Sekitaran Pasca Sarjana - Universitas Pancasila, Jakarta Pusat | Kedekatan politik dan pertemanan para petinggi Partai Demokrat dengan PDI Perjuangan serta Joko Widodo, akhir-akhir ini, tentu tidak salah dan dosa. Harus diakui bahwa Jokowi sebagai Presiden RI telah menjadi 'magnit politik' sekaligus sasaran kritik (yang menjurus pada fitnah dan penistaan) dan serangan dari oposisi.
Namun, di balik sebagai 'magnit dan sasaran' tersebut, beberapa hari terakhir, bermunculan sejumlah tokoh politik, agama, ormas, 'bangkit untuk membela' Presiden Jokowi. Itu terjadi, utamanya setelah muncul kritik tak mendasar dari Amin Rais dan prediksi Indonesia Bubar berdasar novel fiksi dari Prabowo Subianto. Kedua tokoh yang disebut belakangan, mungkin tadinya berpikir bahwa mereka akan mendapat apresiasi publik, ternyata sebaliknya. Mereka justru mendapat celaan dari mana-mana, karena menyampaikan sesuatu tanpa dan fakta.
Sisi lain, yang menjadi perhatian publik dan pemerhati politik adalah kedekatan  (serta berbagai pembelaan dan pujian) SBY dan Partai Demokrat dengan PDIP dan Presiden Jokowi. Berbagai sumber mengatakan bahwa, "Pujian SBY terhadap Jokowi dan Megawati sebagai upaya promosi AHY ke Jokowi. Dan, sedapat mungkin menjadi kandidat Wapres pada Pilpres 2019."
Agenda (tersembunyi) dari SBY tersebut, sudah tidak menjadi 'Agenda Tidak Tersembunyi,' mudah terbaca publik, bahkan menjadi diskusi virtual di Media Sosial. Agenda politik, dari SBY dan Demokrat, untuk AHY tersebut, adalah sesuatu yang wajar. AHY, menurut Partai Demokrat, sebagai the next leader untuk Bangsa dan Negara.
Tetapi, ya tetapi. Beberapa teman dari kalangan akademisi sosial politik, ketika ditanya tentang seputaran agenda politik SBY yang menyodorkan AHY sebagai salah satu kandidat pendamping Jokowi pada Pilpres 2019, jawaban mereka, cukup apresiatif. Tapi, AHY harus menjalani pembentukan Karakter Politik dan Kepemimpinan Nasional. Kemudian, ada teman  yang memberi contoh pada sosok Abdul Gafur.
Ya. Dokter Abdul Gafur, juga seorang Mayor TNi AU; tahun 70an, Presiden Soeharto memilihnya sebagai Menteri Muda Pemuda dan Olahraga. Sejak waktu itu, karier politik Abdul Gafur semakin mulus, menanjak naik di berbagai Organisasi Masyarakat tingkat Nasional serta mencapai kedudukan sebagai salah satu Ketua DPP Golkar.
Bagaimana dengan AHY. Ia belum mencapai apa-apa jika dibandingkan dengan Abdul Gafur. Publik masih mengingat AHY sebagai Purnawirawan Mayor TNI AD yang gagal di Pilgub DKI Jakarta 2017. Tidak lebih dari itu.
Setelah itu?
Jika melihat 'jejak politik' yang ditinggalkan oleh AHY, maka ada baiknya AHY, juga seperti Abdul Gafur, masuk ke jajaran Kabinet Jokowi pada 2019; pada sikon itu, Jokowi akan menjadi 'Mentor Politik' terhadap AHY dalam rangka 'sebagai pemimpin masa depan.'
Dengan itu, AHY tidak dipaksa dan terpaksa, apa pun yang terjadi, (harus) menjadi Pendamping Jokowi pada Pilpres 2019. Itu, belajar dari pengalaman di Pilkada DKI Jakarta, sebagian orang menilai bahwa AHY dipaksa maju pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
Nah.
AHY memang memiliki dan mempunyai potensi sebagai pemimpin, namun ia adalah the next leader, maka persiapkanlah dia dari sekarang. Lalu siapa yang menjadi Mentor Politik AHY? Tepat seperti pikiran anda; mentornya adalah Presiden Jokowi, SBY, dan para Politisi Senior di Partai Demokrat.
Opa Jappy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H