Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Semua Elemen Bangsa Wajib Mendukung Polri Memberantas Teroris

17 Juli 2018   09:32 Diperbarui: 17 Juli 2018   09:42 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Liputan6/Jamprethati

Lihat image di atas. Indonesia Bangsa yang Ramah? Ya, memang benar adanya. Walaupun, akhir-akhir ini, sesuai dengan perkembangan zaman dan menyebarnya 'sosial egoistik,' telah muncul ketidakramahan dan sikap tidak peduli terhadap lingkungan, 'urusan orang lain,' bahkan masa bodoh tehadap apa-apa yang disekitarnya, serta menurunnya kesetiakawanan sosial.

Indonesia Bangsa yang Ramah? Ya, memang benar adanya. Indonesia, bangsa yang toleran, ya ada benarnya, itu telah terjadi di Nusantara, sebelum bernama Indonesia. Namun, hal tersebut cenderung 'menurun' ketika terjadi dan munculnya fundamentalisme agama-agama, ormas radikal, serta Parpol dengan idiologi skismatis.

Dampak dari hal-hal tersebut, serta tak tebantahkan, secara langsung dan tidak, adanya sejumlah besara aksi teror/terorisme di Indonesia. Aksi-aksi itu, dari dekade yang lalu, telah menghasilkan banyak besar yatim piatu, menimbulkan trauma, bahkan terjadi ketakuktan yang sangat akut, juga phobia jika ada pada pusat-pusat kegiatan publik, bahkan rumah ibadah. 

Juga ada kecenderungan bahwa publik merasa was-was, curiga, dan merasa tidak aman di area terrbuka [Note: Sikon inilah, bisa dikatakan bahwa, para teroris mulai 'berhasil' atau pun mencapai tujuan].

Dampak lainnya adalah, para pecinta dan perdamaian di Negeri (dengan obsesi Indonesia Tanpa Teror/Teroris) ini, tetap berupaya (dan bersuara serta berteriak) agar pemerintah dan juga aparat keamanan semakin brrupaya keras untuk memberantas teroris di/dari Indonesia. Suara dan teriakan rakyat itulah, terdengar hingga Istana, Presiden Jokowi pun ikut bersuara. Ia sempat 'mengancam,' jika RUU Anti Terorisme tidak diundangkan maka akan muncul Perpu.

Haslinya, RUU itu disahkan menjadi UU. Dan, UU Anti Teroris/me tersebut menjadi 'payung hukum' atau 'perlindungan hukum' terjadap aparat keamanan (di lapangan) ketika mereka melalukan tindakan taktis memberantas teroris. 

Bahkan, lihat suplemen di bawah tulisan, aparat bisa memeriksan dan menangkap siapa pun yang melindungi, mendukung, mengaburkan aksi-aksi teror; juga apara bisa bertindak tegas dan keras sebelum teroris melakukan aksinya. Dan itu, menurut Menko Polkam, UU tersebut ada beleid tersebut juga memberi kewenangan kepada aparat keamanan untuk dapat melakukan langkah-langkah preventif dan deteksi dini terhadap gerakan terorisme. Itu dilakukan untuk mengantisipasi serangan kelompok teror hingga menelan korban. Sebelum ada korban dan ada aksi itu sudah ada langkah-langkah yang dilakukan oleh aparat keamanan. Klo

Butuh Dukungan Publik

Jika mengikuti dan memperhatikan beberapa pengarahan Presiden Jokowi, termasuk kemarin  di Akademi Bela Negara, ia menyakakan bahwa salah satu masalah bangsa adalah terorisme. Oleh sebab itu, teroris/terorisme haru diberantas hingga ke akar-akarnya. Nah. Jika ada pengarahan Presiden seperti itu, maka pada hemat saya, pemberantasan teroris, tidak melulu merupakan tanggungjawab Pemerintah dan Aparat Keamanan, melainkan semua elemen bangsa, termasuk rakyat biasa.

Rakyat bisa ikut mencegah penyebaran teroris serta membuat 'persembunyian' untuk mereka. Oleh sebab itu, kita, anda, dan saya, atas nama ramah serta keramahan, maka menerima serta tak curiga pada siapa pun. 

Misalnya, umumnya masyarakat pada wilayah-wilayah tertentu di Nusantara, ramah, terbuka, dan menerima pendatang baru (di/ke daerahnya) dengan tulus. Ada banyak bagian dari masyarakat Indonesia, yang rela - bersedia rumahnya yang lain, yang biasa dikontrakan, menjadi hunian pendatang baru. Tak sedikit dari pendatang baru tersebut adalah bandit-bandit, pelaku teror, teroris; mereka pun aman tingal nyaman di tengah-tengah masyatakat.

Selain itu, masih banyak cara lain yang bisa dilakukan rakyat untuk mendukung serta membantu aparat ketika mereka memberantas teroris. Misalnya, jika ada hal-hal yang mencurigakan (di lingkungan tempat tinggal, area terbuka, arena publik), kita, anda, dan saya tidak diam dan acuh, melainkan sebisa mungkin memberi (serta menyebarkan) informasi, hingga bisa sampai ke aparat keamanan.

#

Jadi, keterlibatan publik dalam upaya memberantas teroris (dengan kemampuan dan kreativitasnya) tersebut, merupakan suatu panggilan dan tanggungjawab bersama seluruh rakyat Indonesia. Teroris adalah musuh bersama; semua elemen bangsa dan rakyat Indonesia, sehati melawan teroris. Dengan itu, sedapat mungkin, tidak ada lagi orang Indonesia, yang mendukung, bersimpati, bahkan mendanai aksi-aksi teroris.

Opa Jappy | Ketua Lembaga Edukasi dan Advokasi Publik IHI

Dokumentasi Divisi Humas Mabes Polri
Dokumentasi Divisi Humas Mabes Polri

SUPLEMEN

Saat ini para simpatisan kelompok atau pelaku tindak terorisme bisa dipidana. kewenangan itu telah diberikan kepada pihak kepolisian lewat revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Menurut undang-undang baru, UU Nomor 5 Tahun 2017, maka yang bersimpati pun kepada mereka (teroris) saat melakukan aksi itu, bagian dari kelompok, mereka itu bisa kami pidana

Saya telah memerintahkan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri mengungkap pihak-pihak yang terkait serangan bom bunuh diri di Surabaya, Jawa Timur pada Mei 2018 silam.

Semua pihak mulai dari ideolog, inspirator, pelaku, pendukung, pemberi anggaran, yang menyembunyikan terduga teroris, perakit bom hingga simpatisan harus ditangkap. Hasil revisi beleid pemberantasan terorisme memberikan ruang bagi Polri untuk memeriksa para anggota jaringan terorisme sebelum melakukan aksinya.

Kewenangan itu telah digunakan untuk memproses sekitar 50 orang yang ditangkap di dua kawasan di Bendungan Hilir dan Kemayoran, Jakarta Pusat, karena diduga terkait jaringan teroris tertentu. Densus 88 telah menangkap sekitar 200 terduga teroris pascainsiden serangan bom bunuh diri di tiga gereja dan Mapolrestabes Surabaya, Jawa Timur pada pertengahan Mei 2018 silam.

Polri tidak berhenti melakukan perburuan dan penangkapan terduga teroris. Polri akan melakukan operasi secara diam-diam untuk menunjukkan kekuatan Indonesia dalam melawan terorisme.

Senin, 16 Juli 2018

Markas Korps Brigade Mobil (Mako Brimob), Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jenderal Tito Karnavian

CNN INDONESIA
Oleh Ulang oleh Opa Jappy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun