Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Selamat Jalan Adik Bungsu

17 September 2018   10:25 Diperbarui: 17 September 2018   10:40 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

24 Agustus 1976
17 September 2018

Selamat Jalan Andy Pellokila; Diriku yang tua ini, hanya bisa berkata, "Umurnya telah lalu, telah gagal rencana-rencanamu, dan cita-citamu." [Ayub 17:11]

Catatan I

"Manusia yang lahir dari perempuan, singkat umurnya dan penuh kegelisahan. Seperti bunga ia berkembang, lalu layu, seperti bayang-bayang ia hilang lenyap dan tidak dapat bertahan.

Masakan Engkau menujukan pandangan-Mu kepada orang seperti itu, dan menghadapkan kepada-Mu untuk diadili?

Siapa dapat mendatangkan yang tahir dari yang najis? Seorang pun tidak!

Jikalau hari-harinya sudah pasti, dan jumlah bulannya sudah tentu pada-Mu, dan batas-batasnya sudah Kautetapkan, sehingga tidak dapat dilangkahinya, hendaklah Kaualihkan pandangan-Mu dari padanya, agar ia beristirahat, sehingga ia seperti orang upahan dapat menikmati harinya.

Karena bagi pohon masih ada harapan: apabila ditebang, ia bertunas kembali, dan tunasnya tidak berhenti tumbuh. Apabila akarnya menjadi tua di dalam tanah, dan tunggulnya mati di dalam debu, maka bersemilah ia, setelah diciumnya air, dan dikeluarkannyalah ranting seperti semai.

Tetapi bila manusia mati, maka tidak berdayalah ia, bila orang binasa, di manakah ia?

Seperti air menguap dari dalam tasik, dan sungai surut dan menjadi kering, demikian juga manusia berbaring dan tidak bangkit lagi, sampai langit hilang lenyap, mereka tidak terjaga, dan tidak bangun dari tidurnya.

Catatan II

Kutipan di atas, merupakan hasil refleksi 'masa depan'  dari Sang Sosok Lama, yang akrab dipanggil Ayub pada Komunitas Iman Yahudi, Katolik, Islam, dan Protestan. Keberadaan Ayub, Sang Sosok Lama itu, jauh sebelum muncul agama-agama atau pun manusia mengenal Sang Khalik.

Ia, menjalani suatu proses hidup hidup yang sangat lengkap; walau tidak ada info detail tentang asal-usulnya, namun bukan bermakna Ayub muncul dari hamparan kosong yang tak terjejak.  Ayub pernah mengalami sebagai manusia kaya raya, lalu menjadi miskin dan termiskin serta papa, kemudian kembali sebagai Orang Ternama pada masanya.

Kutipan di atas, merupakan ungkapan hati Ayub, ketika ia sementara ada dalama derita dan penderitaan; dalam keadaan itu, ia berharap agar segera  'menjadi tak ada di Bumi.'

##

24 Agustus 1976
17 September 2018

"Ia telah mengakhiri pertandingan yang baik;
ia telah mencapai garis akhir dan
ia telah memelihara iman.

Sekarang telah tersedia baginya mahkota kebenaran yang dikaruniakan Tuhan padanya."

Selamat  Jalan Andy Pellokila; Diriku yang tua ini, hanya bisa berkata, "Umurnya telah lalu, telah gagal rencana-rencanamu, dan cita-citamu, (Ayub 17:11)." Itulah ucapan pertamaku, ketika mendapat berita tentang kepergian Andy, adikku yang bungsu.

Tak terasa airmataku mengalir, karena durasi hidup dan kehidupannya hanya 42 tahun (lebih singkat dari ayah kami yang tiada puluhan tahun silam, di usia 45 tahun); ia hanya jalani semuanya secara cepat, singkat, dan tak lama.

Saya hanya bisa protes dala kesedihan, mengapa begitu cepat? Padahalk 24 Agustus kemarin, kami masih Video Call, ulang tahunnya; dan 26 Agustus, juga ia lakukan yang sama.

Itulah kelahiran, durasi hidup dan kehidupaan, dan akhir dari semuanya. Kelahiran, bisa direcanakan dan diprediksi; durasi hidup dan kehidupan, bisa tertata serta diolah; namun akhir dari hidup dan kehidupan, hanyalah Empunya Hidup yang menentukan.

##

Ia telah pergi; dan kami hanya mampu berkata:

Kami tak mau menguburnya pada ketinggian, karena kami akan lelah mendaki untuk menemui dia.

Kami tak mau menguburnya pada lereng bukit, karena kami tak menemukan dis, ketika jazadnya terbawa longsor.

Kami tak mau menguburnya pada tanah datar, karena kami akan habiskan banyak waktu di samping dia.

Kami tak mau menguburnya pada tepian pantai, karena gelombang laut akan menghapus kenangan manis kami dan dia.

Kami tak mau menguburnya pada pinggir sungai, karena kami tak khan mendengar bisikanyan dalam kesepian yang terganggu gemercik air.

Kami tak mau menguburnya pada area padang pasir, karena ketika kami bergegas menemui dia, kami akan kepanasan dan haus.

Kami tak mau menguburnya pada pinggir jalan, karena kami hanya mampir sesaat di samping dia, ketika melangkah ke arah lain.

Kami tak mau menguburnya pada Kompleks Pekuburan, karena ketika kami ada didekat dia, maka akan bertemu sosok-sosok tak bernyawa.

Kami tak mau menguburnya pada lembah kelam dan gelap, karena disaat senja, kami sulit menemukan dia.

Kami tak mau mengubur dia di antara hiruk pikuk metropolitan, karena semarak rumahnya kalah dari gemerlapan cahaya metropolis.

Kami akan menguburnya dalam hati dan tanpa nisan; sehingga ia tetap ada di sana untuk selamanya.

Selamanya dan selamanya

Opa Jappy | Dalam Kesedihanku, Ku Menyapa dan Berseru Penuh Kegetiran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun