Berdasarkan data dari sejumlah media, angka ini berbeda-beda, sekitar 1.5 juta orang Indonesia bekerja di Timur Tengah; bekerja berbagai bidang, terutama pembantu Rumah Tangga, Pekerja Bangunan, atau pun 'non keahlian' lainnya.
Data 2015 menunjukkan bahwa 2014, negara paling besar menampung TKI adalah (i) Arab Saudi dengan jumlah TKI 1,01 juta orang, (ii) Uni Emirat Arab sebesar 114.000 orang, (iii) Yordania 48.000 orang, (iv) Oman 33.000 orang, (v) Qatar 28.000 orang, (vi) Kuwait, Bahrain, Sudan, Mesir, Libanon, dan negara lainnya. [Note: Cukup aneh, ada TKI/W yang bekerja di Sudan; padahal salah satu negara termiskin di Dunia dan pertumbuhan ekonomi sangat rendah].
Dari lebih sejuta TKI/W di Arab Saudi tersebut, menurut KBRI di Arab Saudi dan BNP2PTKI, minimal ada 2500 orang adalah TKI yang dinyatakan ilegal. Dalam artian, mereka bekerja di sana tanpa melalui proses perizinan.
Modus yang mereka gunakan adalah visa ziarah; dan sengaja tidak pulang ke Indonesia. Mereka bekerja selama 90 hari, sambil mencoba peruntungan mendapat izin, melalui calo. Jika berhasil dapat izin tinggak, maka para 'pendatang ilegal' tersebut bisa bekerja selama 5-10 tahun.
Penyebab TKW Mengalami Penyiksaan
Sudah bukan rahasia bahwa sebagian besar TKI, utamanya TKW, yang bekerja di LN pada sektor informal, tanpa persiapan khusus atau pun, ketrampilan dasar yang memadai; misalnya, menggunakan alat-alat elekronik rumah tangga, juga menguasai bahasa.
Di samping itu, mereka terikat kontrak pada agen; dan agen itulah yang 'menentukan' kerja di mana dan dengan siapa; juga harus membayar  jasa agen yang jumlahnya cukup besar.
Pada konteks itu, TKW menjadi tidak berdaya; sehingga adakalanya tidak bisa berbuat banyak, jika mengalami kendala di tempat kerja, misalnya kerja melebihi 12 jam sehari, gaji yang dipotong, dan lain sebagainya.
Menimnya ketrampilan (dan juga bahasa) tersebut, merupakan salah satu faktor penyebab terjadi 'penyiksaan' terhadap TKW.
Selain itu, berbagai sumber menyatakan alasan-alasan TKWI mengalami penyiksaan antara lain, (i) hasil kerja yang kurang memuaskan majikan, (ii) kendala bahasa, (iii) majikan memaksa atau memerinta bekerja di waktu pekerja beristirahat, (iv) godaan dan penolakan ajakan ML, (v) melawan ketika terjadi pelecehan seksual, (vi) majikan membuat pembatasan-pembatasan sehingga pekerja tidak bisa bersosialiasi, menghubungi keluarga, dan juga ibadah.