Bagaimana di Indonesia? Pada KUHP Bab XVI, Pasal 310, 311, 315, 317, dan Pasal 318 KUHP, 142, 143, 156, 157, 177, 207, 208, dengan jelas melarang (dan memberi sanksi hukum) segala bentuk penghinaan atau pencemaran nama baik, penghinaan, benci dan kebencian kepada orang lain, lembaga pemerintah, agama, serta Kepala Negara.
##
Kembali ke Kasus Jonru. Jonru, yang sekian waktu lalu pernah populer dengan idion 'Jonru;' idiom yang dihubungkan dengan segala bentuk ujar kebencian. Dan, karena perilaku itulah, ia dihukum serta dimasukan ke dalam penjara. Kini, ia bebas bersyarat.
Timbul tanya, apakah setelah bebas, masihkah ia 'menjoru?' Dalam artian, ia menjadi jera sehingga stop atau berhenti melakukan (dan menyampaikan) orasi dan narasi yang bersifat 'Jonru' melalui Medsos dan di Dunia Nyata?
Saya justru meragukan bahwa Jonru berhenti 'menjoru.' Alasannya, lihat catatan II di atas, Jonru tidak pernah mengakui bahwa dirinya (telah) membuat kesalahan atau melanggar hukum. Intinya, ia tidak pernah (merasa dan) berbuat salah, karena selalu benar.
Dengan demikian, sepatutnya hukuman terhadap mereka yang terbukti secara sah dan meyakinkan (berdasar bukti-bukti serta kesaksian para saksi di/dalam Sidang Pengadilan) telah melakukan (dan meyampaikan) ujar kebencian, harus diberi (atau mendapat) hukuman yang maksimal. Termasuk, tidak (akan) mendapat pembebasan bersyarat.
Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis pasal Pasal 16, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Dan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 28, pasal 2, Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA); dan pasal Pasal 45, Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Melalui hukuman atau pemberian hukuman yang maksimal tersebut, diharapkan pelaku, ketika di sel tahanan dalam sepi serta kesepian, bisa merenungkan serta merefleksi tentang apa-apa yang telah ia lakukan; dan sedapat mungkin, dari dalam dirinya, muncul pertobatan serta perubahan diri.
Sebab, tanpa pertobatan (dan juga perubahan spiritual), maka seseorang, walau sudah dipenjarakan (karena terbukti bersalah), ketika bebas, ia akan mengulangi perbuatan atau kesalahan yang sama, bahkan lebih jahat dari sebelumnya.
So, Stop Hate Speach
Opa Jappy | Ketum Komunitas Indonesia Hari Ini - IHI
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI