Sudah dipastikan sebelumnya, bahwa pertemuan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (akan) menghasilkan sejumlah kesepakatan, serta berupa koalisi politik yang strategis dalam rangka Pemilu dan Pilpres 2019.
Hal tersebut tercermin dari pernyataan SBY kepada pers bahwa, "Jalan untuk bangun koalisi ini terbuka lebar, apalagi setelah kami berdua sepakat atas apa yang menjadi persoalan bangsa 5 tahun ke depan, sepakat atas apa yang diinginkan rakyat dan masyrakat, grassroot sebelum kita berbicara kolisi. Saya katakan tersedia (berkoalisi). Koalisi yang efektif yang kokoh harus berangkat dari niat baik, good will. Harus saling menghormati, mutual respect, dan saling percaya, mutual trust dan memiliki chemistry yang baik (Kompas.Com)."
Selain itu, walaupun SBY mengaku belum membuat kesepakatan soal posisi calon wakil presiden bagi Prabowo, namun sulit dibantah bahwa ada semacam penawaran agar Prabowo menggandeng AHY sebagai Calon Wakil Presidennya, sehingga tercipta pasangan Prabowo-AHY.
Prabowo-AHY? Tidak ada yang salah. Bisa saja terjadi.
Suatu paduan pasangan 'Ayah dan Anak' dan 'Tua-Muda;' yang sama-sama mantan TNI. Prabowo yang sebaya dengan SBY, serta AHY 'bisa' setara anaknya Prabowo.Â
Jika benar, SBY dan Prabowo mematangkan pasangan Prabowo-AHY, maka hal tersebut, dalam pertimbangan koalisi politik keduanya, sudah benar atau tidak salah. Sebab, Demokrat dan Gerindra sudah cukup memenuhi syarat presidential threshold 20 persen kursi di DPR. Semuanya itu bisa terjadi, namun apakah pasangan Prabowo-AHY mempunyai peluang terpilih pada Pilpres 2019? Itu hal lain. Â
Faktanya, sejumlah pengamat politik, menyatakan bahwa AHY memang memiliki dan mempunyai potensi sebagai pemimpin, namun ia adalah the next leader, maka harus masuk ke dalam lingkaran kekuasaan (terlebih dulu) untuk belajar sebagai pemimpin sipil. Belajarlah seperti yang dialami oleh Abdul Gafur.
Jadinya, jika Demokrat dan Gerindra mau memaksakan diri untuk menciptakan pasangan Prabowo-AHY, menurut saya, merupakan suatu pemaksaan politis dan politik. Di sini. AHY dipaksakan untuk menjadi Calon Wakil Presiden, tanpa pengalaman apa pun di ranah kepemimpinan sipil, serta jauh dari giat serta pergerakan memimpin organisasi masyarakat sipil.
Ada benarnya, jika AHY harus menanti dengan sabar; serta membiarkan dirinya ikut berproses dalam perkembangan politik di Indonesia. Dan jika, Prabowo dan AHY, benar-benar ikut pada kancah Pilpres RI pada 2019, kemudian kalah, bagaimana nasib karier politik AHY? Tiada yang tahu.
Tapi, seandainya Demokrat berkoalisi dengan Parpol pendukung Jokowi, tentu akan beda.
Jika AHY tidak dicalonkan sebagai Wapres, maka peluangnya sebagai salah satu menteri di Kabinet Jokowi, sangat terbuka. Dan, dari sana, ia akan bertumbuh dan berkembang sebagai next leader.
Opa Jappy
ARTIKEL TERKAIT
AHY Perlu Belajar dari Karier Politik Abdul Gafur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H