sudarsa melalui Rumah Cuklik telah menghapus 'gap' antara Anggota Parlemen dan rakyat biasa.
Dengan low profile, elagiter, merakyat, dan ada di antara orang desa, Agun memperlihatkan bahwa dirinya bukan siapa-siapa tanpa rakyat yang memilihnya. Oleh sebab itu, hasil 'jerih payah' lebih dari 20 tahun sebagai Anggota Parlemen, ia kembalikan kepada rakyat melalui Rumah Cuklik: rumah edukasi, tempat piknik, bisa beribadah, dan juga sebagai 'Rumah Politik.'
Tiba-tiba, kubermimpi, betapa indahnya, seandainya lebih dari 500 orang Anggota Parlemen memiliki rumah sejenis Rumah Cuklik. Tentu mereka (akan) lebih bermanfaat nyata di tengah rakyat, daripada berkomentar atau mengeluarkan orasi dan narasi yang tidak bermafaat serta bisa memecah belah bangsa.
Semoga, mimpi saya menjadi kenyataan.
#MonggoDatangkeRumahCuklik