Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pengakuan Jujur dari PAN

19 Oktober 2018   19:07 Diperbarui: 19 Oktober 2018   19:22 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua Catatan Awal

Pertama: Sandiaga Uno, Pilihan Prabowo

Fakta yang terjadi pada 9 Agustus 2018, adalah Sandiaga Uno berhasil menjadi Cawapres (dari Prabowo) setelah adanya negoisasi 'tingkat tinggi' dengan PAN dan PKS, plus Gerindra dan (mungkin juga) Demokrat.

Walaupun, tidak diakui oleh Prabowo (dan Parpol Pendukung), perkiraan saya bahwa Cawapres untuk Prabowo adalah seserorang yang mampu (ikut) membiayai (dan menyumbangkan) dana kampanye Pilpres, ternyata benar serta tepat. Apalagi, ada sejumlah rumor dan pengakuan bahwa di balik pencawapres Sandiaga Uno, sebelumnya, telah terjadi persembahan dana segar ke Parpol tertentu (di lingkaran Parpol pendukung Prabowo).

Lepas dari rumor dan pengakuan tersebut, kepastian bahwa Prabowo (dan Gerindra cs) membutuhkan dana atau biaya kampanye, sudah terjawab dengan/melalui Sandiaga Uno; dan itu sangat tepat untuk Prabowo, [Sumber: Klik]

Kedua: PAN Menolak Kampanyekan Prabowo-Sandi

Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno mengakui sejumlah calon anggota legislatif yang diusung PAN menolak mengampanyekan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Menurut Eddy Soeparno,

Meski PAN merupakan parpol pengusung Prabowo-Sandi, namun sejumlah caleg tak akan mengampanyekan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02. Menurut Pengakuan Caleg dari PAN,

Mereka menolak ikut mensosialisasikan Prabowo-Sandi karena tak sesuai dengan kehendak konstituen yang lebih mendukung pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Di antara caleg kita yang berjuang di daerah, 'mohon maaf ketum, mohon maaf sekjen. etapi di bawah, saya mungkin tidak bisa terang-terangan untuk berpartisipasi dalam pemenangan Pak Prabowo. Karena konstituen saya tidak sejalan dengan itu. Jadi mohon maaf.' 

PAN memang akan lebih fokus memenangkan Pileg 2019 ketimbang Pilpres. Sebab, Pileg dan Pilpres 2019 akan digelar secara serentak. Di sisi lain, PAN tidak mempunyai perwakilan yang diusung sebagai calon presiden dan calon wakil presiden. [Selanjutnya lihat di Kolom Komentar].

##

Pengakuan PAN tersebut, agaknya bukan main-main atau candaan, namun apa adanya. Jelas bahwa, ada semacam kesadaran atau mungkin saja dilema dalam diri para Caleg PAN. Mereka fokus ke kampanyekan Pileg atau pada Pileg. Jika pada Pilpres, maka (akan) menguntungkan Gerindra, sementara kampanyekan diri sendiri bisa terabaikan. Maka, lebih baik, kampanyekan diri sendiri (PAN), tapi mengabaikan memenangkan Prabowo - Sandi.

Pilihan para Caleg PAN tersebut, menurut saya, adalah sesuatu yang praktis, tepat, dan dengan pertimbangan politik; sebab pemilih mereka adalah rakyat yang mendukung Jokowi -- MA. Oleh sebab itu, tidak ada pilihan lain, selain mengikuti kehendak pemilih. Selain itu, jika para Caleg PAN tersebut melakukan langkah beda (misalnya memaksa diri kampanyekan Prabowo-Sandi), maka itu berarti mereka harus siap (agar) tidak terpilih sebabagai Anggota Parlemen.

Selain para Caleg PAN, bisa jadi calon anggota Parlemen dari Parpol lain pun, melakukan hal yang sama. Misalnya para caleg dari Demokrat (dan kemungkinan juga Gerindra) di wilayah basis (militan) Jokowi-MA. Mereka pun ada dalam sikon yang sama; yaitu kampanyekan Prabowo-Sandi dengan resiko tidak terpilih sebagai Anggota Parlemen. Atau, fokus pada kampanyekan diri sendiri, dan abaikan Pilpres.

Dengan sikon seperti di atas, maka Tim Prabowo - Sandi, hanya mengharapkan upaya maksimal mesin politik Gerindra dan (juga) PKS. Sayangnya, apa-apa yang keluar dari Gerindra dan PKS tersebut, sejak pra-kampanye hingga masa kampanye ini, hanyalah, maaf-maaf saja, berupa hal-hal yang bukan prestasi andalan, melainkan bersifat hoaks,  ujar kebencian, dan kritik tanpa data terhadap kinerja pemerintah.

Bahkan, yang muncul dari mereka hanya lah upaya menakutkan publik dengan hal-hal yang tak masuk akal dan pemutarbalikan fakta. Misalnya, Indonesia tak ada pada tahun 2030 (ternyata hasil baca novel fiksi); tentang perizinan kapal (langsung dijawab Menteri Susi); tentang 'Ekonomi Kebodohan (langsung terjawab di sini, klik), dan lain sebagainya.

Dengan sikon seperti itu, bagaimana mungkin Tim Prabowo-Sandi bisa mendulang suara agar memenangkan Pilpres 2019?

Bisa. Jika mereka melakukan Kampanye seperti Pilkada DKI 2017.  Tapi, apakah mungkin terjadi? Sebab Indonesia bukan sepotong Jakarta dan rakyat Indonesia tidak (akan) tunduk pada Politik Supremasi Tekanan Massa.

Opa Jappy | Relawan Indonesia Hari Ini Memilih Jokowi - IHI MJ

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun