Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Yang Mahasuci dan Mahakuasa Telah Ada Dalam Aksara

24 Oktober 2018   09:26 Diperbarui: 24 Oktober 2018   11:15 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Kanal Indonesia Hari Ini

Kita, anda dan saya, harus mengakui dan menyadari bahwa ajaran iman pada Agama-agama Samawi merupakan warisan dari Timur Tengah.
Karena itu, penyebutan Nama Sang Ilahi pun, secara literal, mengikuti Aksara yang muncul di Timur Tengah. Misalnya:

  • Bahasa Aram dan Ibrani:
    Allah - Elohim -  אלוהים
  • Bahasa Ibrani: TUHAN - YHWH - הויה
  • Bahasa Arab: Allah - اَللّهُ

Pada masa Pra Abraham / Ibrahim, Masa Abraham-Isakh-Yakub, sampai Era Pra Musa mereka HANYA mengenal da menyembah Sang Ilahi sebagai EL, [Bentuk tunggal dari kata Allah]. Pada masa mereka, dalam hidup dan kehidupan sehari-hari mengenal El dan Elohim

Dengan pemahaman dan ritus bahwa

  • EL adalah Pusat Penyembahan Yang Utama dan Tertinggi. Keberadaannya di luar jangkauan nalar pikir manusia. EL ada di wilayah yang jauh dan tinggi atau Transenden
  • Di bawah EL ada puluhan, bahkan ratusan hingga ribuan 'el kecil;' mereka inilah yang disebut elohim (banyak atau jamak); mereka selalu ada di antara manusia atau imanen. Elohim merupakan 'el' yang aktif sehari-hari dan ada di mana-mana. Sering juga digambarkam dalam bentuk patung atau situasi dan lokasi; misalnya, Elohim di Bethel atau di kota Betel ada elohim atau rumah untuk menyembah el di kota Beth.

Sehingga pada masa itu, sejak lama atau sebelum ada Agama-agama Samawi, karena EL itu transenden, tertinggi, dan melekat semua MAHA, maka ia harus diperlakukan istimewa atau tidak boleh seberangan. Sejarah ajaran agama-agama menunjukkan bahawa, penyembahan untuk menyembah dan menghormati El merupakan ritus tertua. Ritus-ritus tersebut termasuk pembakaran korban binatang dan manusia atau pun berbagai model penyembahan pada/dalam kuil-kuil.

Pada Era Musa dan Pasca Musa, ia memperkenalkan bahwa EL tersebut adalah TUHAN - YHWH - . Umat pun wajib menghormati YHWH sebagaimana dilakukan terhadap EL. Sehingga yang terjadi adalah

  • Karena sangat suci sebutan YHWH, jika melihat aksara tersebut, dan jika mau disuarakan; maka ucapannya adalah Adonai.
  • Ada larangan menyebut YHWH EL atau TUHAN Allah dengan sembarangan, misalnya pada Hukum Taurat

Dalam perkembangan kemudian, secara sadar atau tidak, PUSAT PENYEMBAHAN atau Sang Ilahi tersebut telah diidentifikasi ke/dalam aksara atau huruf atau kata. Atau 'EL dan TUHAN telah menjadi atau ada di dalam huruf-huruf.' Sehingga kata-kata  Allah - Elohim -  אלוהים, TUHAN - YHWH - הויה
Allah - اَللّهُ dipahami mengandung kesuciaan dan kekudusan dari Sang Ilahi.

Konsep inilah yang berkembang pada diri banyak orang beragama; utamanya, umat Agama-agama Samawi; terutama di Indonesia. Maka, شْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ  'terlihat wajar' jika pada perkembangan kemudian aksara dalam kata-kata atau kalimat ini pun   dinilai memiliki kesucian.

Karena ada nilai kesucian tersebut, maka harus dihormati, tidak boleh sembarangan diucapkan dan diucapkan, serta menempatkan pada posisi yang benar, baik, tertinggi. Penghormatan yang sangat tinggi dan suci pada pada 'aksara Allah - Elohim - לוהים, , TUHAN - YHWH - הויה , Allah - اَللّهُ yang kemudian memunculkan chaos sosial di mana-mana. Misalnya Yahudi Fanatik dan Katolik Fanatik akan marah besar jika nama YHWH dan TUHAN diperlakukan sembarangan. 

Penyebabnya adalah, jika memperlakukan salah pada aksara-aksara atau kata-kata 'yang mengandung suci dan kesucian' tersebut, maka (akan) memunculkan dan membangkitkan amarah serta kemarahan. Bahkan ikon atau lambang-lambang yang berhubungan atau bisa ditafsir berhubungan dengan kata-kata di atas, harus dihormati, jika tidak, maka akan bermasalah. 

Nah.

Jika sekarang ada yang ribut tentang bakar bendera; maka saya cenderung melihat penyebabnya bukan tentang ajaran iman, melainkan politik dan politis. Sebab, bagi saya TUHAN atau pun MAHA KUASA tak pernah melekat atau pun ada di/dalam aksara; serta dibatasi oleh huruf-huruf. Oleh sebab itu, selesaikan sesuai atau dalam frame persatuan serta kesatuan NKRI.

Opa Jappy | Alumni STT Filsafat Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun