Presiden Joko Widodo
"Kritik itu penting untuk perbaiki kebijakan. Belum tentu pemerintah itu betul. Kalau ada yang salah pemerintah diingatkan lewat kritik. Namun demikian, saya ingatkan pihak-pihak yang melontarkan kritik kepada pemerintah untuk bisa membedakan antara kritik dengan mencela, menghujat dan mencemooh. Apalagi, kritik tidak boleh disampaikan jika tidak ada bukti dan fakta alias fitnah.
 Kritik boleh, tapi juga kritik jangan asal bunyi atau asbun. Kritik jangan asal bicara. Kritik untuk cari solusi menyelesaikan masalah bangsa. Bangsa Indonesia menjunjung tinggi adat ketimuran dengan ditopang oleh kesopanan dan kedepankan dialog."
CNN Indonesia
Pernyataan dari Presiden Joko Widodo, walau tak menyebut nama, tapi jelas tertuju kepada Amin Rais. Tokoh yang satu ini, bisa-bisanya mengfitnah Presiden (dan juga Negara) tentang pembagian sertifikat kepemilkan tanah kepada rakyat. Amin Rais, entah mendapat masukan dari mana dan siapa, sehingga dengan arogan menyatakan bahwa pemberian sertifikat tersebut sebagai ngibul.
Tentu saja, pernyataan seperti itu, amat disesalkan oleh pemerintah, termasuk Presiden Jokowi. Bahkan, tanggapan yang paling keras datang dari Luhut B Panjaitan. Â Luhut yang biasanya menanggapi sesuatu "tanpa menyebut nama,' kali ini, langsung tertuju kepada Amin Rais.Â
Jadinya, menurut saya, wajar jika Presiden Jokowi, dan juga Luhut B Panjaitan bereaksi keras dana tajam. Sebab, apa yang diungkapkan oleh Amin Rais tersebut sudah merupakan penistaan dan fitnah yang keji terhadap Presiden Jokowi. Hal tersebut, bisa muncul akibat adanya kebencian politik pada diri Amin Rais.Â
Amin Rais telah menunjukan bahwa dirinya mengidap 'penyakit' Politik Kebencian (dan kebencian Politik), yang sangat parah dan akut. Mudahnya, kebencian politik merupakan sifat, sikap, kata, tindakan yang menunjukkan ketidaksukaan, benci, serta kebencian politisi terhadap yang lainnya; atau politisi membenci politisi lainnya, lawan politik, bahkan, siapa pun yang dituding sebagai pesaing politis dan politik.
Karena adanya Politik Kebencian itulah maka Amin Rasi mengeluarkan pernyataan, orasi, narasi yang bersifat ujar kebencian terhadap lawan politik, dhi. Presiden Joko Widodo, dengan nada dan irama penuh kebencian, tanpa etika, tak bermartabat, bahkan vulgar. Tujuannya adalah, sesuai makna politik, publik dipengaruhi, diajak, untuk membenci lawan politik; walaupun tak ada alasan untuk 'harus membenci.' Mungkin, Amin berpikir, ia (akan) mendapat pujian publik, ternyata sebaliknya.Â
Kembali ke pernyataan Presiden Jokowi terhadap Si Pengkritik. Tanggapan dari Presiden, walau dengan wajah senyum menahan 'ketidaksukaan,' sangat jelas bahwa dirinya (dan juga pemerintah) tidak alergi terhadap  kritik. Namun, menurut Presiden, kritik harus berdasar data dan fakta, dan sekaligus memberi solusi.Â
Di balik itu, ada 'pukulan keras' terhadap Amin Rais; kata-kata Presiden, "Kritik jangan asal bicara. Kritik untuk cari solusi menyelesaikan masalah bangsa. Bangsa Indonesia menjunjung tinggi adat ketimuran dengan ditopang oleh kesopanan dan kedepankan dialog,"  menunjukkan bahwa Apa yang diucapkan Amin Rais tanpa memperhatikan adat ketimuran dan sopan santun. Amin Rasis, sebagai rakyat biasa, telah berkata tidak sopan terhadap Kepala Negara (dan juga Negara).
Dengan demikian, hendaknya Amin Rais, Â perlu mawas diri; atau bahkan menyampaikan maaf secara terbuka kepada Presiden Jokowi. Â Jika memang ia, Amin Rais, seorang politikus dan 'Orang Tua yang Bijak,' maka ia harus besar hati mengakui kekhilafannya, dan menyampaikan maaf; itu adalah langkah yang bermartabat.
Hanya dengan cara itu, Amin Rais bisa bebas dari umpatan publik terhadap dirinya.
Opa Jappy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H